Halo sobat baca! Saya Ledawarni Merici Satepu, Mahasiswa dari Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta dan saya mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi. Kali ini saya ingin berbagi cerita tentang Nyanyian dalam Ritual Turuk Laggai.
Selamat Membaca.
Masyarakat Mentawai memiliki bentuk nyanyian yang biasa disebut sebagai Urai. Urai dibedakan atas nyanyian ritual seperti Urai simaggere ( nanyian jiwa) serta Urai Ukkui (Nyanyian Leluhur) dan nyanyian non ritual seperti Urai Goatbaga (Nyanyian Sedih ) serta Urai Paoiba ( Nyanyian Cinta)
Secara umum masyarakat Mentawai lebih mengutamakan syair dalam urai, sehingga hanya ada satu urai yaitu Urai Popoet yang diiringi dengan alat musik sebagai pedampingnya. Alat musiknya yakni 'gajeuma' tetapi bukannlah bagian dari Urai, melainkan bagian dari Tari (muturuk).
Jumlah Urai ritual di Mentawai lebih banyak dibandingkan dengan non ritual karena semua mantra yang dibawakan oleh Sikerei berbentuk Urai. Misalnya, mantra untuk pengobatan disebut 'mulaggek' atau 'pabetei', mantra untuk memanggil roh ( Simagere) dan mantra untuk memuji roh leluhur (Ukkui).
Urai ritual milik Sikerei itu merupakan suatu mantra yang diwariskan secara turun-temurun sehingga syairnya bersifat tetap, dimana biasanya diwariskan secara resmi oleh Sikerei Siburuk (sikerei lama/guru) kepada Sikerei Sibau (calon sikerei) yang bertujuan untuk melantik para Sikerei Muda. Hal ini dianggap bahwa Urai ritual bersifat mistis maka tidak semua masyarakat mampu menjadi Sikerei, tetapi hanya masyarakat tertentu yang memiliki bakat, keturunan Sikerei, atau mampu berkomunikasi dengan makhluk gaib.