Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Aspirin yang Memiliki Dua Sisi

14 Agustus 2019   09:59 Diperbarui: 14 Agustus 2019   10:59 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi obat | sumber: pxhere.com

Beberapa hari yang lalu, di rumah seorang saudara secara sekilas aku menonton sebuah drama Jepang yang berlatar belakang di rumah sakit. Dalam drama itu diceritakan bahwa seorang pasien paska operasi masih mengalami pendarahan hingga beberapa hari. 

Dokternya penasaran apa yang terjadi sehingga dia menanyai riwayat penggunaan obat bebas oleh pasien. 

Anak pasien kemudian mengaku kalau dia rutin memberi aspirin pada pasien sampai sehari sebelum operasi karena katanya aspirin dapat mencegah stroke. Ketemu deh, masalahnya.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, aspirin bukankah obat untuk nyeri atau sakit kepala yang biasa dikasih sama Puskesmas? Kok dia bilang buat mencegah stroke? Apa di Jepang kayak gitu ya saking canggihnya?

Nggak perlu di Jepang, di Indonesia pun banyak artikel bertebaran tentang aspirin yang bisa berfungsi sebagai pencegah stroke karena memiliki aksi mengencerkan darah. Misalnya dalam artikel di Kompas ini. 

Hanya saja, di Indonesia aspirin yang digunakan untuk meredakan nyeri diberi label yang berbeda dengan aspirin yang digunakan untuk mengencerkan darah. Dengan kekuatan yang berbeda dengan aspirin untuk meredakan nyeri, aspirin untuk mengencerkan darah memiliki label "hanya diberikan dengan resep dokter".

Jadi seharusnya, kejadian seperti yang ada di drama Jepang itu tidak terjadi di Indonesia, ya... Kalau obatnya hanya bisa diberikan dengan resep dokter, artinya obat tersebut diminum harus dalam pantauan dokter yang berwenang.

Masalahnya, penggunaan obat di Indonesia itu kurang terpantau. Beberapa apotek bisa menjual obat keras (kecuali narkotika dan psikotropika) pada masyarakat. Aku pernah mendapati orang yang membeli Cardio Aspirin (aspirin yang "diiklankan" untuk mencegah stroke) di sebuah apotek bukan atas resep dokter. 

Dia membeli obat tersebut karena merasakan keluhan yang sama dengan temannya yang mendapat resep Cardio Aspirin dari dokter. Dan petugas di apotek memberikan obat itu.

Mungkin, sih. Orang yang membeli Cardio Aspirin ini tidak akan operasi dalam waktu dekat. Yah, aku sih berharap tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari dia. Namun aku lebih berharap dia segera berkonsultasi dengan dokter sebelum hal-hal buruk terjadi.

Begini yah, hal yang aku ingat dari pelajaran toksikologi dulu adalah all things are poison and nothing is without poison, the dosage alone makes it so a thing is not a poison (semua hal adalah beracun dan tidak ada yang tidak beracun. Dosisnya yang membuat sesuatu itu tidak beracun) -- Paracelsus. 

Suatu obat bisa menyembuhkan penyakit di satu sisi, tapi di sisi lain bisa juga menjadi racun. Karena itulah penggunaannya tidak boleh sembarangan.

Aku tidak punya keinginan untuk mengomentari petugas di apoteknya. Ada orang lain yang lebih memiliki kewajiban untuk itu. Yang jelas, tidak baik membeli obat, apalagi obat keras, karena kita merasakan keluhan yang sama dengan orang. Siapa tahu penyakitnya berbeda dan harus diobati dengan cara yang berbeda juga, kan?

Aspirin yang digunakan untuk meredakan nyeri (dosisnya 500 mg) di Indonesia termasuk dalam golongan obat bebas meskipun dosisnya jauh lebih tinggi daripada Cardio Aspirin (dosisnya 100 mg). Hal ini karena Aspirin untuk sakit kepala hanya digunakan saat nyeri sedangkan penggunaan Cardio Aspirin bisa jadi untuk jangka waktu yang panjang.

Walaupun dalam dosis kecil, kalau dikonsumsinya jangka panjang, bisa jadi bukan efek pencegah penyakitnya yang timbul tapi efek racun. Aspirin memiliki aksi mengencerkan darah, inilah yang dipercaya oleh ahli medis dapat melindungi seseorang dari serangan jantung dan stroke. 

Namun di sisi lain, karena aksinya tersebut Aspirin dapat mengikis lapisan pertahanan lambung dan menyebabkan perdarahan di saluran pencernaan.

Beberapa tahun belakangan ini, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Aspirin jangka panjang perlu diawasi dengan lebih ketat. Sebuah penelitian yang dilakukan di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi Gastroenterologi.

Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM menyebutkan bahwa 51,6% pasien yang mengkonsumsi aspirin dosis rendah (75 - 325 mg per hari) selama 28 hari mengalami gangguan lambung dan usus duabelas jari. Hal ini dimuat dalam sebuah artikel di Jawapos.

Wah, mamaku dapat resep dari dokter untuk minum aspirin untuk sebulan, nih. Gimana donk?

Kalau obat itu diberikan atas resep dokter, ya harus diminum rutin dengan patuh. Karena dalam meresepkan obat, dokter pasti sudah mempertimbangkan risiko dan manfaatnya. 

Kalau ada keluhan sakit perut atau rasa tidak nyaman yang dialami selama minum obat, konsultasi lagi ke dokternya. Apakah obatnya harus dilanjutkan atau bisa diganti.

Yang penting, jangan membeli dan mengonsumsi Cardio Aspirin atau obat keras jenis apapun tanpa ada resep dari dokter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun