Mohon tunggu...
Merkyana Nancy Sitorus
Merkyana Nancy Sitorus Mohon Tunggu... Administrasi - Pejalan Pemerhati

Pejalan dan pemerhati apapun yang menarik mata dan telinga. Menyalurkan hobby jalan melalui www.fb.com/gerakpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Harinya Hati

17 Januari 2020   10:56 Diperbarui: 1 Agustus 2020   16:18 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya kali ini akan difungsikan sebagai Rumah Makan Padang. Alih fungsi memang selalu membutuhkan renovasi. Sementara kios laundry dan pengepul gas itu tetap begitu-begitu saja bangunannya. Ah, aku harus kasihan kepada kios yang mana? Yang begitu-begitu saja tapi tetap fungsinya atau yang bolak-balik renovasi dan berubah-ubah fungsinya?

Tiba-tiba aku dikagetkan karena ojek online yang kutumpangi ngerem mendadak.

"Maaf ya, neng!" kata si abang ojek online segera sebelum kemudian berteriak ke angkot di depannya.

Aku tak membalas ucapan maaf itu. Dia tidak salah, kenapa harus minta maaf? Dia sudah berupaya untuk tetap awas, tapi mana dia bisa mengendalikan pengendara lain? Apalagi angkot-angkot yang memprioritaskan setoran dibanding tertib berlalu-lintas. Sudah dimarahi saja mereka masih ngeyel. 

Mungkin, permintaan maaf itu otomatis terucap karena si abang ojek online mengutamakan kenyamananku. Demi apa? Demi bintang lima mungkin, atau juga demi kemanusiaan. Karena kan dia membonceng manusia, bukan kambing. Ah, begitu hebatnya sebuah permintaan maaf, pikirku.

Di kantor, kusibukkan diri. Kutenggelamkan diriku pada lembar-lembar berkas di mejaku. Beberapa candaan kutimpali sesekali. Aku tak boleh terlihat sedang tidak baik-baik saja. 

Tetap saja, aku melewatkan jam makan siang, perutku tak lapar sama sekali. Bagus juga, lebih hemat jadinya, kekehku dalam hati. Patah hati yang bermanfaat, candaku pada diriku sendiri.

Aku memutuskan untuk keluar dari ruangan dan duduk di dekat meja resepsionis. Sekedar menikmati sinar matahari menghangatkan kulitku yang menggigil oleh udara AC. Siapa tahu suasana hati semakin baik. 

Dari luar terlihat beberapa orang rekan kerjaku berjalan sambil berlari. Katanya di luar panasnya menyengat sekali, membuat kepala pusing. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Padaku, panas menyengat itu yang malah kucari. Segala alasan untuk merubah suasana hati pula. What a life!

Sepeninggal rekan-rekan kerjaku tersebut, aku merenung. Patah hati memang tidak pernah membahagiakan. Kenapa harus kututupi? Hatiku cuma ada satu. Dan hanya aku yang bisa merawat dan menjaganya. 

Jika aku menaruh hati pada seseorang dan dia mengecewakanku maka seharusnya akulah yang menjadi penyebabnya. Kan aku yang menaruh hati, bukan orang lain. Pun jika orang itu melakukan sesuatu hal pasti ada sebabnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun