Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pegiat Literasi Pun Harus Memiliki Wawasan Bisnis

19 Juli 2019   09:56 Diperbarui: 19 Juli 2019   10:28 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.komando.com

"Jahaaattt...." teriak anak-anak yang duduk bersila di bawah panggung.

"Kok jahat?" teriak seorang pria yang mengenakan surjan biru. "Saya udah baik sekali dengan meminjami mereka uang untuk beli senjata dan makanan."

"Kalau baik mah dikasih aja," teriak seorang anak berbadan besar.

"Enak saja..." teriak pria yang mengenakan surjan biru.

Aku tertawa terbahak-bahak mendengar interaksi pemain teater dan penontonnya yang masih belia. Minggu itu, aku menonton Pentas Dongeng yang diselenggarakan oleh Teater Koma di Museum Nasional. Ceritanya adalah tentang rentenir yang menjerat pasukan Pangeran Diponegoro saat berperang dengan Belanda.

"Anak kecil mah polos ya," komentar suamiku yang juga ikut menonton.

"Ya wawasannya baru segitu," celetukku.

Seperti yang aku bilang di artikel ini, anak-anak belum memiliki pengalaman dan wawasan sehingga sudut pandangnya terbatas. Yang mereka tahu ya orang baik kalau mau memberi ya memberi saja. Mereka belum memiliki wawasan bisnis layaknya orang dewasa yang mengerti.

Memang adakah orang dewasa yang tidak mengerti tentang wawasan bisnis?

Harus aku akui, banyak orang dewasa yang sudut pandangnya terbatas. Entah mereka memang tidak tahu atau menutup diri untuk tahu. Seperti yang aku alami pagi ini.

Sebuah akun Instagram mengikuti akun instagram milikku. Sekilas, namanya mirip dengan komunitas baca tempat aku aktif jadi anggota. Bedanya, komunitas ini mendorong anggotanya untuk membaca buku elektronik. Akun tersebut katanya memfasilitasi bacaan berupa PDF.

Aku jelas penasaran dengan komunitas ini. Komunitas baca tempatku menjadi anggota, memiliki peraturan yang ketat dalam menampilkan ulasan buku di Instagram. Buku yang dibaca harus legal. Baik itu buku fisik maupun buku elektronik. 

Khusus buku elektronik, kami harus mencantumkan dari mana kami memperoleh bacaan tersebut. Perpustakaan digital kah? Atau lewat Google Play Book? Atau PDF yang memang dibagikan gratis oleh penerbit atau penulisnya?

Bukan sok-sokan, menurutku komunitas memang seharusnya punya kewajiban untuk 'mendidik' anggotanya. Bukan hanya perkara tentang menanamkan minat baca tapi juga menanamkan pentingnya membaca buku-buku legal karena proses untuk menghasilkan sebuah buku itu melalui banyak tangan yang butuh makan.

Ketika aku bercerita tentang akun ini pada admin komunitasku, dia kemudian bercerita bahwa ada beberapa komunitas literasi yang cukup banyak anggotanya juga memfasilitasi bacaan berupa PDF. Alasannya, PDF bisa dibaca bersama-sama. Selain itu, bisa dibagikan secara gratis. Menurut mereka, ini cara untuk membantu meningkatkan minat baca.

Apakah mereka tidak pernah tahu apa itu iPusnas?

Biar kuberitahu. iPusnas adalah perpustakaan digital milik Perpustakaan Nasional yang menyimpan banyak buku untuk dibaca secara gratis melalui gawai. Bahkan, buku-buku terbaru dari penerbit mayor pun ada di sana.

"Mungkin, bagi dia itu adalah melakukan kebajikan, Mbak," kata admin komunitasku. "Mengajak orang membaca dan membagi ebook gratis."

Aku kemudian mencoba menghubungi komunitas yang mengikuti akun Instagramku tadi. Ketika aku tanya apakah PDF yang dia bagikan itu legal, dia bertanya apa maksud pertanyaanku. Ketika aku menjelaskan tentang bacaan legal dan ilegal, dia tidak menjawab dalam waktu yang lama sebelum dia berkata, "legal. Saya beli di google play store."

Ini agak aneh. Namun aku hanya mengiyakan kata-katanya. Buku yang dibeli di google play store seharusnya tidak bisa dibagikan begitu saja. Bentuknya pun bukan PDF. Namun entah apa, yang hanya bisa dibaca melalui aplikasi Google Play Book.

Aku tidak mau memperpanjang permasalahan. Namun menurutku, kalau dia mau membuat sebuah komunitas baca seharusnya dia tahu seluk beluk tentang buku dan apa perkembangan terbaru di dunia literasi. Lucu sekali kalau sampai ada kasus terkait buku ilegal dan mereka terjegal lalu mereka berdalih tidak tahu.

Niat baik harus disertai dengan cara yang baik juga, kan? Bahkan memberi seseorang dengan barang hasil curian pun tidak pantas, kan? Betul, meningkatkan minat baca memang penting. Namun hasil dari peningkatan minat baca itu apa?

Seperti anak kecil yang hanya tahu bahwa kalau orang baik akan memberikan uang secara cuma-cuma. Orang dewasa, apalagi yang mengaku pegiat literasi, yang mau berbuat baik dengan meningkatkan minat baca tapi mengabaikan legalitas bacaannya mungkin wawasannya kurang . Sudut pandangnya terbatas.

Kuberi tahu alasan klisenya mengapa membaca buku legal itu penting. Dalam mencetak sebuah buku, ada banyak sekali orang yang terlibat (apa lagi bila penerbit itu adalah penerbit besar). 

Ada penulisnya, ada editor, kalau buku terjemahan ada penerjemah, ada yang membuat sampul bukunya, ada pemeriksa aksara, dan ada yang mempromosikannya. Semua orang yang terlibat itu butuh makan. Belum lagi yang mencetak dan menjual. Karena itulah, buku tidak bisa kita dapatkan secara cuma-cuma.

Maraknya buku ilegal membuat kerugian yang besar untuk penerbit. Kalau penerbit tidak mendapat pemasukan dari buku-buku yang mereka jual? Dari mana semua orang yang terlibat tadi mendapatkan penghargaan untuk pekerjaannya?

Ih, komersil banget, sih. Apa-apa dipikir bisnisnya.

Sayang, emang kamu nggak butuh uang?

Kita nggak bisa melihat sesuatu dari satu sisi saja. Jangan hanya memikirkan bagaimana cara kamu bisa membaca gratis dan kamu bisa berbaik hati membagi bacaanmu dengan orang lain. Pikirkan juga bagaimana orang -- orang yang berusaha untuk memberimu bacaan yang bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun