Mohon tunggu...
Melina Purnomo
Melina Purnomo Mohon Tunggu... Financial wealth consultant - Penulis , Pemerhati ekonomi termasuk non-fiksi yang di jejalnya.

Saya seorang penulis lepas n(artikel, resensi buku) pengajar privat inggris dan mandarin,penikmat film, pemain musik piano, gitar dan harmonika amatir dan penyanyi amatir tentunya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wanita Buruh yang Mengalahkan Dunia dengan Gelar Sarjana "Cumlaude"

12 Maret 2018   16:16 Diperbarui: 12 Maret 2018   16:19 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita bisa dengan pasti dan tujuan yang sangat terarah untuk mendapatkan pendidikan yang mumpuni seperti  layaknya Heni Sri Sundani, anak seorang buruh  tani ini. 

Wanita biasa yang tidak menjadi wanita yang tak biasa. Anak desa begitulah mungkin kalau kita mendengar awal-awal ceritanya. Banyak suka duka yang harus dihadapinya di awal dia harus bertahan hidup demi pendidikan yang diusahakannya. 

Wanita ini lahir dari kota atau desa ciamis yang mana pendidikan sangat atau masih minim yang ada. Terlahir dari orang tua yang broken home dan sejak kecil dia akhirnya di titipkan kepada neneknya seorang diri dan dimulailah penderitaan rakyat jelata untuk memulai dengan yang namanya pendidikan. Akankah dia berpangku tangan atau menyerah begitu saja dengan yang namanya pendidikan. 

Ternyata wanita kecil manis ini tidaklah seperti yang kita kira. Karena dari penderitaan yang dimilikinya dia malah menghasilkan atau memikirkan pihak-pihak yang sepihak dengannya untuk dapat lebih maju lagi. Inilah masalah krusial yang selalu dialami oleh bangsa Indonesia dimana masyarakat Indonesia yang minim finansial sebenarnya mendapat perlakuan yang sama untuk mengenyam pendidikan. Biar tokoh Heni Sundani begitu biasa dia diasapa ini  bukan hanya menjadi bias tokoh seorang diri yang maju untuk terus memberikan pendidikan yang sebaik yang harus diterima layaknya yang berada di level yang atas juga.

Heni bila diberikan kesempatan untuk menceritakan apa yang menjadi cita-citanya dia tetap dengan lugunya bahwa ia hanya dari rakyat jelata yang beruntung. Jarak tempuh bukan menjadi alasan bagi kita untuk mengusahakan apa yang seharusnya kita dapatkan akan tetapi apakah cita-cita kita akan terus ada di kepala kita kelak. Biar pertanyaan dan jawaban itu yang terus akan kita perjuangkan sampai kapan pun dan tentunya kita belajar dari semangat juang dari Bu Heni ini.

Kepeduliannya terhadap kaumnya yang memiliki nasib yang sama dengannya, membuka mata hatinya bawa ia akan mengusahakan yang terbaik untuk bidang pendidikan untuk kaum "bawah". 

Heni sangat menginspirasi penonton dan crew liputan 6 saat acara Inspirato- Liputan 6, 20 July 2017. Dari sejak dia mengenyam pendidikan di sekolah dasar dia harus diharuskan apakah dia mau untuk menempuh jarak selama berjam-jam untuk dapat sampai ke seberang desanya. Dimana desa yang dia diami yaitu Ciamis masih sangat minim dengan yang adanya pendidikan yang merata. Karena itu dikatakan olehnya sudah dari sd yang ada Ibu Heni ini sudah berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang semestinya dia dapatkan tanpa berusaha untuk mengeluh sedikitpun. Bagaimana dengan kita sekarang ini? Dengan adanya fasilitas yang serba berkecukupan untuk saat ini masihkah kita tidak mempergunakan dengan sebaik-baiknya pendidikan yang telah kita dapatkan sampai saat ini?

 Masih  tetap belum terlepas ketika dia sudah menyelesaikan pendidikannya setelah SD dan tetap harus menikmati penderitaanya. Apakah Bu Heni akan menyerah begitu saja lagi-lagi? Jawabannya tentu tidak Heni tetap menikmati untuk menempuh perjalanan kaki setiap harinya ke Sekolah Menengah Pendidikan selama 3 tahun. 

Heni tergolong orang yang tidak banyak berbicara dan mempunyai banyak teman. Karena mungkin dalam benak kecilnya ia malu mengakui berasal dari orang yang tidak berada dan tidak ada yang  mau berteman dengannya. Karenanya ia selalu berteman dengan buku-buku yang ada di dalam perpustakaan di jam istirahat. Buku-buku yang dibacanya juga bukan sembarang buku yang pada kebanyakan orang membacanya. 

Heni sudah terbiasa sejak kecil membaca buku-buku orang ternama seperti N.H Dini dan lain sebainya. Bayangkan saja anak yang masih berusia anak seusia 12 tahun sudah terbiasa dengan buku bacaan berat seperti itu. Ternyata manfaatnya sangat terasa setelah itu. Heni pun sangat bersyukur karena pendidikan pasif yang dia dapatkan saat itu.  

Menginjak lulus dari sekolah menengah pendidikan itu ; jarak yang harus ditempuh Heni bukan main-main. Sepertinya kalau dijumlah waktu yang akan ditempuhnya akan menghabiskan setengah dari setiap harinya. Karenanya dia berniat untuk menyewa seadanya sebuah kamar selama dia bersekolah di sma. Itu pun uang makan sehari-harinya sewanya harus di simpan sedemikan rupa agar bisa disisakan untuk membayar sewa rumahnya per bulannya. 

Heni pun semakin gigih untuk dapat menyelesaikan pendidikannya di sma tentunya. akhirnya ia pun selesai sma selama 3 tahun tetapi ternyata ada pilihan yang tersisa setelah itu. Apakah dia tidak akan mempergunakan ijazahnya ataukah yang sebalilknya ia akan menyelesaikan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Yang ada di benaknya dia masih mempunyai seorang emak yang masih harus ia urus. 

Heni semenjak kecil hanya diurus dengan seorang emaknya. Ia sepertinya berada di dalam dilemma yana harus ia putuskan. Tetapi dengan berat hati dengan membawa cita-citanya yang sudah ia pendam dalam hati bahwa ia harus dapat menempuh pendidikan setinggi-tingginya bukan karena ia berada di dalam ruang lingkup orang miskin.

Heni pun akhirnya berangkat dan memutuskan menjadi seorang TKI di Hong kong. Di sinilah dimulai pengalaman baru yang akan ia tempuh. Pelajaran bahasa Inggris yang ia peroleh selama dia bersekolah tidak dipakainya karena kebanyakan orang Hong Kong tidak bisa berbahasa Inggris apalagi majikannya sendiri. Heni pun tetap berniat agar dapat menyelesaikan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah. 

Ini tidaklah mudah karena seperti yang kita ketahui Heni bekerja sebagai seorang TKI dan waktu luang yang dimilikinya hanyalah pada saat week end saja. Betapa berat pekerjaan yang harus ditempuh seorang anak buruh tani ini. Tetapi justru itulah yang menjadikannya cambuk agar ia dapat menempuh pendidikan yang ia cita-citakan setinggi mungkin. Akhirnya yang ia cita-citakan dengan pantang menyerah begitu saja pun tercapai dimana ia berhasil lulus dengan predikat cum laude di universitas saint. Marry. Bisa kita bayangkan seorang buruh tani dapat berhasil lulus dengan predikat cum laude bukankah predikat yang bisa dibanggakan

Terlebih dari itu ketika ia berusaha untuk memberi tahu kepada emaknya yang sudah sekian lama ia tidak bertemu. Emaknya hanya bisa membalas apa yang kau maksuda dengan sarjana Neng Heni? Seperti yang diuraikan sebelumnya emaknya juga orang yang buta huruf yang tidak pernah mengenyam pendidikan yang layak. 

Heni adalah anak tidak pernah mengenal siapakah orang tuanya sebenarnya sejak ia baru menginjak usia satu tahun. Justru dari situlah ia berniat dengan sekuat tenaga untuk membuktikan dirinya sebagaimana yang seharusnya dia dapat dapatkan. Lalu apakah yang kita dapatkan dari seorang Heni yang sudah membuat nama harum bangsa Indonesia? 

Apakah kita akan sama tetap berpangku tangan saja ataukah berusaha paling tidak menyeimbangkan pendidikan yang kita punyai dengan Heni? Jawabannya ada ada di dalam diri kita sendiri dengan pembuktian yang kita lakukan sebisa yang kita bisa. Heni hanyalah seorang heni kalau ia tidak mengusahakannya semampu dan segigih yang seharusnya ia lakukan. Lalu apakah yang ia lakukan selanjutnya dengan gelar cum laude yang ia miliki dan gelar sarjana yang ia punyai? 

Heni tentunya sangat bangga dengan gelar sarjana Cum laudenya. Dengan gelar yang ia punyai tentunya dengan mudah ia bisa melamar pekerjaan dengan mudahnya di Hong kong di negara tempat ia mengadu nasibnya. Tetapi jalan yang ia pilih sangatlah berbeda dan sangat mulia yang ada. Heni memilih untuk pulang ke kampung halamannya dimana ia tentunya sudah sangat rindu dengan emaknya yang sudah sekian lama ia tunggu untuk pulang sebelum ia memutuskan untuk bekerja di Hong kong. Sesaat Heni teringat dengan perkataan emaknya cepat pulang neng Heni karena umur emak tidak ada yang bisa menebak. Sepertinya perkataan emak ini yang sangat menyentuh hati Heni dan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya dan menggapai cita-cita termulianya menjadi seorang guru.

Di sini kita bisa lihat lagi lebih dalam betapa baik dan mulianya hati seorang wanita yang masih  tergolong belia ini. Karena ia merupakan anak dari buruh ia pun berniat dan berusaha untuk membantu menggangkat taraf pendidikan anak-anak dari para buruh tani pada umumnya. Sampai pada suatu titik ketika dia menunggu agar ayah dan ibunya datang di saat dia diwisuda pun ibu dan bapaknya tidak datang bahkan emaknya yang buta huruf saat di kabari olehnya kalau ia akan menjadi sarjana malah kembali menanyakannya apa itu sarjana? Emaknya yang buta huruf itu hanya dapat mengatakan agar cucunya dapat cepat pulang karena waktu yang dipunyai oleh emaknya tidak terlalu banyak lagi. Begitulah kira-kira jalan pikiran dari penduduk yang biasa saja yang tinggalnya di perkampungan. 

Dari cerita yang tentunya menginspirasi semoga dapat kita rasakan manfaatnya. Bahwa jika anak buruh tani yang berjuang di sepanjang perjalanan hidupnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Bagaimana dengan kita semua yang sudah mendapatkan pendidikan yang sangat layak tapi tidaklah kita gunakan sebaik-baiknya untuk masa depan kita sebaik mungkin. 

Gelar dan pendidikan yang kita punyai bisa saja setinggi langit tapi bagaimana cara kita menginspirasikannya kepada masyarakat luas. Biar Heni sundani tidaklah menjadi seorang diri saja yang dapat menginspirasi dan membuka wawasan luas kita agar kita terus mengejar cita-cita setinggi apapun itu. Buktikan dengan kemampuan dan kegigihan gigih kita agar kita bukan pendengar saja akan tetapi kita terus dapat melakukan sebaik yang kita bisa.

Dipaparkan lebih lanjut oleh Heni selanjutnya sesaat setelah pasca dia mendapatkan gelar sarjananya.Tetapi dari gelar sarjana nya itu ia menjadi sangat bangga dan dapat dikembangkan ke hal yang lebih lagi. Kita mungkin punya banyak sekali alasan untuk gagal ; menyerah atau tidak mau mengusahakan keinginan yang menjadi cita-cita kita. Tetapi apakah itu yang akan kita jadikan alasan untuk menyerah begitu saja?  Heni menjelaskan lebih lagi bahwa bagaimana start poin yang sudah diberikan kepada kita semua. Jangan pernah menyerah semudah yang kita pikirkan. Karena itu akan yang menjadikan alasan kita saja. 

Apakah kita sudah memikirkan kontribusi seperti apa yang sudah kita berikan kepada negara ini? Dedikasi kita ini untuk siapa sebenarnya? Untuk siapa hidup kita ini? Tujuan atau niat kita jangan hanya untuk diri kita sendiri tetapi lebih ke orang lain. Saat ini yang ada di benak kita dari sebagian kita setelah kita lulus sekolah nanti akan menjadi apakah kita? Bukan untuk siapa dan untuk apakah sebenarnya nanti kita akan bekerja? Pertanyaan ini yang sangat jarang sekali disampaikan da dan ada di benak kita sekalian. Tetapi sangat berbeda dengan apa yang ada di benak Heni. 

Dia mempunyai quotes yang sangat bagus sekali yang dapat kita pikirkan baik-baik yang masih merasa di bawah titik kemiskinan. Dia mau berbagi dengan sesamanya yang isinya seperti ini : Saya mau berbagi dengan sesama karena bukanlah dia memiliki banyak akan tetapi dia sangat tahu bagaimana rasanya tidak memiliki apa-apa. Kekuatan dari kalimat motivasi yang selalu dipegangnya inilah yang selalu menjadikan dirinya landasan kuat untuk selalu berbagi sepertinya. 

Dari seorang buruh tani biasa yang kebiasaan sehari-harinya meskipun bukan di ladang saja. Akan tetapi berbeda sebaliknya bahwa dia sangat haus dengan pendidikan dan selalu berusaha mengejar pendidikan yang ada di depan matanya apa pun harga yang harus dicapainya. Berjalan kaki sehari dengan jarak total 4 jam selama dia bersekolah di smp pun sudah dijalaninya apalagi yang belum kalau begitu? Harusnya pertanyaan ini yang kita tanyakan pada diri kita masing-masing. Sudahkah tekad bulat kita sebesar dari Heni ? kalau belum teruslah tebarkan semangat terbaikmu agar apa yang kita punyai kalau bukan pendidikan yang sebaik-baiknya jangan sampai kita dikalahkan oleh tekad dari Heni yang hanya seorang buruh tani ini.

Semoga perjalanan hidup dan tentunya yang terus membara ini bukanlah kisah yang asal lewat saja sekelebat di dalam kehidupan kita. Tetapi tentunya dapat memberikan rasa positif yang terus dapat menginspirasi kehidupan kita. Masih banyak perjuangan yang tentunya masih terus kita harus kejar. Dari pertanyaan yang coba di jawab oleh Heni yaitu jika kita di pihak wanita apakah kita masih diberikan kesempatan untuk dapat menuntut ilmu jika menjadi seorang istri nantinya. 

Dengan bijaksana pula Heni memberikan opninya yaitu wanita masing-masing nantinya di dalam keluarganya akan menjadi guru bagi anak-anaknya pastinya. Oleh karena itu alangkah baiknya jika wanita mempunyai porsi pendidikan yang sepadan yang nantinya dapat di aplikasikan untuk kehidupan pendidikan untuk buah hati terbaiknya pastinya. 

Jika wanita tidak mengikuti sampai pada taraf mana pendidikan yang sedang berlangasung di Indonesia katakanlah akan jadi seperti apa anak-anak nya sendiri? Menurut Heni pula bahwa Wanita yang berpendidikan tinggi akan mempunyai nilai plus tersendiri di mata suaminya dan tentunya akan lebih dihargai oleh keluarga suami dan dirinya sendiri. Menurut Heni pribadi bahwa pendidikan itu tidak dapat ditukar halnya oleh apapun juga. Karena sampai sekarang ini pendidikan yang baik dan sesuai untuk wanita harus tetap diperjuangkan dan diterima oleh kayalak umum. Kita lihat dengan kepala mata kita sendiri bahwa menteri yang ada di Indonesia sebagai contoh nyata nya bagaimana kita tidak bangga kita memiliki dua orang ibu menteri. 

Mereka adalah Ibu Sri Mulyani yang pernah bekerja di World bank dan tentunya yang tidak kalah terkenalnya yaitu Ibu Susi Muljati yang mempunyai keras yang sangat dibanggakan oleh Indonesia. Jadi kurang lebih seperti itulah alasan kita sebagai wanita agar dapat menuntut pendidikan yang layak bagi diri kita sendiri paling tidak dan kita tahu untuk apakah nantinya pendidikan yang akan kita tuntut itu. Tentu pendidikan itu akan dapat membanggakan paling tidak untuk ayah dan ibu kita dan keluarga kita sendiri. 

Heni menuturkan bahwa masalah terbesar yang ada sampai sejauh ini yaitu diri kita sendiri dan kita harus bisa mengalahkan rasa itu sampai kapan pun juga. Hal menginspirasi dan di inspirasi sebenarnya sangatlah mudah jika kita bisa menebar rasa terbaik yang kita miliki kepada sesama kita. Jangan pernah menganggap diri orang lain lebih rendah dan diri kita yang paling baik lalu kita tidak mau melakukan pendekatan terhadap orang lain itu. Justru kesalahan ada di cara berpikir kita terus melakukan yang terbaik dan kemudahakan akan diberikan sebaiknya yang dapat kita lakukan kepada orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun