Mohon tunggu...
Amelia Mentari Damayanti
Amelia Mentari Damayanti Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

لولا المرب ماعرفت ربي | Studying in UIN Walisongo Semarang | Studied in PPM Darunnajat Bumiayu | Longlast learner, part time fan-girl | Going to be someone in someday |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hedonisme: Fan-girling sebagai Cara Berbahagia ala K-Popers di Era Modernisasi

17 April 2020   13:35 Diperbarui: 17 April 2020   13:42 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Fenomena Hallyu atau Korean Wave (K-Wave) sudah mewabah di Indonesia sejak tahun 2000an dan digandrungi oleh banyak kalangan dari ABG hingga dewasa yang mayoritas penggemarnya adalah perempuan. Hallyu atau Korean Wave sendiri merupakan istilah yang datang dari negeri gingseng Korea Selatan yang berarti "Gelombang Korea", gelombang tersebut berupa kebudayaan Korea yang menyebar secara global, baik dalam aspek fashion, bahasa, drama, musik maupun yang lainnya. Dari sekian banyak aspek tersebut, musik menjadi kebudayaan yang paling menonjol dan paling banyak diminati sehingga muncul istilah Korean Pop (K-Pop) dan orang yang menggemarinya dijuluki K-Poper. Dalam golongan K-Poper sendiri ada lagi julukan yang tak bisa lepas dari mereka yakni Fan-Girl dan Fan-Boy.

Korean Wave termasuk K-Pop bagi beberapa kalangan dianggap sebagai salah satu cara untuk menghilangkan penat dan menyenangkan diri setelah menghadapi hari-hari yang melelahkan, tak jarang mereka bersikap fanatis dengan menganggap idola mereka sebagai seorang kekasih sehingga bisa dikatakan bahwa kebahagiaan yang mereka ciptakan bersifat imajinatif karena sulit diterima oleh nalar. 

Hal ini dianggap lumrah sebab zaman yang semakin modern menjadikan orang-orang semakin egois dan individualis sehingga kepedulian atau perhatian menjadi hal yang langka dan sulit ditemui dalam kehidupan sosial, akhirnya membahagiakan diri sendiri adalah satu-satunya alternatif yang bisa ditempuh supaya tak menggantungkan kebahagian pada orang lain. Oleh karena itu, fangirl ataupun fanboy dapat dikategorikan sebagai golongan hedonis yang bersenang-senang dengan cara berbeda.

Sekilas Tentang Hedonisme
Secara etimologis hedonisme berasal dari Bahasa Yunani, yakni "hedone" yang berarti kesenangan. Hedonisme merupakan ideologi atau pandangan hidup yang beranggapan bahwa kebahagiaan hanya dapat diraih dengan mencari kesenangan pribadi sebanyak-banyaknya dan mengabaikan atau menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. 

Hedonisme mengajarkan bahwa kenikmatan atau kesenangan merupakan tujuan hidup dan pedoman untuk berperilaku dalam sebuah anggota masyarakat. Dalam hedonisme, kesenangan pribadi atau kelompoknya merupakan hal yang harus diprioritaskan, mereka tidak peduli dengan perasaan atau kesenangan orang lain. Oleh karena itu dapat dikatakan pula bahwa hedonisme merupakan pandangan hidup yang berdasarkan atas hawa nafsu. Penganut paham ini disebut dengan hedonis (Setianingsih, 2018).

Apa itu Fan-girl dan Fan-girling?
Fangirl berasal dari Bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yakni "Fan" yang artinya penggemar dan "Girl" yang berarti perempuan. Fan-girl atau penggemar perempuan umumnya dimaksudkan untuk menyebut perempuan-perempuan (biasanya remaja) yang menyukai K-Pop dan sangat mencintai idolanya. Industri musik Korea Selatan didominasi oleh boygroup dan girlgroup yang mana di dalamnya terdiri dari para lelaki atau perempuan dengan bakat menari (dance), menyanyi dan rap yang handal. Tak hanya bakat emas, mereka juga mengantongi wajah serta penampilan yang sangat menarik dan karismatik sehingga mampu membuat penggemar begitu terlena dan menggilai mereka.

Boygroup atau girlgroup tersebut biasanya diisi oleh remaja berusia mulai 15-an hingga dewasa usia sekitar 30-an. Boygroup atau girlgroup dengan anggota berusia dewasa adalah generasi lama yang masih melanjutkan kontrak dengan agensi dan masih produktif dalam berkarya. Sedangkan aktivitas mendengarkan lagu, menonton konser, menghadiri fansign/fanmeeting, membeli album serta merchandise dan sejenisnya yang berhubungan dengan idol biasa disebut dengan "Fan-girling", istilah tersebut diadaptasi dari kata fan-girl dengan menambahkan "ing" di akhir kata sebagai bentuk kata kerja (menunjukan aktivitas/pekerjaan).

Modernisasi dan Kebahagiaan Imajinatif ala Fangirl
Masyarakat bersifat dinamis, senantiasa mengalami perubahan baik dari segi fisik maupun non fisik. Modernisasi dan globalisasi merupakan salah satu proses perubahan yang tak dapat dipisahkan sebab keduanya memiliki kaitan erat di mana globalisasi merupakan masuknya pengaruh kebudayaan luar terhadap budaya lokal yang mampu merubah pola hidup dan sistem sosial suatu masyarakat. Kesuksesan gobalisasi didukung oleh keberadaan teknologi yang kian berkembang dan semakin canggih di era modern, di mana pada era ini kehidupan sehari-hari masyarakat amat bergantung pada teknologi.

Salah satu teknologi yang akrab di tengah masyarakat adalah gadget atau gawai yang mana dengan gawai penggunanya dapat mengakses berbagai informasi yang datang dari seluruh penjuru dunia, sehingga dengan begitu masyarakat akan lebih mudah mempelajari culture dan lifestyle orang-orang dari luar negeri. Namun, dampak buruk yang dihasilkan di era modern juga tergolong menakutkan, mengingat orang-orang di era ini menjadi sangat ketergantungan pada gawai sehingga menjadikan mereka abai dengan lingkungan sekitar, asyik berselancar di dunia maya dan melupakan dunia nyata membuat mereka tumbuh menjadi orang yang individualis dan apatis. 

Dengan kepedulian yang minim itulah orang-orang yang hidup di era modernisasi hanya mementingkan kebahagiaan diri sendiri dan mendambakan hidup yang serba berkecukupan. Tak mengherankan jika pada akhirnya kebahagiaan yang mereka dapatkan hanya sebatas apa yang ada di layar smartphone, itulah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa para perempuan akhirnya memilih fan-girling sebagai alternatif berbahagia.

Dewasa ini, orang-orang menjadikan hedonisme sebagai pandangan hidup yang bagi mereka mengunjungi caf, club malam dan berfoya-foya dengan teman satu geng adalah aktivitas rutin yang tak boleh terlewatkan. Mereka menganggap bahwa dengan menghabiskan uang kebahagiaan dapat diraih karena mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan sedangkan orang lain tak bisa mendapatkannya, hal tersebut menjadi prestise yang melekat erat dan menjadi kebanggaan tersendiri. 

Namun, lain halnya dengan fan-girls yang merasa cukup dengan hanya memandangi wajah idola mereka di layar smartphone sambil berimajenasi dan berhalusinasi ria, mengandaikan sang idola menjadi kekasih dan secara tiba-tiba muncul dari layar smartphone atau poster yang menempel di dinding kamar merupakan kebahagian tersendiri.

Ada banyak faktor yang mengantarkan para remaja perempuan-tak jarang dewasa untuk menjadi seorang fangirl, salah satunya adalah kebahagiaan yang tidak dapat ditemukan di kehidupan nyata. Selain menjadi individualis, orang-orang yang hidup di era modern juga menjelma menjadi manusia tanpa telinga, tanpa mata, tanpa mulut dan tanpa tangan. Yang artinya mereka menjadi enggan untuk memberikan bantuan sebatas mendengarkan ataupun memberi solusi untuk orang yang sedang berada di titik terendah dan membutuhkan bantuan atau dorongan secara moril maupun materiil.

Fan-girl mungkin bisa menjadi seseorang yang benar-benar hedonis karena rela menabung dan menghabiskan uang demi dapat memborong benda-benda yang berhubungan dengan idola mereka yang harganya terbilang mahal, melebihi uang saku/jajan bulanan. Sebab mahalnya biaya fangirling tersebutlah, akhirnya hanya sedikit dari sekian juta fangirls di seluruh dunia yang mampu memenuhi hasrat mereka untuk mengoleksi barang-barang berbau idola mereka. Sisanya hanya cukup mengandalkan kuota internet dan Wi-Fi untuk menciptakan kebahagiaan imajenatif dengan rajin streaming dan ngepoin kegiatan sang idol di aplikasi tertentu termasuk social media.

Meskipun semu dan tak dapat dijumpai di dunia nyata, kebahagiaan tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuat para fangirl senyum-senyum hingga tertawa terbahak-bahak sambil berjoget ria tanpa ada seorang pun yang mampu memahaminya. 

Para fangirl tahu betul bahwa fangirling akan selamanya fangirling, yang artinya tidak akan terjadi di dunia nyata (selain menonton konser, menghadiri fanmeeting dan fansign). Namun, mereka juga menyadari sepenuhnya bahwa fangirling adalah salah satu cara sederhana (namun sangat membekas) untuk bersenang-senang dan mampu mengembalikan mood mereka tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam seperti kaum hedonis yang sesungguhnya.

Karena Siapapun Patut Bahagia
Pada akhirnya berbahagia adalah keputusan, dan jalan untuk meraihnya adalah pilihan yang setiap orang pastilah memiliki cara berbeda-beda. Mau apapun bentuk bahagianya dan bagaimanapun cara mewujudkannya, tentu tidak boleh menggunakan cara egois yang tidak memperdulikan imbas terhadap orang lain. 

Bisa jadi, cara kamu nongkrong cantik di caf dan berlama-lama di sana sambil berhaha-hihi membuat pengunjung lain yang sedang membutuhkan ketenangan untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan merasa terganggu. Yang pasti, siapapun kamu dan berapapun penghasilan/uang jajanmu, kamu adalah seseorang yang patut bahagia, karena bahagia tidak melulu soal harta dan tahta. Namun tentang hati yang senantiasa menerima dan berbaik sangka.


REFERENSI
Eka Sari Setianingsih. 2018. Wabah Gaya Hidup Hedonisme Mengancam Moral Anak. Jurnal MALIH PEDDAS. 8(2).139-149.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun