Mohon tunggu...
MERAH BERANI
MERAH BERANI Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis berbagai isu untuk mencerahkan publik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya menulis untuk mengedukasi masyarakat. Tidak atas dasar pesanan siapapun

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pertamina Mau Digugat? Ah, Baiknya Situ Belajar Dulu...

26 Mei 2020   20:39 Diperbarui: 27 Mei 2020   09:05 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak langsung turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tanah air karena harga minyak dunia anjlok seiring Pandemi Corona rupanya masih menimbulkan 'kedunguan massal'.

Masih banyak yang tak juga tercerahkan, bahwa jatuhnya harga minyak dunia tidak lantas membuat Pertamina bisa dengan mudah menurunkan harga BBM domestik. Ada faktor lain yang membuat kondisi keuangan perusahaan energi milik negeri ini sedang susah.

Pembatasan Sosial di masa pandemi membuat konsumsi energi turun, Kurs Dolar AS jatuh, serta tetap harus dioperasikannya kilang-kilang minyak di tengah susutnya permintaan, adalah beberapa faktor pemberat itu.

Karena itu, langkah Marwan Batubara dan para aktivis sosial lain yang hendak menggugat pemerintahan Presiden Jokowi, termasuk kepada PT Pertamina, sungguh amat sangat lucu. Kalau tak mau disebut 'dungu' seperti ungkapan di atas.

Harga eceran BBM di tanah air yang tak kunjung diturunkan pemerintah masih terus disorot. Karena, harga wajar untuk BBM di Indonesia seharusnya ada di bawah harga yang dipatok pemerintah saat ini.

Ada juga pernyataan ngawur dari Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman yang mengklaim bahwa berdasarkan rerata nilai MOPS Gasoline 92 35 dolar AS per barel dan rerata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 15.000, maka harga Pertamax Ron 92 yang wajar mulai 1 Juni 2020 di SPBU dibulatkan adalah Rp 5.700 perliter.

Tentu saja, langkah mereka menggugat pemerintah dan Pertamina serta hitung-hitungan sekenanya harus dihargai sebagai bagian dari hak masyarakat dalam menyalurkan aspirasi.

Tapi, tentu semua harus dilihat secara jernih. Beruntung masih ada tokoh seperti Laode Ida, pakar kebijakan publik yang kini menjabat anggota Ombudsman Republik Indonesia.

"Langkah seperti itu ya boleh-boleh saja. Tapi seharusnya perlu dipertimbangkan secara matang tentang manfaat dan mudaratnya. Kalau tidak, ya hanya buang-buang energi saja," kata Laode.

Alih-alih gugatan serupa class action, menurut Laode, akan lebih elok jika sebagai para aktivis itu berkoordinasi atau meminta penjelasan resmi dari PT Pertamina dan pejabat terkait di pemerintahan seperti Menteri ESDM, agar dapat memperoleh pemahaman secara jelas tentang alasan mengapa harga BBM saat ini tak mudah diturunkan.

"Pada kesempatan itulah kedua belah pihak bisa saling berdebat berdasarkan data dan argumen masing-masing," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun