Mohon tunggu...
Meisya Zahida
Meisya Zahida Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan penunggu hujan

Sejatinya hidup adalah perjuangan yang tak sudah-sudah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kataku Pada Mei

4 Mei 2020   23:21 Diperbarui: 4 Mei 2020   23:21 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mei, aku dan dirimu kata-kata terdahulu
Selalu kembali pada pijakan yang sama
Tapi kaki kita yang rapuh
Memilih sebagai pengelana, menunggu wangsit tiba

Mei, malam masih muram
Namun tak mampu menakar sepi yang diperdebatkan
Kita sibuk menelannya dalam-dalam
Tak peduli siapa yang tersedak bahkan pura-pura nyaman

Kalau saja permintaan bukan keengganan
Aku ingin menampung curah hujan sebagai percakapan
Akan kau dengar suara-suara yang belum rampung kujelaskan
Lalu tidurmu akan terjaga karena ada aku di sana

Belum cukupkah kutahan irama gulana
Yang berkesiur di telinga
Setelah kisaran angka-angka kembali ke titik nol
Hanya kekosongan yang kudapati, Mei
Sebab kepergian kau pilih sebagai titah abadi

Di sini, aku hanya bisa menulis puisi
Seperti kesanggupan yang tak kau sadari
Tapi demi waktu, aku memuliakannya
Melebihi nyeri yang tak ingin kuobati

Madura, 04052020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun