Mohon tunggu...
Nurlita Wijayanti
Nurlita Wijayanti Mohon Tunggu... Penulis - Menurlita

Lulusan Psikologi yang antusias pada isu kesehatan mental. Wordpress: https://sudutruangruang.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masalah Cinta, Masalah Remeh? Ada Luka Batin yang Kerap Dianggap Sepele

24 November 2019   18:41 Diperbarui: 26 November 2019   11:34 3164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash 

Saat kita terluka, rasanya kita sangat ingin menyingkirkan luka itu. Melupakan saja terkadang tak cukup. Harus Hilang! Sayang sekali, ingatan kita tak pernah menghilang, sejak kita lahir ke dunia hingga usia kita di detik ini. 

Jadi, jalan terbaik soal memori atau ingatan tentang luka adalah BERDAMAI DENGAN LUKA. Baik dengan diri kita sendiri, subjek, maupun objek yang sudah membuat batin kita terluka dan menyiksa. 

Dan bukan sebuah kebijakan kalau kita menganggap suatu masalah adalah masalah remeh, mau soal cinta-cintaan, cengeng, atau baper, masalah akan selalu menjadi masalah yang menuntut untuk diselesaikan, atau ia akan menjadi luka yang selalu berdarah. 

Photo by Nick Herasimenka on Unsplash 
Photo by Nick Herasimenka on Unsplash 
Bayangin aja deh, kita ambil contoh masalah cinta dan baper ini adalah masalah yang remeh, jauh lebih remeh daripada masalah kita di kantor. Kita merasa tak ada waktu sedikit pun untuk menyelesaikan kebaperan ini. Waktu terus berjalan, masalah baru silih berganti datang meminta untuk diberi solusi oleh kita.

Suatu saat, masalah kita kian menumpuk, mereka juga adalah masalah "remeh" yang kita tunda untuk diselesaikan. Suatu saat, kita ditanya "kapan nikah?"

Padahal, masalah kebaperan kita, kesensian kita sama masalah-masalah kecil, belum terpulihkan (healing). Atau ... ternyata kebaperan kita di masa lalu melahirkan semacam trauma untuk memulai hubungan dengan lawan jenis.

Rasanya, tak mungkin untuk saat ini menyelesaikan masalah itu dengan rinci karena kini, masalah kita udah menggunung bak setrikaan yang tak pernah kita pipil digosok. Kebayang ntar kelanjutan ceritanya gimana? Ini adalah sebuah permisalan yang mungkin benar-benar terjadi, entah satu banding berapa pembaca di platform online ini.

***

Menyesuaikan prolog tadi, aku melihat ada kebaikan dan kesadaran si Bagas untuk menjaga perasaan/batin si Uta. Ia tidak ingin melanjutkan perasaan sukanya, karena Bagas tau, hal itu akan menyiksa Uta dalam waktu yang lama, semacam perasaan dan luka atas cinta bertepuk sebelah tangan. 

Bagas tau, luka itu punya potensi untuk membuat Uta mengalami fase hidup yang berat. Bagas adalah orang baik. Dan aku yakin, dia melakukan itu setelah mempelajari karakter dan kepribadian Uta, sehingga dia merasa cara penolakannya akan diterima baik oleh si Uta. 

Tentu, ga mengesampingkan kekuatan doa, karena perasaan adalah milik Allah, Yang Maha Kuasa membolak-balikkan hatinya manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun