Aku, kamu, mereka, kita. Mengapa ada? Bukankah karena anyaman tali cinta dan jahitan benang pengorbanan?Â
Ketika dua insan bertemu. Memadu kisah kasih. Tak akan lekang tanpa pengorbanan. Ego, sang cinta diri dihancurkan.Â
Bukankah adalah pengorbanan ketika diri tulus berbagi rasa. Ketika diri lapang menerima cinta.Â
Bukankah pengorbanan, ketika seorang ibu menahan jejak-jejak rintihan benih kasih dalam kandungan. Lalu, dengan senang menahan sakit di hari kelahiran?
Hingga akhirnya, aku, kau, mereka dan kita: Mengada, karena cinta dan pengorbanan.
Dan, dengan apakah kita memberi arti kepada sebuah ada?Â
Biarlah adanya kita, membawa arti kepada ada mereka. Tanpa pandang warna. Tanpa pandang beda.
Sehingga kita, bukan saling meniadakan. Tetapi kita saling mengada. Dengan cinta dan pengorbanan.Â
Karena pengorbanan tanpa cinta tak akan mengidungkan lagu tentang ketulusan. Dan ketulusan tak pernah menulis syair tentang pamrih.
Cinta dan pengorbanan adalah seperti lilin-lilin yang berkorban. Membakar diri, menghancurkan tubuh, demi berbagi terang dalam  kegelapan. Tanpa peduli apakah terang akan membalasnya dengan membangkitkan tubuhnya yang hancur.Â