Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rahasia Ngaben

17 September 2013   19:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:45 3250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1379420926178247132

[caption id="attachment_266920" align="aligncenter" width="586" caption="Ngaben (sumber Tribun News)"][/caption]

Upacara “ngaben” merupakan ritual pembakaran jenazah dalam tradisi Hindu Bali. Ritual ini bagian dari “Pitra Yajna” dalam Panca Yajna. Ritual Ngaben sebagai bentuk kewajiban sebuah keluarga membayarhutang terhadap orang tua yang telah meninggal dunia (Pitra Rna).

Bagi masyarakat mampu dan berkasta tinggi, ngaben biasanya dilaksanakan seminggu atau 3 hari setelah kematian. Namun bagi masyarakat biasa dan menengah ke bawah, ngaben biasanya dilaksanakan secara berkelompok (massal) setelah setahun atau bahkan setelah lima tahun kematian. Hal itu terjadi karena upacara “ngaben” menghabiskan biaya yang mahal, berkisar 100 - 500 juta, tergantung tingkatan upacaranya, apakah nista, madya ataupun utama. Bahkan ada menghabiskan dana 1 miliar lebih.

Tradisi ngaben atau kremasi sudah ada sejak jaman purba, seperti terdapat didalam kisah Mahabharata. Sumber sastra ritual ngaben di Bali bersumberkan pada lontar-lontar, seperti lontar Yama Purana Tattwa, dll.

Dengan dana besar-besaran, ngaben sering membawa masalah diantara keluarga. Sebagian besar masyarakat menghendaki upacara ngaben disederhanakan, namun untuk melakukan hal itu tak semudah membalikan telapak tangan. Hal sederhana yang penting dilakukan adalah meningkatkan pemahaman terhadap makna dan tujuan dari suatu upacara keagamaan, dengan meningkatkan pemahaman maka timbul keyakinan (sradha) yang kuat, dari sradha tumbuh bhakti dan ketulusan, dari bhakti berlimpah pahala dan anugerah dari leluhur, para dewa dan Tuhan Yang maha Esa. “Di antara semua yogi, orang yang mempunyai keyakinan yang kuat dan selalu tinggal di dalam Diri-Ku, berpikir tentang-Aku di dalam dirinya, dan mengabdikan diri kepada-Ku dalam cinta bhakti rohani sudah bersatu dengan-Ku dalam yoga dengan cara yang paling dekat, dan dialah yang paling tinggi diantara semuanya. Itulah pendapat-Ku” (Bhagavad-gita 6.47).

Menurut renward branstetter dalam bukunya akar kata dan kata dalam bahasa-bahasa Indonesia terjemahan sjaukat djajaningrat tahun 1957 seperti dikutip dari situs tejasurya, kata “Ngaben”adalah bahasa Bali yang berasal dari kata “api”. Kataapi ini mendapat prefik sengau “ng” dan suffik “an”, sehingga kemudian menjadi “Ngapian”, kata Ngapian lalu menjadi sandhi Ngapen. Huruf P B W adalah satu warga sehingga “P” berubah menjadi “B”. Dengan demikian kata “Ngapen” menjadi “Ngaben” yang artinya menuju api. Api dalam lambang Agama Hindu yaitu lambang Brahma. Jadi kata Ngaben artinya perjalanan menuju alamnya Brahma.

Secara umum tujuanNgaben adalah agar badan kasar manusia dapat kembali kepada asalnya, yaitu Panca Mahabhuta. Dari sudut pandang filsafat, tujuan ngaben adalah untuk mengantarkan sang roh pada kehidupan yang sesungguhnya yaitu hidup sebagai masyarakat dalam pemerintahan Tuhan di alam Rohani/kahyangan/Brahma Loka.

Dalam prosesi ngaben, sang roh dibuatkan upakara/banten layaknya upacara bagi seseorang yang hidup di dunia ini, tujuannya untuk mengantar sang roh menuju kehidupan yang sesungguhnya yaitu di alam rohani. Dengan ritual ngaben, diharapkan Sang Roh tidak lagi lahir ke bumi. Kalaupun Sang Roh akan lahir ke bumi karena karma buruknya, diharapkan Sang Roh lahir kembali dalam jangka waktu yang lama. Apabila orang yang meninggal tidak diaben, maka sang Roh akan menjelma menjadi mahkluk rendah atau akan tetap tinggal di alam kubur hingga Mahapralaya/kiamat besar, seperti roh orang-orang Islam.

---

Kehidupan di dunia ini sesungguhnya adalah sebuah kematian, akan tetapi kehidupan setelah kematian itulah kehidupan yang sebenarnya. “Orang yang mengenal sifat rohani kelahiran dan kegiatan-Ku tidak dilahirkan lagi di dunia material ini setelah meninggalkan badan, melainkan ia mencapai tempat tinggal-Ku yang kekal, wahai Arjuna” (Bhagavad-gita 4.9).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun