Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Begini Cara Melakukan Uji Kulit pada Pasien Alergi Obat

16 Juli 2016   18:28 Diperbarui: 17 Juli 2016   17:55 6526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Obat sering disebut sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi memiliki manfaat dalam status kesehatan manusia, namun sisi yang lain kita berhadapan dengan efek samping obat tersebut. Efek samping obat terbagi menjadi 2 tipe, yaitu A dan B. Tipe A adalah efek samping yang dapat diprediksi, sebagai contoh ketika memberikan captopril untuk pasien darah tinggi, maka kita bisa memprediksi efek sampingnya yaitu batuk. Sedangkan tipe B adalah efek samping yang tidak dapat diprediksi. Alergi obat adalah efek samping yang tidak dapat diprediksi. Hal ini muncul karena tubuh menganggap obat sebagai alergen (zat yang bagi orang lain mungkin tidak berbahaya tapi bagi yang lain membangkitkan respon hipersensitivitas atau yang dikenal dengan alergi).

Alergi obat adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan akibat terjadinya reaksi hipersensitivitas obat dengan antibodi tubuh seseorang. Kejadian ini tidak dapat diprediksi dan merupakan kejadian yang selalu ingin dihindari oleh tenaga medis. Reaksi alergi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru di samping penyakit dasar yang diderita pasien, tetapi kadang-kadang dapat membawa maut. Kata ‘maut’ inilah yang menyebabkan petugas medis selalu berhati-hati dalam pemberian obat yang sering menyebabkan alergi, salah satunya adalah antibiotik agar tidak menjadi masalah bahkan menjadi tuntutan dari pasien.

Namun yang namanya dinamika perjalanan suatu penyakit, banyak kasus yang mengharuskan seseorang untuk diberikan antibiotik tetapi dia memiliki riwayat alergi banyak (multi) obat. Sebagai contoh sederhana, pasien dengan alergi berbagai antibiotik datang ke rumah sakit dalam keadaan infeksi berat. Kondisi umum lemah, demam tinggi dengan kriteria laboratorium menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan infeksi berat. Dalam hal ini, dokter mengalami pilihan dilematis dan tantangan tersendiri. 

Satu sisi pasien harus diberikan tindakan cepat karena sifatnya life treathening (mengancam jiwa) dengan salah satu terapinya adalah antibiotik, namun di sisi lain pasien memiliki alergi berbagai antibiotik di mana jika terjadi reaksi juga akan menyebabkan masalah baru bahkan kematian bagi pasien. Suatu tantangan tersendiri bagi tim medis di rumah sakit bagaimana caranya untuk menyelamatkan pasien sekaligus juga tetap bertindak hati-hati untuk keselamatan diri juga.

Alergi obat adalah efek samping obat yang tidak dapat diprediksi (Ilustrasi: shutterstock)
Alergi obat adalah efek samping obat yang tidak dapat diprediksi (Ilustrasi: shutterstock)
Kenapa Terjadi Alergi Obat?
Obat merupakan bahan atau zat kimia aktif yang telah diketahui efek, potensi dan cara kerjanya yang diberikan dengan tujuan merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Kadangkala pada tubuh manusia, zat atau bahan aktif tersebut dianggap sebagai benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sehingga memicu reaksi reaksi imunologis yang berlebihan dengan melepaskan antibodi atau endotoksin terhadap obat yang masuk tersebut. Salah satu jenis obat yang sering sekali menyebabkan reaksi adalah golongan antibiotik.

Reaksi alergi obat yang paling umum terjadi pada seseorang adalah gatal. Jikalau saja reaksi alergi obat yang terjadi hanya gatal, tentu tidak membahayakan bagi tubuh manusia. Tapi yang terjadi, reaksi alergi obat tidak hanya ringan, namun juga sampai menjadi berat yang dapat mengancam jiwa seseorang.

Untuk memudahkan tenaga medis dalam mengidentifikasi jenis alergi obat tersebut, digunakan klasifikasi Gell dan Coombs yang terbagi menjadi tipe I, tipe II, tipe III dan tipe IV.

Tipe I (Tipe Cepat)
Tipe ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat di mana kejadian klinis yang sering terjadi adalah sesak nafas (karena kejang saluran nafas/bronkus), urtikaria (gatal kemerahan kulit yang luas), angioedema (pembengkakan daerah tertentu biasanya wajah yang berlangsung tiba-tiba), sampai terjadi pingsan dan syok.

Kematian dapat terjadi karena syok yang disebut dengan renjatan anafilaktik yang terjadi dalam waktu 30 menit setelah pemberian obat. Penyebab tersering adalah penisilin, yaitu golongan antibiotik.

Tipe II dan III
Reaksi ini lebih lambat daripada tipe I karena pada tipe ini reaksi hipersensitivitas terjadi dari terbentuknya immunoglobulin (Ig) jenis M dan G oleh pajanan antigen dan juga oleh suatu reaksi kompleks imun yang mengaktifkan pertahanan tubuh yaitu pelepasan komplemen.

Reaksi yang terjadi antara lain demam, gatal-gatal dan kemerahan pada kulit, nyeri sendi, mual/muntah, pandangan mata kabur, gangguan ginjal dan gangguan pembuluh darah, di mana reaksi ini dapat terjadi dari beberapa jam sampai beberapa hari setelah obat masuk ke dalam tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun