Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karena Bahasa

16 Maret 2023   21:19 Diperbarui: 16 Maret 2023   21:25 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hush! Orang mau belajar kok diketawain," omelku kesal.

Mas Budi menarik tanganku dan mengajakku duduk di kursi. Sepertinya kali ini akan ada pembicaraan serius antara aku dan mas Budi. Semoga kali ini rasa penasaran terjawab oleh lelaki itu.

"I love you. Itu artinya," jawabnya cengegesan. Tak menunggu lama bagi tanganku untuk mencubit pipinya. Gemas juga aku dibuat oleh lelaki ini. Mas Budi terlihat kesakitan dan aku pergi dengan senyum kesal.

***

Kuketuk pintu rumah bu Tanti yang sudah terbuka lebar. Rencananya, hari ini aku mulai ikut rewang di rumah bu Darmi. Seperti janjiku kemarin, kami akan berangkat bareng ke rumah bu Darmi.

"Ya Allah, Ibu sudah siap. Bentar, ya, Bu. Saya ganti baju dulu," ucap bu Tanti malu ketika melihatku. Aku duduk di teras dan menunggu bu Tanti berganti baju.

"Oh, iya, Ibu bawa pisau 'kan?" tanya bu Tanti. Ternyata, dia lupa membawa pisau. Bu Tanti lalu kembali masuk rumah.

"Sekali lagi maaf, ya, Bu," ucap bu Tanti kembali. Aku menganggukkan kepala dan kami pun menuju rumah bu Darmi.

Dari kejauhan, rumah bu Darmi sudah terlihat ramai. Anak-anak tampak berkeliaran dan berkejaran. Para lelaki sudah berkumpul untuk membuat panggung.

Aku dan bu Tanti langsung menuju dapur bu Darmi. Di sana para ibu sudah siap dengan pisau dan bumbu untuk dimasak pada hari itu. Rumah besar bu Darmi terlihat sumpek karena dijejali oleh para ibu yang ingin ikut membantu.

Berbagai bahasa asing di telingaku mulai terdengar. Semua orang memakai bahasa yang sama, yaitu bahasa Jawa. Aku terhenyak. Tak ada satu pun isi pembicaraan mereka yang dapat kumengerti. Sebab itulah aku lebih memilih duduk diam sambil mengupas bawang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun