Mohon tunggu...
Megan Fahlevi Purba
Megan Fahlevi Purba Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia.

Orang yang sesekali iseng menulis untuk menuangkan perspektifnya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

WNI eks-ISIS dalam Perspektif Kewarganegaraan

10 Februari 2020   20:44 Diperbarui: 10 Februari 2020   23:21 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini merupakan amanat konstitusi Pasal 28 D ayat (1) "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.". dan Pasal 28 A "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mepertahankan hidup dan kehidupannya.".

Ada beberapa pernyataan mengenai kewarganegaraan WNI Eks-ISIS ada yang menyatakan WNI Eks-ISIS telah menanggalkan kewarganegaraan Indonesia, kemudian ada pula yang menyatakan bergabung dengan ISIS tidak mencabut kewarganegaraan Indonesia karena tidak sesuai dengan sebab-sebab hilangnya kewarganegaraan. Mengutip Pasal 23 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

  1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
  2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
  3. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempa tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
  4. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
  5. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
  6. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
  7. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
  8. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
  9. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Mengenai status kewarganegaraan WNI Eks-ISIS menurut hemat penulis tetaplah sebagai WNI sehingga wajib dilindungi oleh Pemerintah sebagaimana amanat tujuan Negara Republik Indonesia. ISIS bukanlah suatu negara karena tidak memenuhi kriteria sebagai negara sebagaimana dirumuskan dalam Konvensi Montevideo 1933. Jadi sebab-sebab hilangnya kewarganeegaraan sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tidak tercapai oleh WNI eks-ISIS.

Berdasarkan Konvensi Montevideo 1933 syarat sahnya suatu negara ialah penduduk, wilayah, pemerintahan yang berdaulat dan pengakuan dari negara lain juga kemampuan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. 

ISIS tidak memenuhi kelima kriteria tersebut karena pada dasarnya warganegara dalam wilayah ISIS ialah warga negara dari berbagai negara, utamanya Irak dan Suriah. Kemudian wilayahnya pun ialah wilayah yang secara internasional diakui sebagai wilayah kedaulatan Irak dan Suriah. 

Jadi WNI eks-ISIS tidak dapat dinyatakan hilang kewarganegaraannya. Ada pun Islamic States of Iraq and Syria atau ISIS dapat diklasifikasikan sebagai pemberontak atau belligerent sehingga diakui sebagai subjek hukum internasional.

Menurut hemat  penulis WNI eks-ISIS pada dasarnya telah melakukan dan/atau mendukung aksi terorisme di Irak dan Suriah. Merujuk pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang disingkat UU No. 15/2018, Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Ancaman pidana bagi WNI eks-ISIS merujuk pada UU No. 15/2018, di dalamnya terdapat klasifikasi dalam pemberian pidana sebagai berikut.

  1. WNI eks-ISIS yang ikut mendukung dan/atau menjalankan tindak pidana terorisme di Irak dan Suriah tetapi belum mengikuti latihan militer atau latihan para militer dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. (Pasal 12 A UU No. 15/2018)
  2. WNI eks-ISIS yang ikut mendukung dan/atau menjalankan tindak pidana terorisme di Irak dan Suriah serta telah mengikuti latihan militer atau latihan para militer dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan Tindak Pidana Terorisme, dan/atau ikut berperang di luar negeri dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. (Pasal 12 B UU No. 15/2018)

Pemerintah Indonesia wajib mempertimbangkan dengan matang kebijakan yang akan diambil, baik memulangkan dan mengadili 600 WNI eks-ISIS sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku juga dilakukan deradikalisasi secara tepat sehingga ketika dikembalikan ke masyarakat tidak menimbulkan ancaman, mau pun menolak memulangkan 600 WNI eks-ISIS yang secara yuridis tetap sebagai WNI dan wajib dilindungi oleh negara sebagai bentuk perlindungan pertahanan dan keamanan negara.

source: lampost.co
source: lampost.co
Patut diperhatikan ialah tidak semua dari 600 WNI eks-ISIS tersebut ialah orang dewasa, ada juga anak-anak yang pada dasarnya tidak tahu menahu mengenai keadaan yang ada. Mengenai permasalahan anak eks-ISIS diamanatkan dalam Pasal 28 B UUD 1945 "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.".

Dilansir dari Tempo.co 7 Februari 2020, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan "Jumlah yang kami dapat 600 lebih. Itu pun kami verifikasi dulu. Kebanyakan perempuan sama anak.".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun