Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Ketiga dalam Dilema Cinta di Bibir Pantai Kumu

4 Juni 2020   00:18 Diperbarui: 4 Juni 2020   00:20 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
|picture from pixabay.com|  

"Jadi, anak saya kamu ajak ke tempat ini untuk melawan orang tuanya sendiri?" tanya Pak Omni dengan nada tegas penuh amarah. Nada bicara penuh amarah seperti ini baru kali ini didengar Krus dari calon ayah mantunya. 

Kali ini, tak sepatah kata bisa meluncur dari mulut sang aktivis. Lidahnya yang lincah berdebat dan terampil mengolah kata, detik ini tak sanggup lagi merangkai kata. Kecamuk pikir dan rasa, menahan lidah tuk mampu merangkai kata.

Hiruk pikuk semangat massa tiba-tiba diam terhisap adegan dramatis yang melanda pimpinan aksi. Hari itu di Pantai Kumu, idealisme kalah bertarung melawan emosi. Klimaks aksi hari itu adalah antiklimaks! Nia dan Krus, aktor utama aksi tak berdaya. Nyali hilang lenyap, aksipun terhenti. Nia dibawa pulang ayahnya. Tak berdaya.... Tak ada perlawanan di hari itu, dan memang belum pernah ada perlawanan sebelumnya. 

Sebagai anak tunggal, Nia begitu dimanjakan ayahnya, apalagi semenjak ibunya meninggal, saat Nia baru saja melepas seragam abu-abunya. Ayahnya merupakan figur yang paling didengar dan diseganinya. Tak ada keberanian yang mampu menggerakan perlawanan, pun ketika suara penuh wibawa ayahnya berucap: "mulai saat ini, papa tak mau mendengar atau melihat kamu berhubungan dengan Krus!"

Benar-benar hari itu adalah ujian terberat terhadap idealisme dan cinta si putri cantik pecinta lingkungan. Si anak papa yang paternalistis itu dalam dilema yang tak tertandingi. Antara cintanya pada Krus, idealisme lingkungan dan Omni, ayahnya. Tak ada satu yang dipilih selain satu yang harus dituruti adalah Omni, Ayah tercinta, pebisnis hebat namun tak bersahabat dengan alam. 

Hmmm begitu digdayanya Pak Omni... layaknya kelompok fauna pemakan segalanya di pelajaran ekologi: Omnivora...

*****

Dunia seakan kiamat bagi Krus, ketika membaca pesan WhatssApp Nia: "Krus... maafkan Nia... kita harus putus, dan tak ada ruang maupun waktu untuk bertemu. Tapi, jujur dihati ini masih ada namamu dan Pantai Kumu."

Nia telah memilih jalannya, mengikuti kehendak sang Ayah tercinta, memutuskan hubungan dengan Krus. Namun, kata hatinya tak bisa disangkal. Nia tak berdaya menghapus cintanya pada Krus dan juga pada masa depan Pantai Kumu.

Kegalauan tiada banding melanda batin Krus. Misi perjuangan penyelamatan kampung pesisir dan hutan bakaunya terancam kandas. Hubungan asmara yang telah terbangun sekira tiga tahun bersama Nia kini tinggal kenangan. Tak ada yang bisa dipilih. Keduanya penting, keduanya menyangkut masa depan. Namun memilih salah satu saja sudah sulit, apalagi memilih keduanya. Dilema !!!

Memilih melanjutkan perjuangan menentang pembangunan hotel berarti berhadapan dengan ayahnya Nia dan menelantarkan masa depan cinta. Memilih mengalah pada pembangunan hotel dan pembabatan hutan bakau berarti mengorbankan keluarga, rumah dan masa depan mata pencaharian keluarga yang berarti masa depannya juga. 

Ayah Krus seorang nelayan yang sukses. Dari hasil kerja kerasnya, Krus boleh berpredikat mahasiswa. Ayahnya sangat berharap pada populasi ikan dan beberapa jenis kepiting bernilai ekonomis yang menggunakan bakau sebagai habitat perkembangannya.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun