Mohon tunggu...
Meilawati Indah Ramadhani
Meilawati Indah Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - @meilawt_ir

Pendidikan Sosiologi A; Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19

28 Juni 2021   16:13 Diperbarui: 29 Juni 2021   12:46 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana kita ketahui, saat ini kita sudah memasuki era teknologi digital. Oleh karena itu, kebijakan pembelajaran melalui metode daring(dalam jaringan)bukanlah hal yang mengejutkan. Metode pembelajaran daring sangat bermanfaat bagi siswa, terutama saat menghadapi darurat pandemi seperti saat ini. Dengan metode pembelajaran daring, proses belajar mengajar tetap dapat dilaksanakan.

Pada mulanya, konsep Pembelajaran online atau Jarak Jauh dirancang untuk mengatasi kesenjangan pendidikan yang terjadi di Indonesia. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diharapkan dapat mengatasi masalah kesenjangan pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi dalam bidang pendidikan yang disebabkan oleh berbagai hambatan seperti jarak, tempat, dan waktu. 

Untuk itu, penyelenggaraan Pembelajaran online atau Jarak Jauh (PJJ)harus sesuai dengan karakteristik pembelajar, tujuan pembelajaran dan proses pembelajaran. Dengan demikian, tujuan Pembelajaran online atau Jarak Jauh (PJJ) adalah untuk memberikan kesempatan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak dapat mengikuti pembelajaran konvensional secara tatap muka. Setidaknya ada empat (4) keuntungan atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui internet, yaitu (Munir, 2009):

  • Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara pembelajar dengan pengajar (enhance interactivity)
  • Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility)
  • Menjangkau pembelajar dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience)
  • Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).

Dalam sebuah hasil penelitian terbaru mengenai praktek kegiatan Pembelajaran online atau Jarak Jauh (PJJ) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Unggulan M.H Thamrin Jakarta Timur, disebutkan bahwa dengan diterapkannya kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari sekolah pada beberapa bulan ke belakang, terdapat fenoma baru yang terjadi yaitu: pertama, kesadaran yang tinggi dari orangtua akan sulitnya menjalankan profesi guru; kedua, meningkatnya kesadaran akan pendidikan ke orangtuaan yang selama ini banyak terabaikan; ketiga, proses pendidikan yang lebih multiliterat; keempat, meningkatnya pemahaman guru akan kondisi anakdan keluarganya; kelima, meningkatnya kesadaran literasi digital bagi guru, orangtua, dan siswa; dan keenam, guru dan siswa lebih banyak mengekplorasi materi-materi di luar buku paket (Jusuf, dkk., 2020).

Meskipun bermanfaat, penerapan pembelajaran daring masih menemui banyak kendala. Salah satunya, metode daring belum bisa diterapkan di satuan pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). 

Terbatasnya pemerataan teknologi membuat daerah 3T kesulitan mengakses jaringan internet. Karena itulah, siswa-siswa di daerah tersebut tidak dapat melaksanakan pembelajaran daring atau pembelajaran dengan media lainnya. Selain itu, masih banyak satuan pendidikan yang belum familier dengan perkembangan informasi dan komunikasi. Akibatnya,penerapanpembelajaransecara daring tidakdapat terlaksana dengan baik.

Namun dalam prakteknya, proses kegiatan Pembelajaran online atau Jarak Jauh (PJJ) tersebut, tentu tidak semua peserta didik dan para tenaga pengajar langsung terbiasa dengan kebiasaan baru tersebut, mengingat bahwa penggunaan alat teknologi bagi sebagian besar wilayah di pelosok negeri belum merata.

Berikut ini beberapa hambatan yang terjadi dalam pembelajaran dengan metode daring. Pertama adalah terbatasnya penguasaan teknologi informasi oleh guru dan siswa. Tidak semua guru di Indonesia memahami penggunaan teknologi, terutama para guru yang usianya di atas 50 tahun. Hal itu tentu menjadi kendala ketika mereka harus menggunakan media daring. Selain guru, siswa pun, terutama siswa kelas rendah, tentu belum dapat menggunakan teknologi dengan baik.

Kedua, kurang memadainya sarana dan prasarana. Untuk pelaksanaan pembelajaran daring, diperlukan perangkat pendukung teknologi yang harganya tentu tidak murah, misalnya laptop atau telepon pintar. Tidak semua siswa berasal dari keluarga mampu yang bisa menyediakan perangkat yang dibutuhkan. Bahkan, masih banyak juga guru yang memiliki keterbatasan ekonomi. Hal itu dapat menghambat terlaksananya pembelajaran daring saat pandemi Covid-19 ini.

Ketiga, terbatasnya akses internet.Saat ini belum semua daerah di Indonesia dapat menikmati jaringan internet.Untuk daerah yang berada di pelosok pedesaan dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), jaringan internet tentu merupakan hal yang sulit ditemukan. Bahkan, di daerah yang sudah ada internet pun, belum semua lembaga pendidikan dapat menikmatinya. Kalaupun ada jaringan internet, akses untuk media daring pun masih terbatas.

Keempat, ketidaksiapan anggaran yang mendukung penggunaan media daring, misalnya untuk pembelian kuota internet. Selain gawai, untuk mengoperasikan media daring diperlukan kuota internet yang biayanya lumayan besar. Itu artinya, diperlukan biaya tambahan di luar pengeluaran rutin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun