Mohon tunggu...
Ibu Muda
Ibu Muda Mohon Tunggu... lainnya -

Ibu Muda dikelola oleh Suwadi Sri Peni, Singapura; Eni Mardiyanti, Kudus; Dwi Indah Agustin, Denpasar;

Selanjutnya

Tutup

Money

Pecat Buruh/Pekerja yang Suka Demo dan Mogok Kerja

11 November 2013   13:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:18 1605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hubungan manusia dengan kerja sifatnya alami. Manusia dilahirkan untuk bekerja sebab hanya dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tersedia di alam dan untuk menikmatinya manusia harus bekerja karena semua yang tersedia di alam itu tidak semuanya siap untuk di konsumsi. Melainkan harus diolah terlebih dahulu, dalam prosesnya melibatkan banyak sumber daya manusia. Hubungan manusia dengan pekerjaan sifatnya khusus karena perjanjian kerja melahirkan hubungan kerja dipengaruhi oleh kepentingan para pihak baik para pihak pengusaha ataupun pihak pekerja.

Secara umum pengusaha maupun pekerja adalah para pihak yang secara bersamaan mempunyai kepentingan terhadap kelangsungan usaha perusahaan. Kepentingan ini menghendaki keduanya saling berhubungan. Keserasian hubungan termanifestasi pada kepuasan masing-masing pihak dalam memenuhi kepentingan usahanya.[1]

Dengan demikian kerja adalah suratan hidup bahkan dapat dikatakan kerja adalah keharusan alami. Dalam perkembangannya hubungan manusia dan pekerjaan sifatnya khusus karena perjanjian kerja melahirkan hubungan kerja. Hubungan manusia dan pekerjaan bersifat khusus, karena perjanjian kerja yang melahirkan hubungan kerja dipengaruhi oleh kepentingan semua pihak.[2]

Pembangunan ketenagakerjaan mencakup banyak dimensi dan keterkaitan antara tenaga kerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat sehingga diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif. Pengaturan tersebut antara lain mencakup perencanaan tenaga kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial, peningkatan perlindungan tenaga kerja serta peningkatan produktifitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia. Hukum ketenagakerjaan merupakan hukum yang tumbuh sejak revolusi industri sebagai alat perlindungan bagi orang-orang yang bekerja untuk dikerjakan oleh orang lain didalam hubungan kerja sehingga akan timbul hak dan kewajiban dan oleh sebab itu memerlukan pengaturan yaitu lingkup hukum ketenagakerjaan yang membatasi diri dari aturan yang menyangkut pekerjaan setiap orang dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.[3]

Alternatif lain untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia dengan penempatan tenaga kerja di luar negeri.[4] Dalam hal penempatan tenaga kerja tersebut sudah barang tentu tidak dapat dilakukan secara sederhana seperti penempatan kerja yang dilakukan di negara kita sendiri, oleh karena itu tanpa bekerja kehidupan manusia mustahil dan manusia sebagai makhluk pekerja atau sebagai pembuat alat tidak dapat bekerja sendirian untuk menghidupi dirinya melainkan harus bekerja sama dengan manusia lainnya yaitu adanya majikan atau pengusaha dan buruh atau pekerja.

Kedudukan dan peranan tenaga kerja didalam pelaksanaan pembangunan nasional sangat penting baik sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai tujuan pembangunan, oleh karena itu diperlukan peningkatan kualitas tenaga kerja untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangan zaman serta peluang pasar di dalam dan luar negeri untuk mencapai pembangunan nasional.[5]

Dalam melaksanakan pekerjaan perlu adanya perjanjian kerja bersama, persetujuan perburuhan kolektif, persetujuan perburuhan bersama.[6] Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 21, perjanjian kerja bersama adalah sebagai suatu perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat buruh atau serikat-serikat buruh yang telah didaftarkan pada kementerian perburuhan dengan majikan atau perkumpulan majikan, yang berbadan hukum yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Sudah sejak lama pemogokan dikenal sebagai akibat timbulnya perselisihan perburuhan terutama perselisihan kepentingan antara buruh dan pengusaha sejak pemerintahan Hindia Belanda hingga sekarang ini pemerintah yang berkuasa di Indonesia pernah melarang secara mutlak mogok dan lock out pada perusahaan.

Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.[7] Mogok kerja dapat mengganggu ketentraman umum dan mengacaukan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia, ajakan untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung harus dilakukan dengan tidak melanggar hukum. Apabila mogok kerja dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mogok kerja tersebut mengakibatkan tindakan subversi dengan cara melarang para pekerja atau buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

Sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain maka merupakan suatu hal yang wajar jika dalam interaksi tersebut terjadi perbedaan paham yang mengakibatkan konflik antara satu dengan yang lain karena merupakan sesuatu yang lumrah maka yang penting adalah bagaimana meminimalisir atau mencari penyelesaian dari konflik tersebut sehingga konflik yang terjadi tidak menimbulkan ekses-ekses negatif demikian halnya dalam bidang perburuhan dan ketenagakerjaan meskipun para pihak terlibat didalamnya sudah diikat dalam perjanjian kerja namun terjadi konflik tetap tidak dapat dihindari.[8]

Pada dasarnya semua pihak baik pengusaha, pekerja, pemerintah maupun masyarakat secara langsung atau tidak langsung mempunyai kepentingan atas jalannya setiap perusahaan bagi setiap pekerja, perusahaan merupakan tempat untuk berkarya dan berbakti, sekaligus sebagai sumber penghasilan dan penghidupan kalau misalnya suatu perusahaan terpaksa harus ditutup maka bukan saja pengusaha yang kehilangan modalnya tetapi juga seluruh karyawan akan kehilangan pekerjaannya dan sumber penghidupannya.

Di dorong oleh adanya kepentingan yang sama antara pengusaha dan karyawan atas jalannya perusahaan dan dengan adanya keterlibatan keduanya dalam proses produksi maka timbullah hubungan antara pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja hubungan tersebut dinamakan hubungan industrial.

Perusahaan bagi pemerintah mempunyai arti yang sangat penting karena perusahaan betapapun kecilnya merupakan bagian dari kekuatan ekonomi perusahaan yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Perusahaan merupakan salah satu sumber dan sarana yang efektif untuk menjalankan kebijaksanaan pembagian pendapatan nasional oleh karena itu pemerintah mempunyai kepentingan dan ikut bertanggung jawab atas kelangsungan dan keberhasilan setiap perusahaan.

Untuk itu pemerintah melalui peraturan perundang-undangan, kebijaksanaan fiskal dan moneter, kebijaksanaan produksi dan distribusi, ekspor dan impor, ikut mengendalikan perusahaan, mengawasi dan melindungi, menyediakan fasilitas, menciptakan kondisi yang mendorong bagi pertumbuhan perusahaan, menciptakan kedamaian atau ketenangan kerja dalam perusahaan.

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 151 ayat (2) dalam hal segala upaya telah dilakukan tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh atau dengan pekerja atau buruh apabila pekerja atau buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh. Tujuannya adalah untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang timbul antara pihak pengusaha atau majikan dengan pekerja atau buruh  yang dalam hal ini penyelesaian permasalahan tersebut diwakilkan kepada serikat pekerja yang ada atau berdiri di suatu tempat pekerja dalam penyelesaian permasalahan tersebut akan dilaksanakan pada tingkat bipartit.[9]

Hubungan industrial sebagai suatu sistem sangat tepat untuk dilaksanakan di negara Indonesia karena berlandaskan falsafah bangsa. Hubungan industrial pada dasarnya dikembangkan dari semangat kegotong royongan dan kebersamaan diantara pelaku proses produksi serta semangat musyawarah untuk mencapai mufakat. Hubungan industrial menghindari atau tidak mengenal adanya konflik atas perbedaan kepentingan.[10]

Lembaga kerjasama Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja atau buruh.[11]. Lembaga kerjasama tripartit adalah forum komunikasi konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha serikat pekerja atau serikat buruh dan pemerintah.[12] Untuk memecahkan masalah bersama dibidang ketenagakerjaan didirikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan kotamadya. Lembaga ini bertujuan menjadi wadah pengembangan gagasan kerjasama yang serasi antara pemerintah dan pengusaha guna mewujudkan hubungan industrial, meningkatkan produksi dan produktivitas serta perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan hasil-hasil dalam pembangunan dalam rangka pemantapan ketahanan nasional.[13]

Berdasar paparan di atas, maka jika perusahan, yang pekerjanya (dalam kondisi tertentu, bukan haid, sakit, atau gangguan fisik, psikologis lainnya) suka tidak masuk, modok, termasuk sering meninggalkan tugas-kerja untuk ikut demo, maka lebih baik dipecat atau phk. Terutama, mereka yang mogok dan demo tersebut, bisa dikatakan tidak menghargai serikat pekerja (yang di/dalam perusahan atau ada di tempat ia bekerja) dan lembaga Bipartit dan Tripartit yang dibentuk untuk menemukan solusi terhadap masalah pekerja.

Hal-hal mengenai buruh-pekerja, bukan diselesaikan di Jalan Raya, Lapangan dengan teriak-teriak atau melakukan aksi-aksi yang justru menurukan aktivitas kerja/pabrik/perusahan; jika itu yang dilakukan atau sering dilakukan, maka yang terjadi kerugian.

Siapa yang mau perusahan, pabriknya rugi!?

[1] G. Kartasapoutra dan Rience G. Widianingsih. Pokok-pokok Hukum Perburuhan, ed. 1, Cet 1, (Bandung: Amrico Bandung, 1992), hlm. 3.

[2] Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Hukum Perburuhan di Indonesia, Cet 3, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 25.

[3] Ibid.

[4] Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan Ed. 1. Cet, 1. (Jakarta: Sinar Grafika,2009), hlm. 1.

[5] Ibid., hlm. 3.

[6] Fx. Djumialdi dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila 1987, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 10.

[7] HP Rajagukguk, Penggunaan Hak Mogok dan Lock Pout di Perusahaan Swasta, (Bandung: PT. Mandar Maju, 1990), hlm. 35.

[8] Djumadi, Kedudukan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Dalam Hubungan Industrial Pancasila Ed. 1, Cet. 1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 7.

[9] Chandra Suwondo, Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia, (Jakarta: PT. Alex Komputindo, 2003), hlm. 20.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun