Mohon tunggu...
Meicky Shoreamanis Panggabean
Meicky Shoreamanis Panggabean Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biografi BTP dan Munir

www.gurupenulis.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gubernur Gue Kayak Begini. Gubernur Lo Kayak Apa ? (Bagian II) : Kisah Telinga Seorang Gubernur

16 Agustus 2014   23:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:22 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Warga  Samarinda  berharap Ahok menjadi gubernur mereka

(http://regional.kompas.com/read/2014/08/04/18403111/Warga.Samarinda. Berharap.Ahok.Jadi.Gubernur.Kaltim.Mengapa.). Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 240 juta orang. 3,7 juta di antaranya menetap di Kalimantan Timur namun  pilihan untuk memimpin propinsi tersebut jatuh pada Ahok. Di negara keempat sejagad yang lebih dari 32 tahun dicengkram pemerintahan tiran dengan jajaran birokrat  korup yang beranak pinak dan susah disentuh hukum, pejabat seperti Ahok statusnya jadi mirip  Gorila Gunung atau Buaya Filipina:Mahkluk langka.

Karena populasinya mendekati punah itulah, gue jadi jarang banget liat pemimpin yang hatinya benar-benar untuk  rakyat. Gue terbengong-bengong waktu nonton video berikut untuk pertama kalinya (http://www.youtube.com/watch?v=LOQV6tFnFiw). Lihatlah, Ahok mendengarkan curhat seorang ibu pedagang kaki lima dan pertanyaan si ibu dijawab  satu demi satu, beberapa di antaranya dengan panjang lebar. Gue takjub nonton film itu karena pejabat dan listening ears biasanya  tak bisa disebut secara bersamaan dalam satu tarikan nafas. Jarak mereka berdua terlalu jauh.

Video lain bisa dilihat di link ini (http://www.youtube.com/watch?v=mhBRMrI_2do). Film ini di menit 37:03 menunjukkan Ahok, yang  sedang diwawancara, diinterupsi  oleh seorang ibu-ibu. Tanpa menghiraukan reaksi para jurnalis yang terkesan sedikit terganggu, Ahok merespons komentar ibu yang sedang menggendong anak balitanya itu. Akhirnya, mereka berdua terlibat dalam sebuah dialog.

Mungkin sebagian pembaca berkomentar,”Ahh..Apa sih istimewanya, semua yang ngga tuli juga bisa mendengar orang bicara”. Semua yang tak tuli memang bisa mendengar namun tak semua yang bisa mendengar rela untuk mendengarkan. Saat seseorang berbicara pada kita,  suara mereka bisa jadi harus bersaing ketat dengan suara yang  memborbardir kita dari dalam dan luar diri. Apalagi, jika kalimat-kalimat itu disampaikan oleh mereka ‘yang berbeda’.  Hah, persaingan bisa tambah ketat.

Mendengar, saudara-saudaraku yang baik,  bukanlah hal sederhana dan tak akan pernah menjadi sesuatu yang mudah. Benak setiap orang sesak dengan pemikiran dan ide-ide itu bisa sedemikian memenuhi kepala hingga saluran telinga tertutup rapat.

Jika kita merasa bahwa diri kita lebih baik daripada si lawan bicara, kita akan sulit mendengarkan.

Jika kita berpendapat kita sudah paham mengenai apa yang dia sedang dan akan katakan, kita akan sulit mendengarkan.

Jika kita merasa bahwa apa yang ada di pikiran kita lebih penting untuk diprioritaskan, kita juga akan kesulitan untuk mendengarkan.

Kemampuan untuk mendengarkan membutuhkan kerendahan hati. Semua orang yang tak tuli bisa mendengar. Namun, tak semua yang bisa mendengar rela untuk mendengarkan.

Pernah perhatikan gaya Ahok di berbagai wawancara dan acara bincang-bincang ? Berulang kali beliau memotong omongan reporter.  Kalau rajin browsing YouTube, lo juga akan lihat bahwa ada video-video yang menunjukkan Ahok menjawab pertanyaan sambil  menandatangani dokumen. Ga melulu telinga Ahok bisa dibuka lebar-lebar. Oleh karena itu, kerelaan Ahok untuk telaten mendengarkan rakyatnya berkeluh kesah menjadi amat istimewa. Di tengah-tengah kebiasaannya untuk memotong kalimat yang dianggapnya tak perlu, di tengah-tengah kebiasaannya untuk bicara secepat bunyi petasan renceng yang saling bersusulan, di tengah-tengah kebiasaannya untuk  berpikir secepat bajaj belok,  nalurinya sebagai pemimpin tetap terjaga. Kesediaan Ahok  untuk mendengarkan rakyatnya serta-merta akan membawa benak kita  kepada Woodrow Wilson. Presiden Amerika ke-28 ini pernah bertutur,”The ear of the leader must ring with the voices of the people."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun