Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menulis Cerita tentang Jakarta Timur dalam Jakarta Writingthon Festival 2019

25 Juli 2019   21:57 Diperbarui: 25 Juli 2019   21:59 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta Jakarta Writingthon Festival 2019 (foto oleh Galih Aksaramaya)

"...Juara Harapan 1 diraih oleh La Vita Eliana dan Meita Eryanti..." ujar pemandu acara di puncak Hanjaba (Hari Anak Jakarta Membaca) 2019 yang diselenggarakan pada tanggal 24 Juli 2019 kemarin.

Aku terdiam sesaat sambil memperhatikan panggung. Menunggu orang lain yang juga disebut namanya berjalan ke arah panggung. Partnerku sendiri tidak hadir.

"Meita, Ayo maju," kata Pak Indra, orang Aksaramaya yang aku tahu menjadi penanggung jawab acara Jakarta Writingthon Festival.

Aku kemudian tersadar dan berjalan menuju panggung.

***

Ini membuatku mengingat kembali ke beberapa minggu yang lalu ketika aku mengikuti hari pertama acara Jakarta Writingthon Festival yang diadakan di Perpustakaan Jakarta Timur. Di hari itu kami diberi tahu bahwa tujuan besar dari acara writingthon ini adalah terbitnya sebuah buku yang secara khusus berbicara tentang Jakarta Timur (namanya writingthon ya, jadi secara harfiah kami maraton menulis).

Pada hari itu, aku berkenalan dengan teman-teman lain yang akan bersama-sama menuliskan buku tersebut dan kakak-kakak dari Bitread yang akan membantu kami menulis. Kakak-kakak dari Bitread ini memberikan bekal kami untuk menulis. Mereka memberi tahu kami tentang macam-macam tulisan dan secara spesifik, mereka mengajari kami untuk menulis feature.

Pernah membaca rubrik travel di kompas.com? Atau tulisan-tulisan dalam kategori feature di jawapos.com? Seperti itulah tulisan yang harus kami buat untuk mengisi buku yang akan diterbitkan.

Kami dibagi tugas. Ada yang berperan sebagai penulis, ada yang berperan sebagai fotografer. Namun, masing-masing dari kami harus mengerjakan tugas dengan topik yang sudah ditentukan. Aku mendapat peran menjadi fotografer untuk tulisan tentang Museum Kesaktian Pancasila dan Bandara Internasional Halim Perdanakusumah.

Di hari kedua, aku belajar tentang fotografi. Di kelas fotografi, Bu Lily (yang menjadi mentor di kelas ini) memberikan sedikit gambaran teori fotografi dan membagikan cerita fotografi beliau. Kami diminta untuk berlatih memotret orang dan gedung. Beliau pun memberi penilaian terhadap foto kami masing-masing. Ini ilmu yang baru banget buat aku. Aku sering banget punya niat untuk ikut ikut kursus fotografi tapi belum pernah kesampaian.

Karena mengikuti acara ini, aku benar-benar mengamati Bandara Halim Perdanakusumah dan Museum Kesaktian Pancasila. Aku menjelajahi 2 tempat itu dari ujung ke ujung. Seingatku, aku baru sekali, sih, ke Bandara Halim. Saat itu mengantar kakak sepupuku yang mau pergi ke Malang (kalau tidak salah). Ya, maklum deh. Fakta menarik yang baru aku tahu, adalah bahwa Bandara Internasional Halim Perdana Kusumah diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1974. Setahuku, Bandara Halim ini baru dibuka pada tahun 2014. Ternyata sebelum 2014 memang sudah bandara ini sudah dibuka, tapi hanya untuk penerbangan pribadi dan VIP. Lalu pada tahun 2014, bandara Halim dibuka untuk umum.

Karena Jakarta Writingthon Festival ini, aku jadi menjelajah Museum Kesaktian Pancasila yang luar biasa luas. Bertahun-tahun sering berkunjung ke rumah Pakdhe di Pondok Gede, belum pernah aku sampai betul-betul masuk ke Museum Kesaktian Pancasila. Setiap saudara-saudaraku aku ajak ke sana selalu dibalas dengan pertanyaan: mau ngapain, sih?

Aku mendengar, teman-teman memiliki pengalaman yang lebih menarik. Beberapa teman harus 'berburu' wawancara dengan keturunan pahlawan dari Jakarta Timur seperti Pangeran Jayakarta dan Panglima Klender. Beberapa teman lagi harus 'menyusuri benang' menguak asal-usul lambang Kota Jakarta Timur.

Yang pasti, melalui acara ini aku sadar bahwa Jakarta Timur bukan memulu tentang kuliner di Pondok Kelapa atau piknik di Taman Mini Indonesia Indah (iya! Sesempit itu pengetahuanku tentang Jakarta Timur). Banyak tempat-tempat lain yang bisa dikunjungi, banyak makanan tradisional yang patut dicoba, dan ada tokoh-tokoh yang harus dikenal. 

Aku sangat menantikan buku ini terbit. Mungkin buku ini belum bisa menjadi referensi tapi pasti bisa membuka wawasan kita tentang Jakarta Timur.

Aku betul-betul berterima kasih pada iJakarta, Bitread, Dinas Perpustakaan Jakarta Timur, dan semua yang terlibat dalam acara Jakarta Writingthon Festival ini. Banyak yang aku dapatkan dari JWF. Teman-teman baru, pengalaman baru, dan ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun