Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Orang Dewasa yang Bijaksana

23 November 2017   15:01 Diperbarui: 23 November 2017   15:04 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari selasa (21/11/2017), aku membaca di beranda facebook seorang teman membagikan sebuah status yang berisi kekecewaan penulis status pada film Naura and the Genk. Dia kecewa karena pemeran antagonisnya digambarkan seorang muslim dan beberapa kali istigfar dan menyebut kalimat takbir. Dia menganggap film tersebut telah mendeskeditkan Islam. Dia menjadi lebih kecewa ketika selesai menonton film anaknya bertanya mengapa orang Islam di film itu jadi penjahat.

Aku sempat bertanya-tanya, apakah teman yang membagikan status kecewa ini sudah menonton filmnya? Setauku, beliau adalah orang yang tidak suka menonton film di bioskop. Apalagi ini bukan genre film yang dia sukai. Masak dia cuma iseng membagi status itu?

Pada hari yang sama Kang Hasan, penulis buku Islam untuk Indonesia, mengunggah status yang isinya menyindir penulis status yang kecewa ini. Menurutnya, kekecewaan si penulis status ini berlebihan. Banyak film yang menyudutkan agama Kristen. Namun itu semua hanya film. Apa yang salah dengan seorang muslim yang jadi penjahat? Di kehidupan nyata ada kok muslim yang jahat. Orang beragama lain yang jadi penjahat juga banyak. Kang Hasan menyarankan, kalau menonton film jangan pakai sensi.

Pagi berikutnya, aku membaca ada petisi yang menginginkan film ini dihentikan penayangannya. Ada 34 ribu orang lebih yang menandatanganinya sampai sorenya (22/11/2017). Apakah semua orang yang menandatangani petisi ini sudah menonton filmnya? Atau mereka termakan kata-kata orang?

LSF (Lembaga Sensor Film) memberikan keterangannya terkait ini pada kumparan.com (22/11/2017),  "...Tiga orang penjahatnya bercambang dan bertampilan agak kasar, sebagaimana layaknya tampilan penjahat pada umumnya. Satu di antaranya memakai celana pendek bukan celana cingkrang. Oleh karena itu jauhlah dari gambaran saudara-saudara kita yang sering dipandang sebagai radikal/ teroris, karena jenggot dan model celananya.

Sebagai film setting Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, bisa-bisa saja penjahatnya beragama Islam. Sama wajarnya jika dalam negara yang mayoritas penduduknya non muslim penjahat non muslim. (Seperti dalam film Home Alone misalnya)

Jika dihubung-hubungkan dengan penista agama, rasanya terlalu jauh berspekulasi. Kita tahu kalo penjahatnya muslim pun ya hanya karena dia baca doa itu. Ketika akhirnya si penjahat terkepung, salah satunya memang membaca istighfar. Tetapi sekali lagi, bagi LSF, itu tdak serta merta menggambarkan pelecehan dan penistaan terhadap Islam.

 Untuk memahami film "Naura dan Genk Juara", kiranya memang perlu menonton langsung filmya. ..."

Aku sempat berdiskusi dengan seorang kawan tentang masalah ini. Aku mengeluh betapa berlebihannya pendapat orang tentang film ini. Lalu kawanku menjawab, "semua orang bebas mengemukakan pendapatnya."

Betul, semua orang bebas mengemukakan pendapatnya. Namun apakah perlu sampai menyulut api seperti ini? Isu agama itu seperti merang kering yang bisa membumbungkan api ketika ada korek kecil terpatik di dekatnya. Tidakkah orang-orang itu lelah dengan segala keributan ini?

Di Tolerance Film Festival 2017, ditayangkan sebuah film berjudul Arranged. Film itu berkisah tentang persahabatan 2 orang guru. Yang satu beragama Islam dan yang satu beragama Yahudi. Siatu hari mereka mengajar berdua dalam kelas yang sama. Team teaching kalau istilahnya. Saat itu ada seorang anak yang bertanya, mengapa di TV dia melihat orang Islam sebagai orang yang jahat dan membunuh orang-orang Yahudi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun