"Perempuan itu nggak baik merantau sendirian. Keluar rumah aja harus sama muhrimnya. Mending kamu cari suami dulu, baru merantau bareng suamimu."
Ngomongin apa, sih, orang ini?
"Selamat Mei, riasan ngantennya cantik. Tapi lebih cantik kalo pakai kostum yang muslimah. Btw, alisnya dibabat gak sama periasnya? Jangan lupa direboisasi..."
Alis gue nggak dicukur, please. Ini ditutup bedak terus dilukis. Kalo nggak ngerti make up nanya ngapa?
Kalian pernah nggak diomongin seperti itu sama teman kalian yang --maaf-- mengaku sudah hijrah? Kalau aku sering. Dan kata-kata orang-orang itu memang jarang menyenangkan hati. Mereka selalu berusaha menyampaikan kebenaran versi mereka walaupun dengan cara yang menyakitkan. Nyatanya memang seperti itu, kok.Â
Toh bukan aku saja yang merasa diintimidasi oleh orang-orang ini. Makanya, aku setuju dengan kata-kata Mbak Esty dalam buku berjudul Wanita yang Merindukan Surga.
"seyakin apapun dengan ajaran yang ingin didakwahkan, kita enggak bisa begitu saja merekomendasikan kebenaran".
Penasaran, kan, itu buku apa?
Jadi, Wanita yang Merindukan Surga ini ditulis oleh Esty Dyah Imaniar. Buku ini diterbitkan oleh Buku Mojok pada bulan Februari 2019. Dalam buku ini, Esty menceritakan tentang 5 jalan yang dilaluinya saat melakukan hijrah beserta dengan lika-likunya. Kelima jalan tersebut adalah hijrah penampilan, hijrah pergaulan, hijrah perasaan, hijrah pekerjaan, dan hijrah pengajian.
Dalam prolognya, Esty mengutip 2 arti kata hijrah menurut KBBI. Yang pertama adalah perpindahan Nabi Muhammad saw bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy, Makkah. Yang kedua adalah berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu.
