Mohon tunggu...
Merly Erlina
Merly Erlina Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya seorang dosen dan praktisi psikologi di RS di Kota Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kreativitas: Tantangan Pendidikan di Indonesia

17 Agustus 2022   12:30 Diperbarui: 17 Agustus 2022   12:32 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

KREATIVITAS : TANTANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

 

 

“There is no doubt that creativity is the most important human resource of all. Without creativity, there would be no progress, and we would be forever repeating the same patterns” 

 (Edward de Bono)

Kreativitas begitu penting dalam hidup manusia. Tanpa kreativitas kita akan larut dan tergilas roda perubahan zaman. Tanpa kreativitas kita tidak akan mampu bertahan menghadapi perubahan yang semakin cepat. Pada dasarnya, kita semua kreatif. Selama manusia bisa berpikir dengan baik, maka dia kreatif. Namun, tidak semua orang berhasil mengaktualisasikan potensi kemampuan kreatif yang ada dalam diri. Begtu juga di tingkat negara, tidak semua negara mampu menunjukkan kemampuan kreatif yang optimal. Apakah yang membuat suatu negara menjadi negara kreatif?

Menurut Martin Prosperity Institute dalam Global Creativity Indeks atau GCI ada 3 hal yang membuat negara disebut sebagai negara kreatif yakni bakat, teknologi, dan toleransi. Global Creativity Indeks atau GCI adalah pengukuran berbasis pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan berdasarkan 3T yakni Talent, Technology and Tolerance. Penilaian Talent dapat dievaluasi dengan menggabungkan persentase orang dewasa yang memiliki gelar tinggi dan persentase angkatan kerja yang memiliki pekerjaan di industry kreatif. Penilaian Technology didasarkan pada tingkat investasi dalam penelitian dan pengembangan ditambah berapa banyak aplikasi paten per kapita masing masing negara . Penilaian Tolerance berdasarkan bagaimana masing-masing negara memperlakukan imigran, keragaman ras dan etnis minoritas dan berapa banyak warga LGBT berada di masing-masing negara.

Kreativitas global, yang diukur dengan GCI, berhubungan erat dengan ekonomi pembangunan, daya saing, dan kesejahteraan bangsa. Negara-negara yang mempunyai nilai tinggi pada GCI memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi (diukur sebagai output ekonomi per orang), daya saing, kewirausahaan, dan pembangunan manusia secara keseluruhan. Kreativitas juga berhubungan erat dengan urbanisasi, dimana negara-negara yang lebih urban mencetak kreativitas lebih tinggi.

Berdasarkan Global Creativity Indeks tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 115 dari 139 negara. Dengan nilai GCI 0.202. Dengan Peringkat  Technology 67, Talent 118, dan Tolerance 115.

Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih rendah. Dari segi teknologi, Indonesia masih kurang dalam hal perkembangan penilitian dan pengembangan suatu teknologi begitu pula sedikit aplikasi yang dipatenkan. Sedangkan dari segi talent, Indonesia sangat rendah karena kurangnya orang yang memiliki gelar yang tinggi serta orang yang bekerja pada industri kreatif. Begitu juga dengan nilai toleransi di Indonesia walaupun Indonesia memiliki ragam etnis dan budaya namun toleransi antar umat beragama masih kurang, masih banyak pelecahan agama bahkan saling menyerang satu sama lain yang akhirnya berakhir bentrok bahkan menelan korban jiwa. Dengan adanya GCI mendorong suatu negara untuk terus saling berlomba meningkatkan kreativitas negara dalam Talent, Technology dan Tolerance sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa yang menjadi pemicu rendahnya indeks GCI Indonesia? Bagaimana solusi pendidikan kita agar peringkat GCI bisa naik minimal terkoreksi? Pertanyaan ini menjadi penting diajukan mengingat kreativitas dan inovasi merupakan kunci, daya saing, dan kemajuan sebuah bangsa.

Rendahnya indeks GCI mengisyaratkan ada yang keliru dalam proses pendidikan kita. Semua pakar pendidikan sepakat pendidikan idealnya tidak sekadar transfer pengetahuan dari guru ke anak didik. Lebih dari itu, pendidikan mestinya menginspirasi sehingga memunculkan kreativitas dan inovasi anak didik. Sayangnya, alih-alih menginspirasi, mendorong, bahkan menciptakan iklim yang membidani lahirnya kreativitas, pendidikan kita justru menyumbat rapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun