Wajah dunia semakin menua dan umur bumi yang kian beruban memang tidak bisa dilihat secara langsung serta tidak bisa ditakar oleh kacamata manusia, namun indikasi untuk merasakan gejalah itu sungguh hebat merajam dalam relung tergelap setiap insan yang menjajaki hidup di planet ini.. Tepat seperti apa yang ditafsirkan oleh salah seorang kerabat saya di penghujung tahun 2019 lalu, bahwasanya angka 2020 merupakan yang tersakral dan tahun dua ribu dua puluh adalah tahun keramat..
Tahun di mana waktu kembali menemukan titik nol sehingga ekstra waspada dan siaga menjadi cemilan termanis dalam menapaki ke 360 tersebut.. tafsiran itu sungguh briliant.. Hal ini terbukti dengan adanya tanda-tanda mati suri yang menggelitik ranjang kehidupan.. Padi dan jagung yang menjadi produk unggulan masyarakat petani, ludes dijarah hama yang mendapuk tahun ini gagal panen..
Kalau virus yang menyerang tanaman bernama HAMA, maka virus yang menyerang manusia tahun ini juga tidak kalah action.. Namanya CORONA, berinisial COVID-19.. Seksi, menggelobal, dan kejam. Segala sendi kehidupan digembok, aktivitas keseharian diblokir, bahkan virus ini mampu melacuri tatanan budaya hidup bersosialisasi. Miris dan kejam memang..
Salah satu yang tertular imbas (bukan penyakit) dari covid-19 yang melucuti psikis dan ketangguhan mental adalah generasi angkatan '20. Mengapa tidak?? Sekolah diliburkan menjelang ujian akhir, keputusan final bahwa UN tahun ini ditiadakan, persiapan menghadapi ujian akhir dengan belajar ekstra siang dan malam berujung sia-sia.Â
Beberapa kegiatan yang sudah dipaket rapi semisal acara perpisahan sekolah ternyata diendapkan begitu saja. Tak ada euforia kelulusan seperti tahun-tahun kemarin, tak ada salam pisah untuk sekolah, dan masih banyak lagi prahara yang mengguncang nurani angkatan ini.. Wahai angkatan '20 yang kami banggakan di manapun kalian berada. Nasib kalian tidak semujur kami yang terdahulu dan mereka yang terkemudian.Â
Kalian mutiara
