Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Tuyul

12 September 2022   06:36 Diperbarui: 12 September 2022   07:23 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari terkini.id

"Halah, zaman sekarang mana ada tuyul, Bu!" tepis lelaki yang merupakan suamiku yang paling manis di dunia ini.

"Loh, Bapak enggak percaya. Bu Deni kemarin cerita uangnya hilang di lemari. Lalu, uwak Lela, yang biasa bantu-bantu masak di pernikahan juga kehilangan uang seratus ribu di setiap gepokan uang. Padahal uang itu akan digunakan untuk belanja bahan masakan di pernikahannya Wulan. Aduh, Pak. Kita mesti hati-hati kalau nyimpan uang, Pak." ucapku mengingatkan.

Bukannya membuat suamiku takut dan ikut berkomentar panjang, eh ... dia malah tertawa terbahak-bahak. Seketika suasana yang tadinya membuat bulu kudukku berdiri berubah menjadi kesal. Aku kesal, suamiku menganggap aku hanya mengada-ada cerita.

Baiklah, kuubah raut wajahku. Kuberikan muka cemberut dan mata melotot kepadanya. Lelaki itu memang pandai membuatku kesal.

"Bukan begitu, Bu," lelaki itu menghentikan tawanya.

"Bapak tahu perkara gaib itu memang ada. Soal si botak kecil, sebelumnya Bapak juga sudah mendengarnya dari pak Firman. Namun, kalau kita menyimpan uang dengan membaca bismillah, semua itu tidak akan terjadi," lanjut lelaki itu kembali.

Kesal di wajahku tidak bisa ditutupi dan sepertinya kerutan di wajahku kian bertambah setelah berbicara dengannya. Suamiku memang tipe yang selalu mengutamakan logika dibandingkan perkataan orang yang tidak jelas kebenarannya. Ya, dia lebih dari pesulap merah, yang menjadi musuhnya para dukun sedunia. Bedanya, lelaki ini hanya punya satu musuh, yaitu aku.

"Sttt ... jangan-jangan memang ada tuyul berbaju yang ambil, Bu," bisiknya tepat di telingaku sambil tersenyum tipis. Aku mendengus dan segera memalingkan wajahku. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu dan seolah-olah menertawakan semua yang kuucapkan.

"Lagian, kita enggak perlu takut, Bu. Tuyulnya enggak mau nyuri di rumah ini. Toh, rumah di sini enggak ada uang banyak. Ibu tenang aja deh. Insya Allah kita aman!" ucap lelaki itu disertai wajah cengegesannya. Kesal dengan sikapnya itu, aku buru-buru pergi menuju dapur. Meladeni lelaki itu membuatku tambah kesal saja. Aku harus berlari sebelum debat kusir di antara kami terjadi.

"Kalau udah kejadian, baru percaya," gerutuku.

Kejadian beberapa hari yang lalu membuatku tertegun. Perkataan suamiku benar adanya, setelah banyak kejadian hilangnya uang di perumahan kami, warga lalu bekerja sama menyelidikinya.

"Bu, sepertinya malam ini tuyulnya akan beraksi di rumah Ibu," ujar salah satu warga menanggapi ceritaku atas keberhasilan suamiku.

"Loh, kenapa?" Aku balik bertanya.

"Duh! Ibu kan baru cerita kalau suami Ibu baru dapat rezeki," balas perempuan itu.

Aku baru paham maksudnya. Dengan bergegas aku kembali ke rumah. Kudapati suamiku sedang menghitung 2 gepok uang merah. Dengan perlahan kucoba menarik 1 lembar tiap gepoknya. Namun, punggung tanganku ditepuk oleh seseorang.

"Bapak!" pekikku kaget, menoleh dan menatap matanya.

"Oh, jadi ini toh tuyulnya?" ucapnya dengan nada biasa.

"Kalau tuyul yang ini bukan hanya selembar yang diambil, pasti berlembar-lebar. Dah, ini segepok uang buat Ibu," ujarnya kembali diiringi wajah tersipu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun