Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Peluh, Permata dan Merpati Putih

24 November 2020   09:29 Diperbarui: 24 November 2020   09:35 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi||medisweb.com 

Adalah peluh menembus pori lalu jatuh di lautan kehidupan, berpadu bersama gelombang, lalu terhempas di pantai sambil menantikan akhir sebuah kisah tentang pengorbanan.  

Dia adalah butiran molekul cair yang terpaksa keluar meninggalkan sebuah tempat yang berhiaskan kenyamanan dan ketenangan, dalam sebuah pendakian di bukit cita. 

Peluh demi peluh tiada henti menetes ke bumi, dari sang raga yang teguh, sambil menyanyikan kidung bernada asa tentang kristal sampah yang berharap menemukan jalan metamorfosa menjadi permata. 

Suatu ketika,  dalam penantian panjang di negeri kesabaran, merpati putih bermahkota ketulusan, melintas di langit biru penuh harapan. Terbang sambil memeluk sepucuk surat, berisi kabar kepada peluh yang tabah merawat harapan dalam penantian.  

Wajah sumringah sang peluh memancarkan cahaya kemenangan ketika membaca surat dari sang raga yang menjatuhkannya ke bumi yang gersang.  Sepucuk surat singkat berisi ucapan terimakasih  dan  selembar foto tentang permata yang kini mengisi ruang yang ditinggal sang peluh.  

Merpati putih terharu,  menyaksikan kisah tentang jerih payah yang tak sia-sia. Meskipun sang peluh tak kunjung menjadi permata. Karena memang dia tercipta bukan untuk menjadi permata, tetapi adalah jalan pengorbanan  untuk  memeluk permata di sebuah puncak pendakian sang karya di bukit cita dan cinta. 

Terimakasih untuk setiap tetesan pengorbananmu.  Tiada permata kan ku peluk tanpa peluh yang jatuh ke bumi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun