Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Membaca Karakter Lain dari Puteri Dyah Pitaloka Citraresmi dalam "Pitaloka (Cahaya)"

15 Juni 2019   17:00 Diperbarui: 15 Juni 2019   22:16 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Pertama kali aku tertarik dengan novel Pitaloka (Cahaya) adalah ketika membaca ulasan dari Pak Agus Sopandi (pengelola RBM Kali Atas) yang ditayangkan di jabaraca.com. Novel karya Tasaro ini merupakan 'cerita lain' dari kisah hidup Puteri Dyah Pitaloka Citraresmi, putri mahkota kerajaan Pajajaran. Ketika aku sedang bermain ke Bandung, dengan berbaik hati Pak Agus Sopandi meminjamkan bukunya padaku. Maka, dimulailah petualanganku dengan buku terbitan Aditera tahun 2007 ini.

Kisah ini dibuka dengan monolog tokoh 'aku', seorang penyitas dari Perang Bubat, perang yang terkenal itu.

Tokoh 'aku' ini ingin menceritakan kisah tentang Puteri Pitaloka yang kesatria. Tokoh 'aku' merasa ada pencitraan yang salah dari orang-orang merendahkan martabat Puteri Pitaloka karena bunuh diri yang dilakukan puteri saat perang Bubat.

Saat aku berdiskusi dengan Pak Agus Sopandi, beliau berkata bahwa Puteri Pitaloka adalah seorang perempuan yang lembut. Dalam kisah perang Bubat yang ada di buku-buku sejarah, Pitaloka bunuh diri dengan menikam jantungnya ketika pasukan Pajajaran dihabisi oleh Pasukan Majapahit.

Nah, tokoh 'aku' tidak terima dengan pengkarakteran Puteri Pitaloka yang seperti itu. Dia tahu bahwa Puteri Pitaloka adalah seorang pendekar yang memiliki harga diri yang tinggi.

Maka, dimulailah kisah tentang Pitaloka ini dari ketika Pitaloka masih kanak-kanak dan diculik oleh gerombolan pemberontak Yaksapurusa.

Kemudian adegan berganti ketika Pitaloka sudah beranjak dewasa dan sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat namun dihadang oleh gerombolan penjahat.

Lalu tokoh 'aku' menarasikan tentang Purandara atau yang dikenal dengan nama Elang Merah. Nanti, adegan akan kembali lagi ketika Elang Merah menyelamatkan Pitaloka kecil dari tawanan ketuanya.

Peringatanku, alur cerita novel ini memang maju mundur sehingga pembaca harus waspada supaya tidak tersesat dan hilang arah.

Inti cerita buku ini adalah perselisihan antara kerajaan Pajajaran, padepokan Candrabhaga, dan pemberontak Yaksapurusa.

Ini cerita jauh sebelum perang Bubat dimulai. Pemberontak Yaksapurusa sudah menampakkan taringnya sejak Pitaloka masih kecil mereka berusaha untuk menguasai kerajaan Pajajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun