Mohon tunggu...
Meirina Chandra
Meirina Chandra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Meirin kecil bercita-cita menjadi pribadi yang berdampak positif dan mensejahterakan banyak orang

- Business Coach - 1st Indonesian Speaker at Income over Expenses, California - Founder of Payukarya _ Initiator of #IndonesiaSehat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rahasia Mendidik Anak

26 Mei 2020   00:31 Diperbarui: 26 Mei 2020   00:34 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentunya setiap orang tua ingin anaknya sukses dan bahagia, namun dalam mendidik dan membesarkan anak tidak ada buku panduan yang datang bersama kelahiran si anak. Tentunya cara mendidik anak antara generasi engkong dan generasi cucu sudah tidak bisa disamakan. banyak faktor, misalnya perkembangan zaman, seperti saat ini era informasi begitu terbuka, persaingan lebih tinggi, dan sebagainya.

Ada sebuah cerita, satu kelas khusus ini isinya anak-anak yang nakal semuanya. Guru-guru tidak ada yang betah. Masuk sebentar tidak lama sudah mengundurkan diri. Pada suatu hari, seorang guru baru masuk. Kepala sekolah mengatakan kepada guru ini bahwa kelas ini adalah isinya anak-anak super jenius semuanya.

Guru baru ini kemudian masuk ke kelas dan mengajar dengan persepsi bahwa semua anak di kelas ini adalah super jenius. Kemudian karena persepsinya seperti itu, dia mengajar dengan pemahaman bahwa anak-anak itu super jenius maka perlu usaha yang cocok.

Singkat cerita, kelas tersebut bisa menjadi kelas terbaik di angkatan itu. Saat itu, barulah kepala sekolah membongkar rahasianya, bahwa sebenarnya anak-anak itu biasa saja, tidak ada yang jenius. Yang mengejutkan adalah bagaimana kekuatan persepsi bisa mengubah segalanya.

Nah, bagaimana persepsi kita terhadap anak-anak kita? apakah mereka anak yang nakal atau mereka anak jenius? ingat persepsi menentukan tindakan, tindakan akan membawa ke hasil. beda persepsi, beda hasil. Apalagi kalau sampai terucap. "Duh, kamu yah kalo ngga bikin Mama marah ngga bisa ya!!", "Emang anak ini nakalnya minta ampun!!". 

Pertanyaannya, kenapa anak-anak itu "nakal"?

Anak-anak memiliki keterbatasan dalam mengungkapkan perasaannya, bisa jadi mereka nakal karena 3 kebutuhan dasar sebagai manusia tidak terpenuhi. Apa itu?

1. Rasa aman

anak-anak tentu bahagia bisa selalu dekat dengan orang tuanya. Pernahkah apabila perlu pergi bekerja dan meninggalkan anak di rumah, lalu daripada anak menangis maka orang tua mengendap-endap pergi? kelihatannya sepele, namun kenangan masa kecil ini akan tertanam di pikiran bawah sadar dan terbawa hingga besar. Rasa amannya hilang tiba-tiba. ini akan berujung si anak bisa mempunyai hubungan yang tidak sehat, misalnya dengan pasangan atau mitra kerja, seburuk apapun kondisinya dia tidak berani untuk meningglkan karena terbawa trauma masa kecil..

2. Merasa dicintai

Semua orang tua pasti mencintai anak. Pertanyaannya, lebih penting mana, mencintai anak atau membuat anak merasa dicintai? karena mencintai anak belum tentu membuat anak merasa dicintai. silakan ditanyakan ke sang anak, bagaimana dia merasa dicintai?

3. Otoritas

Apakah kita mau anak kita tumbuh jadi pribadi yang mandiri? sejak kapan mau kita latih? Tentunya sedini mungkin! berikan otoritas kepada anak untuk menentukan pilihan. Misalnya dalam memilih pakaian selalu dipilihkan orang tua atau ketika orang tua merasa pilihan anak kurang sesuai makan yang berjalan adalah pilihan orang tua. Akibatnya adalah si anak tidak biasa mempunyai pilihan sendiri. dia tidak bisa mengambil keputusan. Akhirnya tumbuh besar menjadi pribadi yang bimbang, peragu dan tidak bisa mengambil keputusan. Tentunya hal-hal yang tidak membahayakan akan si anak bisa diberikan kebebasan baginya.

Setiap kita adalah seorang anak, maka 3 kebutuhan dasar ini juga berlaku untuk setiap kita. beberapa orang tua mempunyai pandangan anak itu bisa besar sendiri bahkan beberapa orang tua bahkan tidak sadar kalau dia punya anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun