Mohon tunggu...
Meilisa Karo Sekali
Meilisa Karo Sekali Mohon Tunggu... Tutor - Mahasiswi HI

Hai guys, Jangan lupa like Dan comment

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diplomasi Koersif Korea Selatan Terhadap Pencabutan Status Mitra Dagang Prioritas Oleh Jepang Secara Sepihak

2 Desember 2021   16:51 Diperbarui: 2 Desember 2021   17:43 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korea selatan dan Jepang merupakan dua negara yang terkenal dengan historisnya yang dimana kedua negara tersebut memiliki hubungan yang buruk terhadap satu sama lain. Korea Selatan yang pernah dijajah oleh Jepang dari tahun 1910 hingga 1945 menimbulkan rasa benci masyarakat Korea Selatan terhadap Jepang. Bukan tanpa alasan, pada masa penjajahan yang dilakukan oleh Jepang dahulu terhadap Korea Selatan sangatlah semena – mena dimana banyak sekali wanita yang dieksploitasi oleh tentara – tentara Jepang secara paksa dan kejam yang bertujuan untuk memuaskan nafsu tentara – tentara Jepang yang dijulumi dengan comfort woman. Sensifitas warga Korea Selatan juga terhadap sejarah yang buruk itu ditujukan kepada salah satu kuil Yasunuki yang dibuat oleh Jepang  pada era shinto state. Oleh warga Jepang kuil ini dianggap sebagai tempat penghormatan para pejuang – pejuang dan juga tentara – tentara Jepang yang ikut dalam memperjuangkan Jepang. Namun, karena hal itulah Korea Selatan sendiri mengecam keberadaan kuil tersebut dan penghormatan yang terus dilakukan masyarakat Jepang terlebih pada saat perdana menteri Jepang yaitu Perdana Menteri Abe yang mengunjungi kuil Yasunuki karena dianggap bahwa roh pejuang masih berada disana ternyata membuka luka lama yang telah terjadi karena penjahat – penjahat yang merupakan penjahat kelas A bahkan hingga dianggap sebagai kejahatan yang melawan perdamaian sangat dihormati. Persengketaan ini juga pernah dirasakan pada tahun 2008 dimana Korea Selatan dan Jepang memperebutkan sebuah pulau dokdo sebutan oleh pemerintah Korea Selatan dan Takeshima sebutan yang diberikan oleh Jepang. Perebutan tersebut semakin memanas disaat Jepang mengklaim pulau tersebut secara sepihak dengan menetapkan kepemilikan pulau tersebut kedalam buku panduan sejarah Jepang yang dimana belum ada putusan secara internasional yang sah mengenai kejelasan kepemilikan pulau tersebut (Fiqri, 2016).

Dari sejarah Jepang dan Korea Selatan yang sangat pelik kita dapat memastikan bahwa tidak heran jikalau Korea Selatan sangat sensitif dan bahkan benci terhadap Jepang. Hal ini ternyata menjadi alasan paling dasar terhadap perselisihan Korea Selatan dan juga Jepang pada tahun 2019. Namun, sebelum perselisihan akibat dari sensitifitas historis yang dimiliki pleh kedua negara tersebut Korea Selatan dan Jepang pernah memiliki hubungan bilateral yang baik pada tahun 1998 yang ditandai dengan adanya A New Japan-Republic Of Korea Partnership Towarda 21st Century yang berisikan bahwa kedua negara sepakat untuk membangun kerjasama perdagangan yang baik pada abad 21 tanpa melihat kembali sejarah masa lampau yang dimana berujung pada hubungan diplomatik antar kedua negara yang semakin baik hingga terdapat perjanjian mengenai mintra dagang prioritas dimana Jepang akan selalu mengutamakan dengan mempercepat proses pengiriman barang dari Jepang ke Korea Selatan dalam hal pengeksporan bahan – bahan dalam material pada bidang industri teknologi terutama untuk pembuatan alat alat telekomunikasi yang banyak diproduksi di Korea Selatan (I Putu Andre Dharma Putra, 2019). Namun, perpecahan antara kedua negara ini terulang kembali yang dimana disebabkan oleh protes yang dilakukan oleh masyarakat Korea Selatan terhadap perusahaan Jepang. Masyarakat Korea Sekatan menuntut biaya ganti rugi mengenai korban – korban yang mengikuti kerja paksa pada yang era Perang Dunia II. Mahkamah Agung Korea Selatan menuntut 4 perusahaan asal Jepang untuk mengganti rugi sesuai dengan tuntutan dari keluarga korban yaitu sebesar sekitar 88.000 dolar karena penyelesaian kasus ini tidak termasuk pada perjanjian bikatelar yang telah dibuat sebelumnya (voaindonesia.com, 2019).

Hal ini membuat Jepang murka karena tidak setuju dengan tuntutan tersebut Jepang juga pasti ikut juga memberikan saksi ataupun hukuman kepada Korea Selatan atas kegiatan tersebut terbukti dengan pencabutan mitra dagang prioritas yang dilakukan Jepang terhadap Korea Selatan (I Putu Andre Dharma Putra, 2019) karena Jepang menarik Korea Selatan dari mitra dagang prioritas membuat Korea Selatan kesulitan untuk mendapatkan material yang dibutuhkan dalam produksi teknologi di negaranya karena hanya Jepang yang menjadi negara terdekat dalam produksi material yang dibutuhkan oleh Korea Selatan. Korea Selatan tentu akan menolak hukuman dari Jepang tersebut karena dianggap sangat tidak adil( namun Korea Selatan tidak langsung membalas. Presiden Korea Selatan meminta Perdana Menteri Jepang untum bertemu dan melakukan negosiasi namun ditolak oleh Jepang tentunya hal ini membuat Korea Selatan murka karena ajakan yang diminta secara baik – menjadi sia – sia sedangkan Korea Selatan mencoba untuk tidak menjadi agresif dalam konflik ini (I Putu Andre Dharma Putra, 2019). Bisa dilihat bahwa luka Korea Selatan terhadap sejarah yang kelam tetap dibawa sehingga Jepang tidak ingin mengembalikan status mitra dagang prioritas Korea Selatan. Dikarenakan hal ini Korea Selatan dalam mendapatkan apa yang sudah ditargetkan menggunakan strategi diplomasi koersif dimana dalam diplomasi ini bertujuan untuk membuat lawan patuh dan mengikuti apa yang negara lain ingingkan dengan menggunakan ancaman. Didalam diplomaos koersif ini tersapat 3 aspek yang menandai bahwa diplomasi tersebut adalah diplomasi Koersif yaitu ancaman, permintaan, dan tekanan waktu. Menurut saya semua negara yang mampu dan memiliki kecukupan dalam kekuatan militer dan mengetahui kelemahan negata yang dituju boleh melakukan diplomasi koersif. Walaupun diplomasi koersif ini terbilang cukup esktrim dimana jika tidak memiliki strategi dan tidka menganalisa kelemahan lawan dengan baik dapat menjadi boomerang kepada negara itu sendiri.
Korea Selatan yang sudah meminta untuk menegosiasikan sanksi yang diberikan oleh Jepang akhirnya mengambil langkah yang lebih tegas lagi dengan memboikot smeua barang – barang yang berasal dari Jepang (I Putu Andre Dharma Putra, 2019). Hal ini merupakan keputusan yang sangat tepat yang harus dilakukan oleh Korea Sekaran mengingat bahwa Korea Selatan sangat diuntungkan dengan rasa nasionalisme masyarakatnya sehingga kebijakan apapun yang diberlakukan oleh Korea Selatan terhadap Jepang yang notabenenya sebagai penjahat bagi orang Korea Selatan pasti akan didukung penuh, hal ini terbukti dari setelah dikeluarkannya kebijakan dalam menolak produk Jepang masyarakat Korea Selatan sangat kooperatif dengan tidak membeli barang – barang tersebut ditambah lagi dengan slogan yang “No Japan” yang menghiasi banyak jalan dan juga minimarket (I Putu Andre Dharma Putra, 2019).

Akibat dari hal itu pasti Jepang mengalami penurunan yang sangat drastis dalam penjualannya seperti penjualan mobil yang turun sebesar 57%-59% (Reuters, 2019)  dan penjualan minuman beralkohol dari Jepang yang turun hingga 90% dan makanan – makanan yang berasal dari Jepang yang turun sebanyak 58,1% (NEWS, 2019). Diplomasi koersif yang dilakukan oleh Korea Selatan sebagai negara yang pintar dalam mengetahui aspek kelemahannya sangat berbuah manis yang dimana Jepang pasti akan langsung memfokuskan dan memikirkan kembali mengenai ajakan negosiasi untuk mencabut sanksi yang dilakukan terlebih disaat Jepang mengalami kerugian yang sangat besar dan barang – barang tersebut disubtitusi oleh barang – barang asli Korea Selatan yang padahal jika Jepang betul – betul memikirkan konsekuensi yang diperbuat maka bisa saja Jepang masih memiliki hubungan yang baik dengan Jepang ditambah dengan sejarah dimana banyak dari pahlawan – pahlawan Jepang yang merupakan penjahat dari kacamata Korea Selatan sehingga tendensi yang terjadi diantara kedua negara tersebut pasti akan lebih mudah untuk memanas dibandingkan dengan untuk memiliki hubungan bilateral yang baik.

Karena hal ini pastinya membuat Jepang terdesak untuk menyetujui tawaran dari Korea Selatan. Dalam diplomasi koersif terdapat 2 cara dalam pengaplikasiannya yaitu full-ultimatum dan try and see, dalam hal ini Korea Selatan melakukan diplomasi koersif berbasis full-ultimatum dimana walaupun Korea Selatan tidak memberikan tenggat waktu sebagai instrumen tekanannya namun Korea Selatan langsung melakukan pemboikotan pada saat itu juga demi permintaanya atas pencabutan sanksi yang dilemparkan oleh Jepang dengan ancaman memboikot produk ekspor Jepang yang di import dari Korea Selatan. Tentunya dalam kegiatan diplomasi koersif ini harus dilakukan oleh Korea Selatan, mengapa ? Karena pertama, seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa Jepang merupakan satu – satunya negara yang terdekat dalam menyuplai material – material semikonduktor untuk memproduksi alat – alat elektronik, diplomasi koersif dilakukan agar kelangsungan dari industri elektronik ini tetap berjalan tanpa hambatan. Kedua, bahwa Korea Selatan ingin menunjukkan kekuatannya sebagai suatu negara juga atau bisa dibilang memperlihatkan martabat negaranya supaya tidak dipandang seperti dahulu pada masa penjajahan yang dimana Korea Selatan sangat bergantung pada Jepang dan lemah jika eksistensi Jepang naik yang dibuktikan dari diberikannya ultimatum terhadap Korea Selatan. Korea Selatan tentunya tidak ingin tinggal dibayang – bayang Jepang yang sempat menjadi superior dan menguasai Korea Selatan ditambah juga untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa negara Korea Selatan bukanlah lagi negara yang mudah diintervensi dan dipengaruhi baik dari negara lain ataupun oleh  situasi lain yang memungkina berpengaruh terhadap  dunia internasional. Ketiga, bahwa negara Korea Selatan tidak ingin agar terlihat bahwa Korea Selatan dihukum, karena konotasi dihukum oleh Jepang seolah – olah membawa Korea Selatan kembali pada momen penjajahan yang dilakukan oleh Jepang.

Mengapa Korea Selatan tidak melakukan diplomasi koersif dengan basus try and see karena Korea Selatan bisa saja akan dianggap lebih lemah dimana negara – negara akan melihat bawa Korea Selatan tidka berani langsung memberontak negara penjajahnya tersebut semenjak ajakan yang baik mengenai negosiasi terhadap hukuman Jepang dan Korea Selatan tidak ingin dijuluki sebagai negara yang bertele – tele dalam melakukan pembalasan dengan tidak menggunakan tekanan waktu.
Negara Jepang sangat diyakini akan mengintropeksi sendiri terhadp kebijakan yang dikeluarkan oleh negari matahri tersebut. Negara tersebut takut akan membawa masalah ini menjadi lebih panjang dan tidak berujung yang mungkin saja akan membawa kepada kerugian yang lebih besar lagi sehingga seharusnya Jepang stop untuk tetap bersikukuh atas pemberian sanksi tersebut walaupun pasar yang dimiliki secara di Asia cukup besar dalam segi otomotif namun tetap saja Korea Selatan juga merupakan pemasok pendapatan yang cukup besar bagi Jepang. Seharusnya, terdapat pihak lain yang hanya sekedar memberikan forum seperti WTO karena Korea Selatan sudah melanggar prinsip non-diskriminasi dan MFN serta negara yang posisinya netral terhadap Jepang dan Korea Selatan untuk memberikan sesu mediasi sehingga konflik karena pencabutan Korea Selatan dari daftar putih expor Jepang tidak berlangsung lama dan tidak menjadi ancaman yang lebih besar seperti terciptanya perang dingin antar kedua negara tersebut yang bisa saja berefek terhadap egara – neara sekitarnua atau bahkan terdapat level dalam hubungan kedua negara tersebut dengan Amerika Serikat sehingga mungkin saja semakin memperparah jika Amerika Serikat hanya memihak satu pihak saja

REFERENCES

Fiqri, H. (2016). PERBANDINGAN KEBIJAKAN KOREA SELATAN ERA LEE MYUNG BAK DAN PARK GEUN HYE TERHADAP JEPANG TERKAIT ISU KUIL YASUKUNI SEBAGAI SIMBOL KEJAHATAN PERANG . Journal of International Relations, 270-275.
I Putu Andre Dharma Putra, P. R. (2019). UPAYA KOREA SELATAN MENGEMBALIKAN STATUS MITRA DAGANG PRIORITAS YANG DICABUT JEPANG PADA TAHUN 2019. 1-10.
NEWS, B. (2019, November). Japan beer exports to South Korea hit zero amid trade spat. Retrieved from bbc.com: https://www.bbc.com/news/business-50583118
Reuters. (2019, September). Japanese automakers' sales fall in South Korea amid consumer boycott. Retrieved from reuters.com: https://mobile.reuters.com/article/amp/idUSKCN1VP05R
voaindonesia.com. (2019, April). Korsel Ajukan Gugatan Baru Terhadap Perusahaan Jepang yang Lakukan Kerja Paksa. Retrieved from voaindonesia.com: https://www.voaindonesia.com/amp/gugatan-baru-diajukan-di-korsel-terhadap-perusahaan-jepang-yang-lakukan-kerja-paksa/4861736.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun