Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hikayat Sang Rasa

6 Juni 2021   08:11 Diperbarui: 6 Juni 2021   08:14 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Yang menjelma menjadi karya" [Dokpri, MYT]

Ketika mata membuka jendela, lalu membedah dunia, nampak mesin-mesin fakta meledakan fenomena. Hutan belantara yang tertidur tenang lalu melahirkan mata air, dan gurun tandus yang menangis hingga kekeringan air mata. Pusat kota yang berpesta dan lorong-lorong yang bersedih. Semua itu adalah tentang sang rasa yang merasa.

Pepohonan berbuah cinta sekaligus problema. Dedauan tersenyum hijau, namun sering juga meneteskan air mata, meratapi helai daun yang layu dan gugur. Bunga-bunga menjadi rebutan, menjadi pajangan, lalu dicampakan disaat layu. 

Rerumputan riang gembira bermandi hujan di menit yang lalu, kemudian di detik yang lain, mencoba bertahan dalam samsara jajahan terik mentari dan gilasan roda, mesin zaman kini. 

Semua itu menyentuh rasa.

Di balik bilik tubuh, sang rasa terpenjara, lalu mengunduh manis dan pahit jagad raya, menyeruputnya bersama segelas susu, atau secangkir kopi pahit. Ataupun juga, memadukannya dalam segelas kopi susu. Manis dan pahit menjadi aroma kehidupan. Rasa melahirkan rasa. Menumpuklah butir-butir senyum dan air mata di relung kamar nurani. 

Hati kecil berbisik dalam kesesakan. Kepada sang pikir, dicurahkannya segala romansa bercampur elegi. Segala rasa kepada kuasa. Nyanyian sunyi serta lirik-lirik asmara, dikidungkan sang rasa di panggung pikiran. Orkestra pikiran menggambar garis nada di kerutan dahi. Lalu, terciptalah simfoni, harmoni pikir dan rasa. 

Jejaring saraf mengirimkan pesan kepada para organ. Tentang kemesraan pikir dan rasa. Tentang asmara, di antara manis dan pahit, berpadunya hitam dan putih, yang saling bercumbu, dan melahirkan benih inspirasi. 

Lalu, bibir liar menggeliat mengunggah kata, membalut rasa yang terluka, mengecup mesra rasa yang tercinta. Dinaikinya tangga nada, dan ditinggalkannya jejak-jejak dalam bait-bait cinta, asa dan semangat. Bahasa-bahasa tubuh mendamaikan rasa dan rasa, bergandeng tangan, menari riang gembira di panggung yang fana. 

Secarik pesawat kertas mendarat di pelupuk rasa. Kupu-kupu kertas hinggap di daun asa. Jemari memeluk pena. Bersama, mereka menulis kisah tentang rasa, dalam diksi-diksi tak tertandingi. Sejuta aksara berpadu menjadi syair kehidupan. 

Lihat, pesawat dan kupu-kupu kertas telah terhias indah, dengan karya sang pena. Siap terbang ke penjuru dunia, untuk berbagi kisah inspirasi. Tentang rasa dan pikiran yang bercinta di kertas asmara. Tentang kita yang fana, yang menangis dan tertawa, lalu meninggalkan jejak keabadian. Tentang hikayat sang rasa yang menjelma menjadi karya. 

Yang, abadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun