Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Akhir Persahabatan

4 Maret 2023   16:54 Diperbarui: 4 Maret 2023   16:57 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Koleksi pribadi Megawati Sorek

"Jika aku tak kembali dalam keadaan hidup, maka kau harus menyelesaikan kasus ini," ucap Arkan dengan mendongak dan mengembuskan asap rokoknya. Kepulan asapnya berbentuk lingkaran. Ia melempar pelan sebuah amplop besar berwarna cokelat ke meja, aku hanya diam, menunggu  perkataan selanjutnya dari sahabatku itu sembari membuka dan melihat berkas-berkas dan foto-foto yang diberikan. Ia seorang polisi yang terkabung di Badan Reserse dan Kriminal. Sedangkan aku hanya pengangguran yang hobinya membaca dan sesekali menjadi informan. Kemarin ia menjelaskan sedang melakukan penyamaran di suatu rumah yang mereka curigai telah melakukan pembunuhan. Kasusnya masih menjadi misteri karena belum cukup bukti serta tidak ada jasad mayat yang dapat ditemukan, hanya indikasinya beberapa korban yang dilaporkan hilang pernah bekerja pada Tuan Baskoro.

"Kau tahu, di manapun  pasti ada pengkhianat, aku curiga ada orang yang terlibat, kasus ini sulit untuk terbongkar. Ah, duit memang berkuasa," keluhnya lagi.

"Kenapa kau berucap demikian? Apa kau pesimis?" tanyaku dengan memandang lekat pada mata sayu Arkan. Ada kesedihan yang terpancar, ia memang sosok idealis. Figur yang bertugas rela mati-matian tanpa mengenal lelah dan waktu, berdedikasi tinggi dan mengayomi masyarakat dengan sepenuh hati. Aku jamin dia termasuk aparat yang langka untuk saat ini.

"Entahlah, aku merasa penyamaranku seakan sudah diketahui, intruksi dari atasan aku harus tetap pada posisi dulu, ada yang aneh, tetapi aku tak tahu apa itu?." Suara Arkan sedikit bergetar menandakan ia tertekan. Sebagai sahabatnya sedari kecil aku tahu ia sedang kesulitan dan ia tak bisa mengadu pada siapa pun.

Siapa sangka itu adalah pertemuan terakhirku dengannya, setelah itu ia dinyatakan sebagai orang hilang yang sedang dicari keberadaannya. Aku tahu ini pastinya berkaitan dengan kasus yang ia ceritakan tempo hari.  Jangan tanya bagaimana rasa kehilanganku, dia sahabat satu-satunya dan sudah seperti saudara kandung. Apalagi melihat kedua orang tuanya yang begitu terpukul, ada perih terasa di hati ini. Sesuai amanahnya aku pun akan melakukan penyelidikan seorang diri. Mengikuti jejaknya, maka aku harus mendekati target.

*** 

Rasa ingin tahu yang besar membuatku mendekati bilik rahasia milik majikan yang berada di belakang. Memang seminggu yang lalu sebelum aku mulai bekerja, majikan yang super kaya ini mewanti-wanti agar kami semua mematuhi aturannya yaitu tidak boleh menganggu kamar berpintu warna hitam tersebut.

Aku merogoh saku, mengeluarkan kunci yang tadi sempat kuambil ketika membersihkan kamar Tuan Baskoro. Tubuhku sedikit bergetar karena gugup. Dalam hati berharap, semoga dari sekian banyak kunci yang ada pada lingkaran besi putih ini ada yang pas.

Setelah beberapa kali mencoba memasukkan anak kunci sembari kepalaku menoleh ke kiri dan kanan, takut ketahuan. Akhirnya, berhasil, aku mendorong pelan, dan masuk dengan cepat dan menutup kembali pintunya. Gelap, tanganku meraba-raba dan menekan sakelar yang tak jauh dari pintu. Mataku memindai sekeliling, hanya ruangan dengan lukisan dan sebuah lemari tua yang saling berhadapan. Dinding bercat kuning gading tanpa ada jendela maupun lubang angin. Jauh sekali dari apa yang dibayangkan, aku mengira akan melihat pemandangan seperti tempat ritual pesugihan seperti pada cerita-cerita yang pernah dibaca.

Aku yang sudah merasa terlanjur masuk, memutuskan mendekati lemari dengan warna yang pudar. Tidak ada yang aneh, hanya lemari dua pintu yang kosong, polos dan tanpa ada tingkat-tingkatnya. Tanpa menutupnya kembali aku berjalan ke arah lukisan seberang lemari tersebut. Lukisan harimau besar dengan matanya yang nyalang seakan hidup. Permukaan lukisan terlihat berdebu, kecuali bagian kepalanya. Tanganku mengelus bagian hidung yang permukaannya seperti menonjol dan tanpa sengaja aku menekannya. Bunyi derit benda berasal dari belakangku, refleks aku berbalik. Tiba-tiba lemari kayu itu bergetar, dinding  bergeser. Aku terpaku, mata tak berkedip, sebuah lorong terpampang. Ternyata lemari itu adalah sebuah pintu rahasia, tanpa ragu aku melangkah maju. Setelah beberapa langkah, derit benda bergeser kembali terdengar dari arah belakang, aku berbalik, pintu tertutup otomatis. Artinya aku terkurung, bagaimana nanti aku keluar? apa yang akan terjadi denganku? Begitu banyak pertanyaan dibenak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun