Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Memperdebatkan Muslimah dalam "Muslimah yang Diperdebatkan"

10 Juni 2019   12:57 Diperbarui: 10 Juni 2019   13:01 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kenapa orang memperdebatkan muslimah? 

Memang apa yang orang perdebatkan tentang muslimah?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menghantuiku ketika aku membuka plastik warp buku berjudul 'Muslimah yang Diperdebatkan' karya Kalis Mardiasih. Nyatanya, sebagian besar isi buku terbitan Buku Mojok ini berisi opini-opini penulis tentang pandangan Islam "masa kini" terhadap muslimah.

Aku memberi tanda kutip pada kata-kata 'masa kini' karena aku baru mendengar perdebatan tentang muslimah ini sekarang. Di internet. Sebelumnya, aku tidak melihat sesuatu yang perlu diperdebatkan dari seorang muslimah.

Mau dia berjilbab atau tidak, kalau memang dia mengaku beragama Islam, semua akan percaya. Bahkan kalaupun dia tidak solat. Hal-hal yang bersifat keagamaan adalah hal-hal pribadi. Hanya perlu dibahas di kelas pelajaran agama Islam. Tidak usah disinggung-singgung secara berlebihan. Kamu boleh bertanya pada orang "solat nggak? Udah adzan, kan?". Namun kalau orangnya bilang enggak, jangan diteruskan dengan pertanyaan kenapa. Itu bukan urusanmu.

Setiap orang harus bersekolah. Semua orang harus bekerja. Semua orang perlu melanjutkan hidup. Mau perempuan atau laki-laki. Ibuku bekerja menjadi guru. Aku dan adik-adikku tetap diurusi dengan baik oleh ayah dan ibuku. Ibunya ibuku bekerja menjadi penjahit. Ibuku dan saudara-saudaranya juga tetap terurus. Ibunya ayahku tidak bekerja karena saudara ayahku ada 9 orang. Bukannya mau menumpukan masalah pengurusan anak pada perempuan, tapi dengan anak sebanyak itu tentu harus ada yang fokus mengurus rumah kan ya?

Intinya sih, muslimah hidup dengan baik-baik saja berdampingan dengan laki-laki. Melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dengan sekitarnya. Tidak ada yang perlu diperdebatkan.

Seiring banyaknya orang yang aku kenal di sosial media, terutama Facebook, aku menemukan orang-orang yang suka membagikan ceramah, poster, dan status yang 'mengatur' perempuan. Perempuan yang baik adalah yang tinggal di rumah. Jangan sekolah tinggi-tinggi, nanti susah dapat suami. Perempuan Islam itu ya berjilbab. Dan sebagainya.

Mulailah perdebatan-perdebatan tentang perempuan dimulai. Working mom vs stay at home mom. Lahiran normal vs lahiran caesar. Jilbab panjang vs jilbab biasa vs tidak berjilbab. Sekolah tinggi vs sekolah wajib.

Perdebatan ini bukan hanya melibatkan orang-orang yang tidak aku kenal. Beberapa orang di Facebook yang di dunia nyata aku kenal dengan baik pun ikut dalam perdebatan aneh ini. Bukan hanya sesama perempuan. Banyak laki-laki yang ikut dalam perdebatan konyol ini.

Kembali ke pertanyaan di awal tadi. Kenapa orang memperdebatkan muslimah? Menurut Kalis, ini karena dunia Islam mengalami ketertinggalan cukup telak dalam perkembangan dunia modern. Kemudian ada pandangan keislaman yang memilih memusuhi dunia modern dan mengambil jalan eksklusif.

Keluarga, menjadi medan pertempuran pandangan keislaman ini dari segala nilai-nilai modern dan perempuan menjadi sosok yang paling menentukan dalam kontestasi ini. Masyarakat Islam yang berfikir dalam imajinasi ratusan tahun lalu di dunia Islam Arab dengan budaya perang antar suku, perempuan memang di tempatkan di ke belakang untuk menjaga kehormatan suku dan harta benda. Jadi, perempuan yang terlalu terpapar dengan nilai-nilai keterbukaan modern menjadi potret yang penuh dosa sedangkan perempuan yang tidak banyak bersinggungan dengan dunia luar (sering dibalut dengan kalimat "mampu menjaga kehormatan diri") adalah perempuan yang diharapkan oleh Islam eksklusif ini.

Difasilitasi oleh internet, kelompok Islam eksklusif ini kemudian menyebarkan 'propaganda' yang kemudian didebat oleh Kalis Mardiasih dalam buku ini. Kalis mendebat 'girlband hijab syar'i' yang gemar mendakwahi teman-teman yang belum berhijab syar'i, tentang kerudung yang dikenakan politikus maupun artis, MUI yang mengeluarkan label halal untuk produk fashion, meme tentang laki-laki yang tidak mau menikahi perempuan lulusan sekolah tinggi, kontes hijab hunt dan festival hijrah lainnya, tentang pedagang yang berjualan dengan membawa ayat Allah, ustad yang selalu merasa tertekan, dan lain sebagainya.

Tentang daycare islami, perumahan islami, dan sekolah islami, aku merasa itu bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Kalis boleh berbahagia bertetangga dengan Cik Yen tetapi tanteku selama bertahun-tahun terganggu dengan Engkoh belakang rumah yang suka menyalakan dupa malam-malam.

Memang sih, kesan dari adanya perumahan islami itu eksklusif dan seperti menjual agama. Namun fasilitas eksklusif ini tidak perlu juga diperdebatkan. Aku tinggal di satu unit sebuah rumah susun yang semua penghuninya beragama islam. Pemilik rumah susun ini memang hanya menyewakan unitnya pada orang Islam sebab dia ingin mengutamakan menolong saudara seimannya. Lagipula, tempat tinggalku adalah musola. Sepertinya, orang beragama lain juga tidak akan nyaman tinggal di sini. Walaupun sebenarnya, aku tidak masalah jika harus tinggal bersama dengan orang yang bukan Islam, selama orangnya memang menyenangkan.

Namun di banyak topik, aku setuju dengan Kalis. Kalau berjualan obat, fashion, atau yang lainnya, berjualanlah dengan memaparkan keunggulan produk-produkmu. Nggak perlu deh bawa-bawa Ayat Suci Al-Quran yang ditafsirkan dengan sesuka hati. Pun tentang poligami. Akui saja bahwa itu adalah nafsu. Tidak perlu membawa-bawa Ayat Al Quran.

Mumpung ini masih dalam suasana lebaran kan ya, yuk kita fokus berbagi hal-hal yang menyenangkan. Kalau bertemu kerabat yang kemarin berjilbab tapi sekarang rambutnya terurai, plis banget nggak usah tanya jilbabnya dimana. Kalau ada kerabat yang biasanya mengenakan rok pendek tapi sekarang berjilbab, tanyakan saja kabarnya. Tidak perlu disambut berlebihan sehingga membuat dia tidak nyaman. Kita memang harus saling mengingatkan dalam kebaikan. Namun tetap saja kita harus mengenal batasan mana yang ranah pribadi dan mana yang boleh kita masuki. 

Nggak perlu menjadi bahan gunjingan apalagi bahan perdebatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun