Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Belum Mampu, Jangan Banyak Gaya

13 November 2017   16:09 Diperbarui: 14 November 2017   09:04 5352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku masih membaca buku ketika tanteku bercerita tentang kerabatnya yang masih menganggur. Padahal, anak temannya ini sudah menikah beberapa bulan yang lalu.

"Kasian kan, Ta," kata tanteku. "Kalau dia kesini aku punya makanan apa aja, aku suruh bawa. Dia udah punya istri tapi gak punya pekerjaan. Mau makan apa dia, coba?"

Aku kenal dengan orang yang dimaksud. Aku berteman di facebook dengan orang ini walaupun tidak berteman baik di dunia nyata. Aku tidak terlalu suka dengan orang ini karena dia tidak pernah berhenti meledekku. Aku keluar rumah sejak lulus kuliah. Begitu lulus kuliah aku mendapat pekerjaan di kota yang berbeda dengan orang tuaku tinggal. Hingga setelah menikah, aku masih tinggal jauh dari orang tua.

Saat lulus kuliah dan aku merantau, dia meledekku, "Ngapain ngrantau segala? Cari apa sih?"

Ketika aku menikah dan tinggal di rumah kontrakan, dia meledekku lagi, "Ngapain ngontrak-ngontrak segala. Kenapa gak tinggal sama mertua?"

Aku hanya diam saja mendengar ledekannya.

Mungkin karena dia yang suka meledekku, aku jadi kehilangan empati padanya. Aku sama sekali tidak merasa kasihan padanya walaupun kondisi dia seperti yang diceritakan oleh tante. Lagipula dia yang katanya gak punya kerjaan, beberapa kali aku ketemu dia dan istrinya bepergian naik mobil. Aku juga pernah melihat di facebook dia nonton di bioskop dan mengunggah foto camilan yang dia beli di bioskop.

Kalau dia emang gak punya uang buat beli makan, dia bisa jual mobilnya. Kalau gak punya uang, masak nonton di bioskop yang tiket masuknya aja berapa. Belum beli camilan disana yang harganya, kalau menurutku, tidak murah.

Intinya, dia aja tidak menjalankan 'laku prihatin'. Masak aku harus merasa kasihan?

Aku membaca sebuah artikel di tirto.id (18/07/2017)yang berjudul Nasib Milenial di Tengah Pusaran Ketimpangan Ekonomi. Dalam artikel tersebut diceritakan bahwa seorang miliarder asal Australia, Tim Gurner, menyampaikan pesan penting kepada milenial yang ingin meraih sukses: "jangan terus-menerus makan roti panggang alpukat!"

Alasan dia berkata seperti itu adalah dia melihat milenial yang masih tinggal bersama orang tuanya membeli roti panggang alpukat seharga $19. Salahkah hal itu? Tidak juga sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun