Mohon tunggu...
Meistra Budiasa
Meistra Budiasa Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Budaya dan Media

Dosen Komunikasi, Universitas Bung Karno, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Olahraga dan Masyarakat dalam Pandangan Sosiologi

18 November 2019   18:11 Diperbarui: 18 November 2019   18:11 2372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Artikel ini membahas mengenai sosiolologi olahraga yang dimana dalam kajian ini kegiatan olahraga dapat menjadi bahasan pada berbagai kehidupan sosial. Tulisan dari James H Frey dan D. Stanley Eitzen ini bertujuan pertama, untuk menggambarkan pemahaman mengenai hubungan antara olahraga dan masyarakat melalui Sosiologi Olahraga pada beberapa isu sosial dan, kedua, untuk memenuhi kebutuhan akan penelitian dan teori di bidang ini khususnya yang berkaitan dengan olahraga. 

Untuk lebih memperjelas dan melengkapi analisanya maka Frey dan Etizen membagi pembahasannya kedalam lima bagian yakni Bagian pertama menyajikan perspektif teoritis untuk membimbing penelitian di bidang sosiologi olahraga. Dua bagian berikutnya meneliti olahraga sebagai suatu proses sosial, sosialisasi dan perubahan sosial. Bagian keempat sebagai sebuah institusi-dunia politik-dan hubungannya dengan olahraga. Bagian akhir menunjukkan bagaimana olahraga memperkuat ketidaksetaraan ras dan gender.

Pada bagian pertama, Frey dan Etizen memulainya dengan fokus kepada pandangan teoritis dalam sosiologi olahraga serta memandangnya dari tingkatan makro dalam sosiologi. Perdebatan teoritis dalam kajian ini yang sering terjadi antara berbagai perspektif dalam sosiologi seperti Fungsionalisme Struktural, Teori Konflik, dan Cultural Studies, Fungsionalisme Struktural, berfokus pada organisasi sosial, bagaimana mereka bekerja, dan bagaimana mereka dipertahankan.

 Fungsi (yaitu konsekuensi) dari perilaku bermotif untuk organisasi yang bersangkutan (Frey 1986). prinsip fungsionalisme struktural difokuskan pada sosialisasi para pemuda melalui olahraga, olahraga sebagai kendaraan untuk asimilasi, olahraga sebagai sistem sosial, hubungan olahraga dengan lembaga lain dan fungsi mengintegrasikan olahraga untuk partisipasi dan sosial organisasi (Frey dan Etizen, 1991:3). Model ini banyak dianut oleh para sosiolog dari Amerika Serikat dalam menganalisa olahraga namun kemudian mendapat banyak kritikan dari berbagai sosiolog olahraga. 

Banyak sosiolog olahraga bereaksi terhadap fungsionalisme struktural dengan bias mereka menanggap bahwa perspektif fungsional cenderung untuk menerima begitu saja rasionalisasi dari institusi olahraga kemudian secaran perspektif konflik para sosiolog tersebut memandang bahwa olahraga mencerminkan dan memperkuat hegemoni pengaturan sosial, sehingga semakin terlihat jelas perbedaan kelas dan pembedaan kekuasaan. Pandangan kelompok sosiolog aliran konflik ini yang kemudian menjadi pintu masuk untuk mengkaji olahraga yang berorientasi konflik seperti permasalahan sosial dalam perbedaan seksisme, ras, kelas sosial, konflik organisasi, dan lain sebagainya.

Sosiologi olahraga pada perkembangannya kini menjadi semakin luas perspekif kajiannya yang salah satunya dari perspektif Cultural Studies. Dari pandangan ini kini kajian mengenai olahraga semakin kompleks dengan beragama sudut pandang. Para sosiolog olahraga mulai memakai pandangan Cultural Studies dalam melihat berbagai fenonema dalam olahraga. 

Bagi para sosiolog tersebut perspektif ini mampu mengkritik pandangan fungsionalisme dan konflik yang sangat deterministik dan mengabaikan lembaga manusia dalam perubahan. Selain itu menurut Frey dan Etizen kajian Cultural Studies melihat bahwa olahraga merupakan bentuk dari konstruksi sosial bukan sekedar sebuah ekspresi budaya (Frey dan Stanley, 5:1991). 

Untuk lebih memperjelas bentuk-bentuk dari perspektif tersebut maka keduanya membagi beberapa persoalan dalam sosiologi olahraga kedalam beberapa persoalan. Pertama, kaitan antara olahraga dan sosialisasi. Pada bagian ini Frey dan Eitzen melihat bahwa olahraga menjadi sebuah tempat bersosialisasi bagi remaja khususnya dorongan dari orangtua kepada anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang berkompetitif, disiplin, kerja keras, dan memiliki target kehidupan (Frey & Eitzen, 7:1991). 

Sehingga banyak sosiolog yang menganggap bahwa ini bagian dari bentuk agen sosialisasi dimana remaja mendapat ruang untuk mengespresikan diri dalam bentuk olahraga. Persoalannya dari semua itu adalah media massa yang kemudian menjadi mepresentasikan dan me-representasikan olahraga tersebut kepada remaja yang terkadang terjadi manipulasi konten, simbol, serta komentar. Representasi media ini dapat mempengaruhi ide-ide tentang olahraga, persepsi tentang jenis kelamin, ras, hubungan sosial, dan perilaku yang tepat, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai tertentu. Kedua, perubahan sosial dan korporasi olahraga. 

Di bagian ini keduanya memandang bahwa permainan olahraga yang tadinya menjadi aktivitas fisik olahragawan berkembang menjadi tontonan serta komoditas dari korporasi sehingga kegiatan fisik ini berubah menjadi komersialisasi. Ada dua perubahan sosial yang signifikan dari komersialiasi olahraga tersebut yakni pertama, perubahan terjadi dalam format dan aturan permainan yaitu sebagai contoh bagaimana sepakbola dibuat aturan sedemikian rupa agar menarik pemirsa dan tontonan, kedua, bagi penggemar dan peserta olahraga nilainya berubah menjadi pengembangan diri dan kepuasan bagi mereka sehingga berolahraga menjadi sebuah hiburan. 

Ketiga, olahraga dan pemerintahan lebih khususnya hubungan internasioan. Pada bagian ini Frey & Eitzen melihat bahwa olahraga dan pemerintahan memiliki keterkaitan ekonomi politik yang kuat. Di mana ajang olaharaga menjadi arena bagi negara-negara untuk menunjukkan identitasnya serta kekuatannya, event-event besar seperti olimpiade serta pialan dunia menjadi tempat bagi pemerintahan negara menunjukkan supremasinya. Termasuk diantaranya pertarungan antara negara-negara berkuasa dengan negara berkembang termanifetasi dalam kejuaraan tersebut. Keempat, olahraga dan ketidakadilan dalam bentuk ras. 

Dengan mengambil kasus di Amerika Serikat kedua penulis ini memandang bahwa diskriminasi terhadap kulit hitam masih jelas terlihat dalam kegiatan olahraga di negara tersebut. Kulit hitam masih direpresentasikan sebagai kelompok yang masih harus bersaing dengan kulit putih dan dalam berbagai kompetisi olahraga di Amerika seperti basket, baseball, hockey kelompok kulit hitam mendapat posisi yang ditampilkan sebagai orang yang mengandalkan fisiknya saja.  Kelima, olahraga dan gender, pada bagian terakhirnya ini melihat bagaimana ketimpangan gender terlihat melalui bentuk maskulinitas dalam kegiatan olahraga yang masih mendominasi berbagai bentuk event maupun aktivitas fisik ini.

Bagi penulis, artikel Sport and Society yang ditulis oleh Frey dan Eitzen ini memiliki banyak kelebihan serta kekurangan dalam memandang sosiologi olahraga. Tulisan ini memiliki kelebihan dalam mengaitkan olahraga ke berbagai persoalan  sosial dalam ranah sosiologi. Sebelum adanya artikel ini dari pandangan penulis masih jarang sekali para sosiolog yang secara khusus memetakan kajian olahraga kedalam beberapa kajian-kajian sosial yang berkaitan dengan gender, ras, serta ketimpangan sosial. 

Kajian sebelumnya lebih banyak melihat secara fungsional dari olahraga itu sendiri tanpa memandang makna-makna yang terkandung aktivitas fisik tersebut. Artikel ini kemudian mencoba memetakan kajian sosiologi olahraga dengan menggunakan analisas Cultural Studies sehingga bisa dikatakan tulisan ini dapat menjadi sebuah referensi untuk melihat kegiatan berolahraga dari kacamata multidisiplin. Namun dibalik kelebihannya terdapat juga kekurangan dari artikel mengenai sosiologi olahraga ini yakni dari posisi Frey dan Eitzen yang bagi penulis tidak menempatkan secara jelas keduanya dalam posisi dari kajian ini. 

Keduanya hanya menggambarkan atau bisa dikatakan membuka sebuah wacana bahwa kajian sosiologi olahraga lewat bantuan cultural studies mampu melihat persoalan ketidakadilan dari berbagai bentuk seperti ras, gender, serta ekonomi politik. Penjelasan dari berbagai sudut pandang terus sangat membantu untuk penelitian olahraga selanjutnya dari sisi sosiologi tetapi penggambaran tersebut sebaiknya dilakukan dengan posisi akademis yang jelas sehingga dapat menjadi penuntun bagi para sosiolog ataupun akademisi yang ingin mengkaji olahraga. Sehingga kajian mengenai olahraga memiliki pilihan perspektif yang dapat menjadi referensi.

Artikel ini menurut penulis menggunakan paradigma tafsir kebudayaan (Interpretif), pandangan ini merupakan pikiran dari antropolog Clifford Geertz yang melihat pendekatan kebudayaan melalui penafsiran sistem-sistem simbol  makna kultural  secara mendalam dan menyeluruh dari perspektif para pelaku kebudayaan itu sendiri (Geertz, 1992:50). Adapun tulisan ini dipandang berdasarkan paradigma tersebut terlihat dari bagaimana Frey dan Eitzen membahas berbagai praktek olahraga yang memiliki makna tertentu. Contoh dari implmentasi paradigm ini adalah dari beberapa perspektif sosiologi yang dipetakan oleh kedua penulis tersebut, di mana fokus kepada para aktor yang berperan dalam olahraga dan kemudian dimaknai dengan dikaitkan dengan pandangan-pandangan sosiologi olahraga. Peran aktor dan aktivitas olahraga tersebut kemudian dimaknai dengan berbagai bentuk seperti ras, gender, ekonomi politik, dan sosialisasi.

Referensi :
Frey, H. James & Eitzen, Stanley 1991, "Sport and Society", Annual Review of  
           Sociology, Vol. 17 (1991), pp. 503-522. USA

Geertz, Clifford 1992, " Tafsir Kebudayaan", Kanisius, Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun