Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendekatkan Buku ke Masyarakat Melalui Buku Berdesain Menarik

26 November 2019   13:41 Diperbarui: 26 November 2019   13:52 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kiri: buku Pernah Patah Hati tapi Tetap Bidadari kanan: Perihal Cinta Kita Semua Pemula (dokumentasi pribadi)

"Mbak, itu buku kumpulan esai atau gimana?" tanya seorang teman lewat pesan pribadi ketika aku membagikan tulisan tentang buku Pernah Patah Hati tapi Tetap Bidadari karya Bude Sumiyati.

"Bukan," jawabku. "Itu buku isinya kutipan berilustrasi penuh warna. Sebangsa sama Perihal Cinta Kita Semua Pemula."

"Kalau aku baca di Gramedia sambil berdiri bisa selesai baca?" tanyanya lagi.

"Bisa banget," jawabku.

"Kok ada yang mau beli buku kayak gitu sih, Mbak? Apa manfaatnya gitu? Dibaca 15 menit juga kelar."

"Buat koleksi lumayan, Kak. Bukunya bagus soalnya," jawabku.

Ingatanku kemudian melayang ke channel Youtube milik Puthut EA yang berjudul Unboxing Buku Diary Bude Sumiyati. Yang di-unboxing adalah box set dari buku tersebut.

FYI, Diary Bude Sumiyati itu adalah buku Pernah Patah Hati tapi Tetap Bidadari yang dibahas oleh temanku di awal tulisan. Nah, buku ini selain dijual satuan, dia juga dijual dalam bentuk box set. Isi box set tersebut selain buku terdapat topi, kaos, gantungan kunci, dan pernak-pernik lainnya.

Dalam video tersebut, Puthut EA menyinggung tentang strategi meningkatkan minat baca. Menurutnya, buku-buku semacam ini memang sedang menjadi tren. Sebuah buku yang berisi kutipan (lebih banyak membahas tentang cinta) tapi jenaka dan berilustrasi penuh warna sebetulnya adalah strategi bagus untuk mendekatkan buku pada orang-orang yang kurang suka membaca buku. Apalagi, penjualannya kemudian di-bundling dengan gimmick-gimmick seperti kaos atau semacamnya.

Kata-katanya Puthut EA masuk akal sih menurutku. Buat temanku, buku Pernah Patah Hati tapi Tetap Bidadari memang sepertinya kurang layak baca. Namun bukan berarti buku ini buruk. Cuma memang bukan temanku yang menjadi target pasar dari buku ini.

Temanku adalah seorang pembaca buku yang advance. Buku yang sehari-hari dibacanya adalah buku novel dengan alur cerita yang rumit atau minimal memiliki pesan moral yang penting. Kalaupun membaca buku nonfiksi, buku yang dibacanya adalah buku kumpulan esai atau buku-buku yang berisi tentang teori canggih. Bagi dia, buku yang isinya satu kalimat untuk 2 lembar adalah buku anak-anak yang sedang belajar membaca.

Secara konten, buku ini bukan buku untuk anak-anak. Tetapi kenyataan yang harus diterima adalah, tidak semua orang dewasa merupakan pembaca advance. Banyak dewasa muda yang memang tidak akrab dengan buku sehingga untuk pendekatannya, dibuatlah buku yang secara konten dewasa tapi didesain semenarik mungkin. Harapannya setelah membaca buku-buku berilustrasi, orang-orang ini mau membaca lebih banyak buku lagi. Tidak berhenti sebatas buku bergambar.

Menurutku, akan sulit kalau orang-orang yang baru mau mulai membaca disodori novel-novel yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer. Novel-novel yang lebih populer dengan bahasa yang lebih dekat dengan orang-orang jelas lebih mudah untuk diterima.

Pengalaman pribadiku, membaca buku itu memang berjenjang seperti kita bermain games. Saat kecil, aku sangat suka membaca komik Jepang seperti Doraemon. Ketika aku menginjak remaja, ibuku menyetop pembelian komikku dan menggantinya dengan buku-buku cerita rakyat dan novel-novel remaja yang ukuran hurufnya besar-besar. Saat SMA, aku membaca novel-novel terjemahan dan buku-buku pengembangan diri. Dan saat kuliah, aku baru membaca buku-buku yang mendapat label sebagai buku sastra.

Metode yang sama diterapkan oleh seorang pengelola rumah baca di Jatibening Bekasi. Saat aku berkunjung ke sana, aku melihat memilihkan bacaan untuk seorang pengunjung.

"Sekarang kamu bacanya buku-buku ini. Buku yang sana kan untuk teman-teman yang sedang belajar membaca. Kamu kan sudah lancar membacanya," kata beliau waktu itu.

Tidak semua orang beruntung bisa bertemu dengan pengelola perpustakaan seperti pengelola rumah baca Jatibening atau orang-orang seperti ibuku di masa kecilnya. Ada orang-orang yang bertemu dengan buku ketika sudah dewasa. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan?

Karenanya, bila ada orang dewasa yang lebih suka membaca buku-buku populer atau bergambar, seharusnya tidak perlu dipandang sebelah mata. Nggak perlulah dicibir, "kamu umur berapa masih baca Metropop?"

Dia sedang memulai petualangannya bersama buku. Ada baiknya, orang-orang yang lebih advance membaca memberikan apresiasi. Seharusnya, kita mendorong dia untuk menemukan buku-buku bagus yang lainnya. Akan lebih menyenangkan hati kalau kita berkata, "Wah, kamu suka buku Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini? Mau coba baca buku yang lain nggak? Aku punya buku bagus nih...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun