Mohon tunggu...
Mery Bavana
Mery Bavana Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penulis

Do what you want love what you do

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rumitnya Persoalan Usulan Pemindahan Ibu Kota oleh Presiden Republik Indonesia

21 Mei 2019   09:27 Diperbarui: 21 Mei 2019   11:36 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Usulan Presiden RI Joko Widodo yang diumumkan beberapa hari kemarin memunculkan banyak pendapat tentang betapa rumitnya rencana tersebut bila benar-benar direalisasikan. 

Persoalan di Indonesia sendiri bukan hanya tentang Ibu Kota ataupun tentang pemerintahan, tetapi banyak juga hal yang yang perlu dibahas ketika dilakukan keputusan yang cukup krusial tersebut, bagaimana tentang nasib rakyat, tentang ekonomi, sosial maupun budaya. 

Pemindahan ibu Kota yang sekarang adalah DKI Jakarta ke wilayah lain tidak bisa dilakukan tanpa perhitungan yang matang dan faktual, karena jika menilik sistem pemerimtahan di Indonesia yang berlandaskan pemerintahan terpusat membuat keadaan DKI Jakarta yang merupakan ibu kota menjadi padat karena efek penyelengaraan aktivitas penting dalam pemerintahan di wilayah tsb. 

Hal ini dibuktikan dengan data Badan Pusat Statisik, kepadatan penduduk DKI Jakarta mencapai Rp 15.663 jiwa. Angka ini meningkat 0,93% dari tahun sebelumnya sebesar 15.518 jiwa. Karena kepadatan penduduk inilah yang mendesak Presiden untuk memindahkan Ibukota.

Adanya usulan oleh Presiden mengenai pemindahan ibukota, dimana hal tersebut dilakukan karena untuk mengurangi beban kepadatan di wilayah DKI Jakarta khusunya Jabodetabek. Jabodetabek sendiri adalah akronim dari Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi, yang sudah sejak tahun 1997 dijadikan kawasan megapolitan yang menjadi pusat utama kegiatan pemerintahan di DKI Jakarta. 

Rencananya nantinya pusat pemerintahan akan dipindahkan ke pulau lain seperti Sumatra, Sulawesi, ataupun Kalimantan yang nantinya juga dapat membuat kepadatan pada daerah Jabodetabek berkurang karena kegiatan penting dalam pemerintahan tidak lagi dilakukan di daerah tersebut. 

Rencana pemindahan itu sendiri sebenarnya sudah ada pada jaman Presiden Soekarno yang sudah berkali-kali direncanakan namun urung dilaksanakan hingga keadaan Ibukota yang sangat padat seperti sekarang ini. Batalnya rencana pemindahan Ibukota sendiri tak lepas dari banyaknya aspek yang perlu diperhatikan mulai dari geografi, geopolitik hingga kesiapan infrastruktur yang membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.

Pemindahan ibu kota juga dilakukan untuk mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia bagian Timur, mengubah mindset pembangunan dari Jawa centris menjadi Indonesia centris. Kemudian memiliki Ibukota yang menerapkan konsep smart, green, and beautiful city agar meningkatkan kemampuan daya saing secara Regional maupun Internasional. 

Untuk mewujudkan hal - hal tersebut maka perlu pengelolaan lingkungan serta wilayah ibukota yang lebih matang dan tertata, sedangkan hal itu sulit dilakukan karena mengingat daerah yang menjadi calon Ibukota sendiri merupakan daerah pertambangan dan perkebunan yang kurang cocok dijadikan tempat untuk pusat pemerintahan suatu negara, dan juga memerlukan adaptasi lebih lanjut dalam hal infrastruktur dan lingkungan yang akan menjadi target Ibukota pengganti DKI Jakarta. 

DKI Jakarta sendiri yang sekarang merupakan daerah Ibukota sebenarnya dapat diperbaiki keadaanya karena sudah banyak peraturan daerah yang mengaturnya, bahkan banyak juga UU yang mengatur wilayah DKI Jakarta agar tetap dapat menjadi daerah Ibukota yang diharapkan. Yang perlu dilakukan hanya terus mengatur dan mengawasi setial kegiatan pemerintahan maupun masyarakat di Ibukota agar sesuai dengan rencana dan aturan-aturan yang sudah ditetapkan agar tidak memakan banyak waktu dan biaya dibandingkan memulai mengatur semuanya dari nol lagi.

Hal lain yang menabah kerumitan pemindahan Ibukota salah satunya dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang secara spesifik mengusulkan Ibukota dipindahkan ke Kalimantan, lebih tepatnya di Kota Palangkaraya karena kota ini dinilai relatif lebih aman dari gempa bumi karena bukan bagian jalur pertemuan tiga lempeng tektonik dan tidak memiliki gunung berapi. 

Namun pengamat tata kota Nirwono Yoga, menyatakan hal tersebut dinilai tidak cukup untuk menjadi pertimbangan bagi pemindahan ibu kota ke Palangkaraya. Palangkaraya, lanjut Nirwono, juga memiliki masalah tersendiri terkait dengan alam. 

Sebagai contoh, Palangkaraya kerap terkena dampak asap akibat kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan. Selain itu, cuaca di kota tersebut juga dinilai cukup ekstrem sehingga sering mengganggu jadwal penerbangan.

Masalah lainnya yaitu soal biaya, dimana sesuai pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro usai mengikuti ratas di Istana Kepresidenan menuturkan jika pemindahan Ibukota setidaknya membutuhkan dana sebesar Rp 323 triliun-Rp 466 triliun. 

"Dari skenario pertama diperkirakan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau USD 33 miliar. Skenario kedua lebih keci karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp 323 triliun atau USD 23 miliar," kata dia. S

elain anggaran, untuk dapat memindahkan Ibu Kota juga membutuhkan 40 ribu hektare (Ha) lahan yang mampu menampung penduduk sekitar 1,5 juta orang. Masalah biaya sendiri merupakan hal yang krusial dan sensitif untuk dibahas serta soal pembebasan lahan yang mungkin akan banyak mendapat pertentangan dari penduduk asal tujuan pemindahan Ibukota yang memunculkan banyak polemik baru dalam hal ini.

Waktu juga jadi momok yang menghantui proses pemindahan Ibukota ini, kembali Menteri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemindahan Ibu Kota negara membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni sekitar 5 sampai 10 tahun dan juga persiapan yang matang termasuk perencanaan pembangunan infrastruktur. "Karena multi-years, size-nya besar, mau tidak mau ini tidak bisa ditangani oleh tim atau oleh lembaga yang eksisting. 

Sehingga usulan kami memang semacam badan otoritas," kata Bambang. Waktu 10 tahun tersebut juga bisa molor mengingat itu adalah tinjauan dari waktu pemindahan Ibukota yang pernah dilakukan oleh negara maju seperti Brazil. Jika proses tersebut lama berjalan bukan tidak mungkin hal-hal yang tak terduga lainnya yang bisa mengganggu jalannya proses pemindahan Ibukota bahkan menggagalkan rencana tersebut.

Dari hal-hal diatas sudah dapat diketahui bahwa banyak sekali masalah-masalah yang akan dihadapi dan hal yang harus direncanakan secara matang ketika memindahkan Ibukota dari DKI Jakarta ke daerah lain. Jika dilakukan asal-asalan bukan tidak mungkin rencana itu akan kembali gagal seperti rencana-rencana pemindahan yang sebelumnya. 

Sebaiknya pemerintah mengkaji lebih jauh usulan ini agar tidak terlalu rumit dan membingungkan apalagi mrnambah masalah sehingga menggangu stabilitas negara juga mengecewakan dan merugikan banyak pihak terutama masyarakat luas yang harusnya dijamin kesejahteraannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun