Mohon tunggu...
Meisya Aliya Putri
Meisya Aliya Putri Mohon Tunggu... Penegak Hukum - calon Mahasiswa Hukum

halo salam kenal selamat datang di blog ku, aku akan memulai kehidupan artikel ku dari blog ini semoga artikel-artikel yang saya buat dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.Terima kasih!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamu dan Senja

7 Desember 2021   21:30 Diperbarui: 7 Desember 2021   22:56 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Sambil tergesa gesa Adhitya berlari ke ruang kelasnya yang berada di pojok   “Kreeek…..” suara pintu kelas terbuka, semua mata langsung tertuju kepada Adhitya “maaf pak saya terlambat lagi untuk hari ini“ Adhitya yang masih berdiri di depan pintu , “ini yang ke berapa kalinya saya lihat kamu berdiri didepan pintu itu, ah… sudah lah cepat ke tempatmu dan mulai melakukan presentasi” jawab tegas sang dosen, sambil menundukan kepala Adhitya pun berjalan ke tempatnya dan segera melakukan presentasi. Adithya merupakan mahasiswa semester tiga, tidak seperti biasanya dia melakukan hal seperti ini tetapi entah apa yang mengganggunya akhir akhir ini hingga membuat dia berubah dan memiliki banyak permasalahan di dalam hidupnya.

  Karena dia sudah sangat lelah akan kecerobohan di dalam hidupnya dia memutuskan untuk mengambil waktu senggang nya di akhir pekan sebagai waktu dia untuk beristirahat sejenak sembari membuat puisi untuk lomba yang ingin dia ikuti. Tepat pukul 16.00 di sore hari, angin berembus semakin kencang, matahari masih sanggup memberikan sinar nya dan burung pun masih menari nari diatas bibir pantai. Seorang pemuda sedang termenung diam dan mulai menikmati nyanyian dan tarian para burung.

  “Ah… ada apa ini, kenapa aku merasa mulai kehilangan alur yang sudah ku rencanakan didalam hidupku” sambil duduk santai dan menyeruput sedikit demi sedikit es kelapa yang dia pesan, matahari sudah mulai lelah memberikan sinar nya dan langit pun sudah mulai menjadi kemerahan Adhitya semakin larut dalam keindahan yang berada di depan matanya dan semakin ia memikirkan masalah masalah kehidupan di belakangnya “ jika seandainya aku waktu itu mengikuti apa kata naluri dan mengikuti alur yang sudah kurencanakan aku tidak akan menjadi seperti ini” Adhitya mengingat kembali keputusan terbesar nya yaitu dimana saat dia lebih memilih temannya dari pada kakaknya.

  Dua bulan yang lalu dia secara tiba tiba memutuskan untuk meninggalkan dan memilih tinggal jauh dari kakaknya yang masih tinggal di rumah yang sudah ditinggalkan kedua orang tuanya sebulan yang lalu, ya Adhitya hanya memiliki seorang kakak saat ini.  Adhitya masih belum bisa mengatur kehidupan dan keuangannya karena itu kakaknya merasa ragu melepaskan adik semata wayang nya, saat ini Adhitya berada di luar kota untuk memilih tinggal jauh dari kakaknya dan tinggal dekat dengan kampus serta temannya. Dia sudah mulai merasakan dampak dari keputusannya, tetapi apa boleh buat Adhitya hanya bisa melanjutkan kehidupan baru yang dia pilih.

  Setelah larut dari masalah dan kenangan lalunya Adhitya pun mulai tersadar kembali dan memutuskan untuk mengambil secarik kertas serta pena yang akan diisi dengan puisi “sudahlah… lebih baik aku memanfaatkan waktu saat ini untuk memulai membuat sebuah puisi” Adhitya memulai puisi barisan pertama, dengan sangat khusyuk Adhitya melanjutkan puisi baris kedua hingga baris akhir “ternyata membuat puisi disini lebih mudah” tepat pukul 16.45 di sore hari  Adhitya dapat menyelesaikan sebuah puisi dengan cepat. Dengan terburu-buru Adhitya beranjak dari tempat dan segera membayar pesanan es kelapa nya tadi karena dia baru teringat bahwa dia memiliki janji dengan seseorang,tanpa dia sadari bahwa dia baru saja melakukan hal yang ceroboh lagi.

  Setelah berjalan menuju tempat parkir,tiba tiba angin seperti berbisik kepada Adhitya akan secarik kertas dan dengan cepat dia teringat bahwa dia baru saja meninggalkan secarik kertas yang sudah berisi puisi dimana dia selipi dibawah batok kelapa,betapa panik nya dia karena dia tidak dapat mengingat dengan baik kalimat kalimat puisi nya.

  Sesampainya di tempat dia bersantai tadi, dia melihat terdapat seorang wanita yang sedang duduk sembari membaca sebuah secarik kertas dengan tersenyum lebar,ya itu adalah puisi yang dia buat tadi. Adhitya Pun langsung menghampiri wanita tersebut “selamat sore,maaf mengganggu aku hanya ingin mengambil sebuah kertas yang tertinggal,apa kamu melihat sebuah kertas diatas meja ini ?” tanya Adhitya “oh.. kertas yang berisi puisi indah itu bukan ?” jawab sang wanita membuat Adhitya terdiam sesaat “eeh… jika itu sebuah puisi mungkin itu betul milikku” jawab ragu Adhitya , wanita itu pun memberikan kertas yang ia penggangi tadi kepada Adhitya dan Adhitya menerimanya lalu membalas terimakasih dan meninggalkan wanita itu

 Tetapi wanita itu menghentikannya “puisimu itu sangat indah, aku sangat terlena hingga membuatku tidak sadar bahwa aku baru saja membaca kisah seseorang” seru sang wanita yang membuat Adhitya semakin penasaran “maaf maksud kamu apa? “, “aku tahu puisi yang kamu buat itu merupakan sebuah pengalaman dan sebuah perasaan yang nyata, jangan terlarut dalam sebuah perasaan itu dan jangan pula juga memikirkan permasalahan yang membuatmu semakin hancur”  kalimat itu benar benar membuat Adhitya memandangi wajah sang wanita itu dengan lama karena dia tidak pernah mendapatkan pujian dari siapapun atas karya puisi nya dan tidak pernah ada seorang pun memahaminya dengan baik.


  Matahari pun sudah mulai melenyapkan keberadaan nya langit berisi warna yang bertabrakan, “kenalin aku Senja” wanita itu memulai perkenalan “um.. saya Adhitya ” jawab gagu nya, “maaf sebelumnya kalau aku berbicara terlalu lantang dan maaf juga sudah mengganggu kamu untuk pergi” kata Senja si wanita itu “ah iya tidak masalah, aku tidak terburu-buru” jawaban bohong dari Adhitya. “kalau memang tidak mengganggu waktumu dan kamu bisa meluangkan waktumu, apakah kamu mau mengajari ku cara membuat puisi seperti mu ?, aku ingin belajar membuat puisi seindah itu” minta senja, sambil melihat waktu pada jam tangannya Adhitya merelakan pertemuan itu dan meminta untuk merubah sedikit jadwal pertemuannya agar bisa berbincang lebih lama dengan Senja.

   Mereka pun duduk di bangku serta memesan es kelapa yang akan dinikmati dengan puisi Adhitya. Adhitya mulai merasa nyaman “baik aku bisa mengajarimu tapi sebelumnya maukah kamu mendengarkan ku membacakan puisi yang kubuat ini ?” minta Adhitya “wah… dengan senang hati” seru Senja “Senja apakah kau dapat merasakan perasaan ku ini, dimana perasaan…” Dengan percaya diri Adhitya membacakan isi puisi di depan Senja bagaikan siluet di depan matahari yang sudah mulai tak tampak “ bagus sekali kamu membacanya, lucu ya… namanya bisa sama dengan namaku” canda Senja. Mereka berdua pun menikmati tenggelam nya sang surya yang digantikan oleh sang rembulan , langit yang sudah berubah menjadi kelam dan burung yang sudah mengakhiri pertunjukan nya. Semua sudah berakhir terkecuali dua insan yang masih akan menikmati pertunjukan bintang dan rembulan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun