Mohon tunggu...
Meliana Chasanah
Meliana Chasanah Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Writer

Far Eastern Muslimah

Selanjutnya

Tutup

Money

Jeratan Pajak Memalak Rakyat

23 Juni 2021   19:55 Diperbarui: 23 Juni 2021   20:03 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict by : pajakku.com

Oleh : Meliana Chasanah

Ada yang berkata, "orang bijak taat pajak". Slogan tersebut nyatanya tidak relevan dengan kebijakan baru dari pemerintah terkait PPN dari sembako hingga sektor pendidikan. Meskipun masih berupa wacana dalam bentuk draft RUU KUP, tapi sudah membuat publik heboh oleh kebijakan tersebut.

Wacana yang tertuang dalan Revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1982 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Mengutip draft RUU, sembako yang dikenakan PPN antara lain adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, serta gula konsumsi.

Di dalam RUU KUP juga telah menghapus beberapa barang tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai pajak. Dari hasil tambang yang dimaksud tidak termasuk hasil tambang batubara.  Pemerintah juga menambahkan jasa baru yang akan dikenai PPN.

Di antaranya, ada jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pegiriman surat dengan perangko, jasa keuangan serta jasa asuransi. Ada pun jasa pendidikan, jasa penyiarann yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan Wesel Pos. (Kompas.com, 20/06/2021)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan hingga kini isi RUU KUP tersebur belum dibacakan dalam rapat paripurna DPR. Menurutnya, berdasarkan sisi etika politik, ia masih belum bisa menjelaskan kepada publik sebelum dibahas dengan DPR.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah saat ini fokus memulihkan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Ia pun menegaskan, kebijakan menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako dan pendidikan tidak akan diterapkan pada tahun ini, sebab masih belum dibahas oleh DPR. (Kompas.com, 20/06/2021)

Yustinus menambahkan, pengenaan PPN barang atau jasa tertentu adalah salah satu cara pemerintah mereformasi sistem perpajakan supaya lebih adil dan tepat saasarn. Subsidi PPN untuk saat ini tak hanya menyasar kalangan miskin, tetapi juga kelompok kaya. Bila disetujui DPR, kelompok kaya akan menjadi subjek PPN dan menyubsidi kelompok miskin.

Di manakan letak keadilan yang dimaksud? Menarik pajak yang disamaratakan untuk semua rakyat membayar pajak? Jika dilihat faktanya, rakyat Indonesia yang palin rajin membayar pajak untuk negeri ini. PPN sembako dan pendidikan sejatinya merusak keadilan yang sesungguhnya. Rakyat dipaksa dengan membayar pajak, kalangan orang-orang kaya justru mendapatkan tax amnesty dan diberi relaksasi.

Rencana penarikan PPN untuk sembako jelas sangat memberatkan rakyat. Tanpa PPN pun, harga sembako sudah fluktuatif. Seringkali naik, tapi jika sudah naik, harganya sulit turun. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sembako dikenai pajak? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun