Mohon tunggu...
Meliana Chasanah
Meliana Chasanah Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Writer

Far Eastern Muslimah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akan Dibawa ke Mana Arah Politik Koalisi Partai Islam dalam Sistem Demokrasi?

30 April 2021   17:40 Diperbarui: 30 April 2021   17:51 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Meliana Chasanah

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra telah menangkap sinyal di balik pertemuan antara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) beberapa waktu lalu. Ia menganggap saat ini adalah momen yang tepat bagi partai Islam bersatu membentuk poros tengah jelang konstelasi politik 2024. 

Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Alhasbyi menanggapi hal itu dan menyatakan, "PKS prinsipnya partai yang memiliki visi rahmatan lil alamin. Kami akan menyambut siapa pun yang akan bergabung dengan kami dan kami akan menyatukan kerja sama besar dengan partai lain. Peluang membentuk koalisi sangat mungkin karena waktu masih panjang." 

Wacana koalisi partai Islam untuk Pilpres 2024 rupanya mengundang respons dari beberapa partai. Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi dengan tegas menyatakan pihaknya tidak akan bergabung dalam rencana koalisi partai Islam yang digagasi oleh PKS dan PPP tersebut. Menurutnya, simbol agama tak perlu dibawa-bawa dalam politik Indonesia, karena dapat menyebabkan keretakan kohesivitas sosial dan dapat mengganggu integrasi nasional dan memunculkan antitesis poros lain yang berbasis nonagama. Dia pun mengatakan, bahwa kondisi semacam ini tentu ahistoris dan tidak produktif bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Sementara, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menganggap wacana koalisi partai Islam kontraproduktif dengan upaya rekonsiliasi nasional dan justru akan memperkuat politik di Indonesia. Wacana tersebut muncul karena kepanikan partai-partai Islam yang ditinggalkan pendukungannya dan tak ubahnya bentuk sikap pragmatis jika untuk persiapan jelang pilpres yang akan datang. (News.detik.com, 27/04/2021)

Direktur Parameter Eksekutif Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai jika koalisi partai Islam hanyalah romatisme belaka, bahkan sulit terwujud. Gus Dur pernah berhasil menjadi presiden poros Islam, tetapi mereka juga yang menurunkan Gus Dur di tengah jalan. Sulit diwujudkannya koalisi partai Islam disebabkan oleh ego sektoral antarpartai. Upaya koalisi partai kerap muncul menjelang pilpres, tetapi kandas bahkan sebelum dimulai. Penyebabnya karena perbedaan mahzab partai dan dominannya kepentingan politik praktis.

Faktanya, politik praktis berorientasi pada kekuasaan yang mendominasi pada partai di Indonesia. Tanpa terkecuali partai Islam di dalamnya. Partai tanpa memiliki dasar ideologi hanya mengakibatkan partai disibukan dengan berbagai kepentingan, termasuk kepentingan pimpinan partai. Bahkan berbagai pihak bisa menungganginya termasuk korporasi. Jika terjadi koalisi, eksistensinya akan sangat rapuh. Kekuatannya akan terbentuk jika memiliki kepentingan yang sama. Namun, akan terpecah bila terdapat kepentingan yang berbeda. 

Awalnya, memikirkan persoalan umat dan menyuarakan aspirasi umat, partai justru hanya menjadi alat kekuasaan bagi elit penguasa. Begitulah realita yang tidak bisa dielakkan dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, mustahil terjadinya koalisi partai Islam dalam sistem demokrasi yang mengusung kepentingan Islam dan umatnya.

Koalisi partai Islam jelas akan dihalang-halangi karena identitas politik Islam, yang merupakan musuh bagi demokrasi serta bertentangan dengan kapitalisme sekularisme. Menurut Thomas - Meyer, parpol memainkan peran yang menentukan dalam sebuah sistem demokrasi modern dan merupakan pilar utama dalam pranata sistem politik. Parpol menerjemahkan nilai dan kepentingan suatu masyarakat dalam proses dari bawah ke atas. Sehingga nilai dan kepentingan dari masyarakat suatu masyarakat itu menjadi rancangan undang-undang negara, peraturan-peraturan yang mengikat, dan program bagi rakyat. Jadi, partai apa pun, termasuk partai Islam memiliki posisi yang sama, yaitu menjaga sistem demokrasi. Untuk berjuang menegakkan Islam dan mewujudkan kemaslahatan umat Muslim hanya sekadar utopi.

Mendirikan partai politik merupakan fardu kifayah. Itu artinya suatu kewajiban akan gugur jika sebagian kaum Muslim telah melaksanakannya secara sempura. Allah Swt. memerintahkan umat Muslim untuk mendirikan organisasi politik di kalangan kaum Muslim yang tujuannya untuk menyuruh berbuat makruf dan mencegah perbuatan munkar, serta mengoreksi pemerintah, sebagaimana firman Allah Swt., sebagai berikut :

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran : 104) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun