Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Membaca Nyaring, Tidak Sederhana tapi Tidak Susah Juga

20 Januari 2020   11:09 Diperbarui: 20 Januari 2020   15:22 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca nyaring di Perkabu, Bekasi Utara (dokumentasi pribadi)

Seminggu yang lalu, tepatnya hari Sabtu (11 Januari 2020), aku mengikuti sebuah lokakarya bertajuk "Pelatihan Membaca Nyaring dan Pemanfaatan Pustaka Digital". Acara tersebut diselenggarakan di Perpustakaan Kota Bekasi.

Kala itu, seorang teman bertanya, "Ngapain sih ikut pelatihan begituan? Emang apa susahnya mbacain cerita?"

Aku kemudian berfikir, "Iya juga sih. Namanya membaca nyaring kan tinggal baca doang. Kalau harus mengarang cerita tuh, baru harus ada latihannya dulu."

Setelah 3 jam mengikuti pelatihan membaca nyaring bersama Bu Roosie Setiawan, aku jadi berubah pikiran. Ternyata membacakan nyaring itu tidak sesederhana yang aku kira, ya. 

Di awal paparannya, Ibu Roosie mengutip kata-kata dari Jim Trelease (penulis buku The Read Aloud Handbook), "Membaca nyaring adalah aktivitas sederhana, di mana kita menyisihkan waktu untuk membaca cerita, secara terus menerus yang berdampak membuat bisa mendengar, mau membaca, dan akhirnya bisa membaca."

Dengan tujuan semulia itu, kita tentu tidak bisa melakukan dengan sembarangan, kan ya? Kalau kata Gladwell di buku The Tipping Point, kita harus melakukan sesuatu yang memiliki faktor perlekatan supaya anak-anak tergerak untuk membaca. Lalu bagaimana cara membaca nyaring yang baik?

Pertama, orang yang mau melakukan membaca nyaring harus mempelajari terlebih dahulu buku yang akan dibacanya. Kita sendiri, harus belajar membaca dengan baik, mengetahui fungsi tanda baca, dan belajar mengatur intonasi. Yang paling penting, kita sendiri harus tahu bagaimana jalan cerita buku yang akan kita bacakan.

Saat membaca nyaring, kita tidak hanya membacakan cerita untuk anak dan anak tidak sekadar mendengarkan apa yang kita baca. Dengan tujuan untuk mengenalkan bacaan pada anak, artinya selama membaca kita juga harus memperlihatkan apa yang kita baca pada anak-anak. Sehingga kalau anak-anak mau membaca buku yang kita bacakan, dia tahu apa yang terjadi di ilustrasi yang mana.

Kita tidak cukup mengandalkan pendengaran anak-anak untuk menangkap apa yang kita sampaikan. Idealnya, membacakan buku menggunakan buku yang cukup besar dan buku dihadapkan ke anak-anak sehingga buku bisa dilihat dari jarak tertentu oleh pendengar. Pembaca nyaring juga harus memperhatikan posisinya.

Di Facebook, beberapa akun perpustakaan komunitas yang aku ikuti ada yang membagikan foto relawan yang sedang membacakan buku cerita anak tapi dengan cara seperti guru yang sedang membaca diktat pelajaran. Buku menghadap muka pembacanya dan anak-anak hanya mendengarkan apa yang mereka baca. Tampak di foto, ada anak-anak yang tidak fokus menyimak.

Kita perlu mengajak anak membuat prediksi-prediksi kecil berdasarkan sampul bukunya. Demikian juga ketika selesai membaca, kita ajak anak-anak untuk berdiskusi tentang isi bukunya, pengalaman anak-anak terkait isi buku, dan sebagainya. Intinya, kita mengajak anak menjadi seorang pembaca yang kritis terhadap bacaannya.

Berat, kan?

anak yang memberi tanggapan setelah menyimak cerita yang dibacakan (dokumentasi pribadi)
anak yang memberi tanggapan setelah menyimak cerita yang dibacakan (dokumentasi pribadi)
Nah, hari Minggu kemarin, aku mencoba membaca nyaring di Perpustakaan Kampung Baru, Bekasi Utara. Mentalku sempat turun ketika ada anak yang berkata, "kalau dibacain cerita nanti ngantuk." Aduh, gimana kalau ketika aku membaca cerita terus dicuekin?

Ternyata, kenyataannya tidak sesulit yang aku bayangkan. Ketika aku mulai menanyakan tentang sampul dan subjek cerita, anak-anak menjawab dengan cukup baik. Mereka menyimak apa yang aku baca. Mereka juga merespon pertanyaan dan komentarku. Seorang anak bahkan meminjam buku yang aku baca untuk dia baca sendiri.

Wah, menyenangkan ya?

Tentu saja untuk mencapai hasil yang maksimal, yaitu ketika anak-anak mau membaca sendiri dan termotivasi untuk bisa membaca, kita harus melakukan pembacaan nyaring secara berulang-ulang. Tidak cukup sekali.

Kesimpulanku, membaca nyaring adalah sebuah pancingan yang dilakukan seseorang supaya orang lain (dalam hal ini anak-anak) mau dan mampu membaca. 

Harus diakui, ini adalah tanggung jawab yang berat. Dengan membaca nyaring, kita membuat anak mampu untuk membaca tanpa anak ini di-drill latihan membaca. Sebelum anak itu mampu membaca, kita harus menumbuhkan kemauannya untuk membaca.

Ini yang kemudian seharusnya menjadi kesempatan bagi teman-teman yang mengelola dan aktif di perpustakaan komunitas. Dalam menyebar virus literasi, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan buku-buku untuk dibaca masyarakat. Teman-teman juga harus melakukan sesuatu supaya masyarakat tidak sekadar mengunjungi perpustakaan tapi juga bisa menjadi pembaca buku yang aktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun