Mohon tunggu...
Medina MeccaZy
Medina MeccaZy Mohon Tunggu... Guru - Nona

Si Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Katakan Kepada Cinta, bahwa Aku Ingin Berlari Bersamanya (Bagian 1)

28 Januari 2020   13:00 Diperbarui: 2 Februari 2020   14:22 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: Pinterest)

"Kamu, kenapa suka anak-anak?"

Aku berpikir ini akan menjadi topik menarik sampai akhirnya bus yang kamu tunggu datang. Di sebuah halte, aku membuka perbincangan sore itu. Kita tidak hanya berdua. Banyak orang-orang yang juga sepertimu, sedang menunggu bus untuk pulang.

"Kata Nabi, sayangilah mereka, maka Allah akan menyayangi kita. Aku ingin disayang Dia." Caramu menjawab mengesankan sekaligus lucu. Menatap langit sore sambil memasang wajah indah, tersenyum. Membuatku ingin ikut tersenyum oleh jawabanmu juga tingkahmu yang tak berani menatap si penanya, aku. "Kalau kamu, kenapa suka buku? Aku lihat kamu hobi sekali membelinya. Apa sudah kamu selesaikan semua buku-buku itu?" Kamu balik bertanya dan kali ini aku dibuat sedikit terkejut. Wow. Kamu berani menatapku. Cuma sebentar. Namun, sangat memesona bagiku.

"Kamu benar. Banyak sekali buku-buku di rumahku. Ibuku sampai mengomel karena buku-buku itu sudah menggeser posisi piring-piring koleksinya di lemari pajangan. Aku cuma ingin nantinya anak-anakku senang membaca buku-buku itu. Tidak seperti ayahnya yang penggila game ini." Aku tertawa kecil di ujung kalimat, dan sepertinya kamu juga ikut tersenyum mendengarnya.

Suasana hening kembali. Bus yang kamu tunggu pun tak datang-datang dan aku senang. Seperti ini saja sampai senja menghilang, itu jauh lebih baik. Doa yang sialan memang.

"Kamu penyuka anak-anak sementara aku punya cita-cita anak-anakku suka dengan buku-bukuku kelak. Apa kamu tidak menyadari, kalau kita ini ... serasi?" Aku bukan penggombal ulung, jadi untuk bicara ini, dadaku sedikit deg-degan. Meski kuakui, ini tidak jentelmen sama sekali. Bukannya kamu masih punya wali, tempat aku menyampaikan ini?

Aku menunggu, lumayan kesal karena kamu tak juga memberi jawaban. Sampai akhirnya kesialan kecil lain menimpa, bus yang kamu tunggu datang. Sial. Sial. Sial.

'Bisa tidak, Pak Sopir, jalankan busnya lebih pelan sebelum sampai kemari? Lima menit saja.'

Kamu tetap duduk sambil menatap tanah di bawah kursimu. Diam.

Namun, aku belum rabun sampai melewatkan wajahmu yang merona tiba-tiba. Senyuman manis juga tidak bisa kamu tutupi. Itu terlalu nyata. Seperti kebiasaan perempuan lain, maka kali ini aku juga yakin, diammu adalah jawaban. Kamu setuju, bahwa kita memang ... serasi. Semesta bak ikut merayakan sebuah perayaan kecil di lubuk hati. Burung-burung kecil yang pulang menuju sarang, terbang indah menyempurnakan warna jingga senja sore itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun