Mohon tunggu...
Merlin Geme Meda
Merlin Geme Meda Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan sendiri

I am not a great writer. Hanya saya berharap semoga tulisan saya baik juga untuk dinikmati pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesal dan Masa Depan

9 September 2020   04:44 Diperbarui: 9 September 2020   13:20 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bapa dan mama harus pergi menghadap Tuhan lebih cepat sebelum usia tua menghampiri mereka. Mereka meninggal karena kecelakaan saat menyeberangi jalan ketika hendak berjualan bakso. 

Kecelakaan itu, benar-benar membuat hatiku terpukul waktu itu. Aku seperti sudah kehilangan arah hidup. Aku sudah tidak punya alasan lagi untuk terus melanjutkan kuliah. 

Namun semangatku kembali hadir saat bapa menyampaikan pesan-pesan terakhirnya waktu itu.

"Bimo, mamamu sudah pergi pada hari kecelakaan kami waktu itu, sepertinya sebentar lagi bapa akan menyusulnya. Sebelumnya bapa sangat bersyukur,diberikan kesempatan untuk bicara dengan kamu di detik-detik terakhir bapa." Kondisi fisiknya yang semakin melemah, bapa berusaha berbicara.

"Kamu jangan terus-terusan bersedih."

"Kenapa harus begini pak? Bapa dan mama harus tinggalin Bimo saat Bimo masih belum beri apa-apa untuk bapa mama.?" 

"Ahhhhhhhh." Teriakku marah dan sambil menangis.

Entah kemarahan itu aku tujukan kepada siapa aku tidak tahu, sebab keadaan waktu itu benar-benar diluar kendaliku.

"Bimo, Bapa juga tidak tahu jawaban tentang pertanyaan itu. Bapa hanya percaya, hidup semua manusia sudah direncanakan dengan baik oleh Tuhan, juga termasuk bagaimana cara manusia itu kembali padaNya. Inilah cara terbaik Tuhan untuk bapa dan mamamu." Bapa melanjutkan dengan suara yang mulai menghilang.

"Tapi kenapa harus waktu sekarang, Bimo belum balas semua yang bapa dan mama beri." Jawabku sambil berteriak menangis.

"Termasuk waktu juga Tuhan telah menentukan Bimo. Kamu harus kuat terima kenyataan ini." Lanjut bapa sambil berusaha menggenggam erat tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun