Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Ketiga dalam Dilema Cinta di Bibir Pantai Kumu

4 Juni 2020   00:18 Diperbarui: 4 Juni 2020   00:20 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
|picture from pixabay.com|  

Sore itu, sambil menikmati daya eksotis sunset khas Pantai Kumu, Krus duduk merenung beralas empuk pasir pantai, menghadap hamparan bakau, tepat di depan rumah mereka yang sederhana yang dibangun menghadap pantai. Hamparan bakau berpopulasi 5000 pohon itu ditanam ayah Krus dan masyarakat Desa Kumu sepuluh tahun lalu disaat peringatan Hari Segitiga Terumbu Karang, 7 Juni 2009.

Laptop jadul, segelas kopi dan sepiring pisang goreng olahan Flora, Ibunda Krus, menemani Krus. Sunset Pantai Kumu sepertinya memberi energi inspirasi di benak Krus dan menuntun jemari Krus terus menari di keyboard laptop. Hari itu, Krus nampak mulai mampu menguasai emosi jiwa dan irama pikirannya, seminggu setelah peristiwa hancurnya aksi demonstrasi yang membawa prahara cinta dan dilema diri. Ketenangan diri di kala itu, tak lepas dari motivasi ibundanya Flora dan sang ayah, Eko.

Kata semangat ibundanya masih terekam, "Krus..., tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan. Kuncinya, kita harus tenang dan tegar, seperti pohon bakau. Mereka sabar seharian menunggu sunset, dan  tegar sekalipun ombak datang menerpa mereka. Merekapun sanggup melindungi kita dari aberasi pantai."

Pun nasehat bijak sang Ayah terus membisik di telinganya, "sebagai lelaki jangan jadi pengecut. Beranilah memperjuangkan kebenaran dengan cerdas dan kreatif. Selalu ada jalan ketiga diantara dua jalan."

Sore itu di bibir Pantai Kumu, Krus sedang menyiapkan sesuatu. Suatu langkah yang dipilihnya setelah kemarin, pintu rumah Pak Omni di perumahan elit Citra Land, tak bersahabat dengan kedatangan Krus.  

*****

Minggu sore, seperti biasa bibir Pantai Kumu yang elok, padat dikunjungi warga dari Manado dan sekitarnya. Selain datang menikmati sunset yang khas, pengunjung biasanya menikmati nyamannya mandi di cekungan Pantai Kumu.

Nissan Fortuner hitam menyusuri jalan pantai Kumu, melewati kerumunan wisatawan yang asyik menikmati liburan. Melaju pelan, mobil mewah itu melewati daerah hutan bakau yang hijau berseri menyapa setiap insan yang menatapnya. Persis di rumah Krus, mobil mewah itu berhenti. 

Dari balik jendela rumah, Krus telah mengenali mobil itu. Sudah bisa ditebak siapa yang akan keluar dari dalam mobil. Sang pengusaha yang berencana menggusur rumah dan mengganti hutan bakau dengan hutan beton di pesisir Pantai Kumu.

Yupz.... dugaan Krus tepat. Pak Omni turun dari pintu depan di bagian driver. Rupanya dia menyetir mobilnya sendiri. Ada apa gerangan? Mungkinkah untuk memberitahukan secara langsung kepada Krus dan keluarganya supaya segera mengosongkan rumah ? Seribu tanya, sejuta sangka mulai berkecamuk di benak Krus....

"Tok, tok, tok...," terdengar suara pintu diketok.

Tak berapa lama, Flora membukakan pintu bagi tamu mereka di minggu sore itu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun