Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merenungi Sistem Pendidikan dengan "Sekolah itu Candu"

7 Juli 2019   14:15 Diperbarui: 7 Juli 2019   14:18 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah itu Candu (dokpri)

Bab pertamanya, Roem bercerita asal mula sekolah. Pada masa Yunani Kuno dulu, orang-orang mengisi waktu luangnya dengan cara mengunjungi suatu tempat atau seseorang yang pandai untuk mempelajari sesuatu yang mereka butuhkan. Kegiatan tersebut disebut schola.

Dari sekadar mengisi waktu luang itu, schola kemudian dibuat sebagai lembaga dengan lebih sistematis dan metodis. Anak-anak dan orang-orang yang mau belajar dikelompokkan secara berjenjang termasuk dengan perjenjangan urutan kegiatannya.

Sampai di Indonesia masa modern, anak-anak sekolah wajib berpakaian seragam, mata pelajaran yang seragam, bahasa dan cara bicara yang seragam, dan keseragaman yang lainnya. Aku sampai ingat ketika aku SMP atau SMA, kami wajib mengenakan sepatu seragam yang dijual oleh sekolah. Bahkan sekarang ini, ada beberapa sekolah negeri yang mewajibkan seluruh siswa putrinya berjilbab.

Roem kemudian bercerita tentang sekolah-sekolah yang tidak biasa. Tentang Sekolah Rakyat yang selalu bersinergi dengan lingkungannya namun kini sudah menjadi 'sekolah yang sebenarnya', tentang sekolah di Sulawesi yang harus menjemput guru-gurunya menggunakan perahu, tentang anak Galung-galung yang harus berjalan menempuh jarak berkilo-kilo meter untuk bersekolah yang kemudian mereka yakini ilmu di sekolahnya tidak bisa membantu mereka menjadi petani yang lebih baik.

Ada juga sekolah-sekolah yang tidak punya mata pelajaran baku, tidak punya jadwal belajar resmi, tidak ada kelas, tidak ada ulangan, serta murid bebas untuk memilih apa yang mau mereka pelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Namun sekolah ini menghasilkan orang-orang yang hebat di bidangnya.

Itu hanya gambaran sekelumit dari isi buku Sekolah itu Candu. Masih banyak hal lain yang diceritakan Roem tentang sekolah. Tidak melulu mengkritisi sekolah yang seperti ini atau seperti itu. Beliau juga ada yang mengkritisi tentang orang-orang yang meninggalkan sekolahnya demi mengejar mimpi menjadi selebritis melalui ajang pencarian bakat. Ini dikaitkan dengan rendahnya APBD untuk pendidikan dan korupsi yang menggerogoti anggaran itu.

Buku ini menarik. Selain 14 essay tentang sekolah, dalam buku ini juga disisipkan kartun-kartun satir dan gambar artikel koran tentang pendidikan. Salah satunya adalah artikel dari koran Kompas edisi Senin 28 Mei 2007 yang berjudul: 'Lindungi Guru yang Buka Praktek Kecurangan UN'.

Yang pasti, buku ini membuka mataku tentang beberapa hal dan meneguhkan keinginanku untuk mengajarkan sendiri ilmu-ilmu dasar pada anakku nanti kalau sistemnya masih seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun