Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengingat Lampion Sebelum Berevolusi

30 Juni 2018   14:27 Diperbarui: 30 Juni 2018   14:30 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

"Jadi, apa fungsi lampion-lampion ini?" tanyaku pada suamiku.

Suamiku mengangkat bahu.

Saat itu, kami tengah berjalan-jalan di Festival of Light yang diadakan di daerah Kaliurang, Kabupaten Sleman.

"Tapi kalau di Cina masa lalu sana, lampion dijadiin festival trus dibentuk-bentuk gini, gak ya?" tanyaku lagi.

Festival of Light adalah semacam taman lampion. Kertas beraneka warna dibentuk menjadi berbagai bentuk lucu dan indah. Di dalamnya, diberi lampu sehingga kertas-kertas berbentuk itu seolah menyala dan menegaskan bentuknya.

Sayangnya, kami datang ke sana di pagi hari. Aku tidak bisa menikmati suasana seperti itu.Ketika lampu-lampu dalam kertas tersebut sudah diredupkan. Namun kami menikmati udara pagi yang sejuk sambil melihat matahari menyingsing menghangatkan badan kami. Malam hari ketika gelap datang dan lampu-lampu mulai dinyalakan, tempat ini penuh dengan manusia yang berdesakan. Tidak ada yang bisa dinikmati dari suasana orang yang penuh sesak.

"Memangnya ini semua bisa disebut lampion?" tanya suamiku tiba-tiba. "Lampion asli kan penerangannya pake lilin. Bukan pake lampu."

"Lah, dianya sudah berevolusi," kataku. "Makanya bisa dibikin bentuk-bentuk begini. Emangnya kalau masih pake lilin bisa? Yang ada malah rawan kebakaran."

Suamiku hanya mengangguk.

"Kalo gak pake lampu, mungkin dia hanya bisa berbentuk bulet atau kotak," gumamnya.

"Dan cuma dipake kalo pas imlek, doank," tambahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun