Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menanti Reda atau Menerabas Hujan?

5 Desember 2018   21:17 Diperbarui: 5 Desember 2018   21:19 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://pekanbaru.tribunnews.com

Di suatu sore yang terselimuti hujan, saat pulang bekerja, teman-teman terjebak hujan di stasiun KRL terdekat dari rumah. Hujan yang turun sangat lebat disertai petir. Teman-teman tidak membawa payung atau mantel untuk berjalan ke angkot. Teman-teman juga tidak punya cukup uang untuk menyewa taksi. Apakah teman-teman akan menunggu hujan reda atau akan menerobos hujan dan melanjutkan perjalanan ke rumah?

Seorang teman di Instagram, pernah membuat polling tersebut. Hasilnya, sebagian besar orang berkata mereka akan menerobos hujan. Alasannya, baju yang basah bisa dikeringkan. Badan yang sakit bisa diobati. Namun waktu yang terbuang untuk menunggu hujan reda tidak akan bisa kembali.

Aku kemudian teringat novel Momo karya Michael Ende. Di sana diceritakan tentang seorang pencuri waktu berseragam abu-abu. Mereka menghasut orang-orang kota mempercepat pekerjaannya sehingga orang-orang kota bisa menyimpan waktu mereka. Tukang cukur, yang tadinya mencukur rambut pelanggannya sambil bercengkrama, diminta untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu 15 menit. Tidak ada ngobrol-ngobrol dengan pelanggan karena itu membuang waktu. Sang Pencuri Waktu juga meminta tukang cukur untuk tidak melakukan hobinya seperti memberi makan burung, membaca, dan bernyanyi. Lambat laun, orang-orang mulai melihat hal yang berbeda dari Si Tukang Cukur. Dia yang tadinya ramah dan ceria, menjadi orang yang terburu-buru dan suka menggerutu.

Si Pencuri Waktu, tidak hanya melakukan ini pada Tukang Cukur tapi pada semua orang dewasa di kota itu. Mereka dihasut untuk tidak membuang-buang waktu pada hal-hal yang tidak perlu supaya mereka bisa menyimpan waktu. Waktu diperlakukan seperti uang. Namun sebenarnya, apakah waktu bisa disimpan layaknya uang?

Ende mengatakan, "Time is life itself and life resides in the human heart. The more people saved, the less they had." Semakin orang menyimpan waktu, semakin sedikit yang mereka miliki. Waktu, tidak sama dengan uang.

Aku pribadi, sering terburu-buru. Mengerjakan ini dan itu dengan segera. Kalau waktu yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu melebihi waktu yang ditetapkan, aku bisa kesal. Aku hidup dari hari ke hari mengikuti agenda yang aku rancang. Bila ada yang meleset, itu bisa menyebabkan kedongkolan. Namun kadang aku sadar, aku perlu menikmati waktu. Melepaskan agendaku, berbincang dengan tetanggaku, atau duduk diam sambil minum buble tea tanpa melakukan apa-apa.

Jadi, apakah aku akan menerobos hujan atau menunggu hujan reda? Semuanya tergantung keadaan. Bila aku memiliki janji yang harus dipenuhi, aku akan menerobos hujan. Namun bila tidak ada janji, aku akan menunggu hujan sampai menjadi rintik kecil sambil mengamati situasi di lingkungan itu. Kita tidak bisa menyimpan waktu. Yang bisa kita lakukan adalah menghabiskannya dengan nikmat. Lagipula, aku bukan orang yang bisa berdamai dengan rasa sakit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun