Mohon tunggu...
ADRIANUS S.
ADRIANUS S. Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Mengolah mental menuju profesional

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Doa dan Perjuangan Sang Ayah

8 Juni 2020   15:51 Diperbarui: 8 Juni 2020   15:48 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kebahagiaan hidup dalam keluarga adalah dambaan setiap insan. Tidak jarang, suatu kebahagiaan dalam sebuah keluarga diawali dengan perjuangan yang berat dan berliku. Tidak jarang pula kebagiaan ditemukan setelah membuang jauh-jauh cita-citanya. Memang, jalan menuju kebahagiaan itu menjadi misteri ilahi.

Aku hanyalah anak dari keluarga yang tidak punya. Ayahku seorang petani kecil yang hanya memiliki sepetak sawah peninggalan dari orang tuanya. Dari sepetak yang terletak di pinggir desa itu, oleh ayahku   selalu ditanami padi. 

Karena airnya cukup melimpah, sawah itu juga digunakan untuk memelihara ikan mas. Sekarang orang menyebut dengan mina padi, yaitu bentuk usaha tani gabungan  yang memanfaatkan genangan air sawah yang tengah ditanami padi sebagai kolam untuk budidaya ikan.

Suatu pagi yang masih gelap  (sekitar pukul 05.00), aku diajak oleh ayahku menuju petak sawah itu. Udara dingin dengan kabut yang menggelayut di sela-sela tananama padi terasa merasuk dalam pori-pori kulit menembus sampai ke tulang-tulang di sekujur tubuhku. Aku merasa sangat kedinginan. 

Barangkali juga ayahku merasakan hal yang sama. Namun, niat dan semangat untuk melihat perkembangan usaha menanam padi dan memelihara ikan, mampu menyingkirkan rasa itu. 

Apalagi setelah sampai di sana, rasa itu berubah menjadi syukur melihat tanaman padi yang menghijau dan lalu lalang ikan-ikan mas di sela-sela tanaman padi yang menjadi jalur menuju kolam kecil di pojok sawah. 

Memang, biasanya petak sawah yang dipakai untuk memelihara ikan diberi kolam entah dipojok, pinggir atau bahkan ada yang ditengah-tengah sawah yang dirasa aman. 

Kolam itu sebagai rumah dan persembunyian ketika ikan itu mendapatkan bahaya oleh binatang pemangsa, air yang berkurang karena padinya baru dipupuk, atau tempat berisitirahat setelah mencari makan di antara tanaman padi.

Entah mengapa, ketika siang hari ikan-ikan yang sudah seukuran tiga jari itu tidak kelihatan, tetapi ketika ayahku datang pagi-pagi, ikan-ikan itu bergembira hilir mudik, seolah-olah mereka ingin menujukkan kepada ayahku bahwa aku masih ada di sini untuk minta diabsen.

 “Itu, ikan-ikan yang warnanya merah polos sudah lewat. Beberapa yang merah bercak hitam juga masih ada” kata ayah kepadaku. 

“ Yang berwarna hitam bergaris emas dipunggungnya mana, ya?” tanya ayahku kelihatan agak cemas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun