Mohon tunggu...
Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Mohon Tunggu... Menggores Makna, Merangkai Inspirasi

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Premanisme dan Jatah THR: Potret Buram Praktik Pemalakan di Dunia Usaha

20 Maret 2025   11:30 Diperbarui: 20 Maret 2025   10:35 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh premanisme - sumber gambar: istockphoto.com

Perbincangan di internet baru-baru ini kembali dihangatkan oleh fenomena premanisme yang meminta jatah Tunjangan Hari Raya (THR) kepada perusahaan-perusahaan. Praktik ini bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan sosial dan ekonomi di Indonesia. Setiap tahun, menjelang perayaan hari besar keagamaan, selalu saja muncul laporan tentang kelompok tertentu yang meminta jatah THR kepada pelaku usaha, baik secara halus maupun terang-terangan dengan intimidasi. Fenomena ini mencerminkan betapa masih kuatnya budaya premanisme dalam kehidupan masyarakat kita.

Dalam konteks hukum, praktik semacam ini jelas bertentangan dengan norma-norma yang ada. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan berani melaporkan tindakan tersebut. Banyak pelaku usaha yang memilih untuk membayar sejumlah uang demi menghindari masalah lebih lanjut, ketimbang harus berhadapan dengan risiko yang lebih besar, seperti gangguan operasional atau bahkan ancaman fisik terhadap karyawan mereka.

Sebagian masyarakat menilai bahwa praktik ini merupakan bagian dari budaya "jatah preman" yang telah mengakar sejak lama. Tidak jarang, kelompok yang meminta THR ini berafiliasi dengan organisasi masyarakat (ormas) tertentu, yang menggunakan dalih kepedulian sosial untuk meraup keuntungan pribadi. Padahal, pemberian THR seharusnya merupakan hak pekerja yang diatur dalam undang-undang, bukan ajang pemalakan oleh kelompok yang merasa berhak tanpa dasar hukum yang jelas.

Bagi pelaku usaha, dilema ini menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi, mereka ingin menjalankan bisnis dengan tenang tanpa gangguan dari pihak luar. Di sisi lain, tekanan yang datang dari kelompok premanisme ini sering kali sulit dihindari. Beberapa perusahaan yang mencoba untuk melawan bahkan mengalami kerugian lebih besar karena aksi balasan yang dilakukan oleh para pelaku pemerasan.

Sementara itu, pengalaman para korban dalam menghadapi situasi semacam ini beragam. Ada yang memilih untuk menolak secara tegas, ada yang mencoba bernegosiasi, dan ada pula yang akhirnya menyerah dengan memberikan "uang damai" agar usahanya tetap berjalan lancar. Semua ini menggambarkan kompleksitas masalah premanisme yang masih menjadi bagian dari kehidupan sosial-ekonomi di Indonesia.

Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang bagaimana praktik premanisme meminta jatah THR ini berkembang, dampaknya bagi dunia usaha, serta berbagai cara yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha dalam menghadapi fenomena ini. Pengalaman nyata para korban dalam menghadapi situasi ini juga akan disajikan sebagai bagian dari refleksi bersama.

Sejarah dan Perkembangan Premanisme di Indonesia

Premanisme bukanlah fenomena baru dalam masyarakat Indonesia. Sejak era kolonial, kelompok-kelompok preman sudah eksis sebagai bagian dari struktur sosial tertentu. Pada masa itu, premanisme sering kali digunakan sebagai alat kekuasaan oleh elite politik atau pengusaha untuk menjaga kepentingan mereka, termasuk dalam hal keamanan.

Seiring berjalannya waktu, premanisme berkembang menjadi fenomena yang lebih kompleks. Di era Orde Baru, banyak kelompok preman yang berafiliasi dengan partai politik atau kelompok militer tertentu. Mereka sering digunakan sebagai alat represif terhadap kelompok oposisi atau sebagai kekuatan yang menjaga stabilitas sosial sesuai kepentingan pemerintah. Namun, di luar peran politiknya, premanisme juga berkembang menjadi praktik pemerasan yang menyasar para pengusaha dan masyarakat umum.

Memasuki era reformasi, premanisme justru semakin tumbuh subur dengan munculnya berbagai organisasi kemasyarakatan yang memiliki basis massa kuat. Beberapa di antaranya berperan sebagai ormas sah, tetapi ada pula yang menjadi kedok untuk aktivitas pemerasan dan pemalakan. Salah satu praktik yang sering terjadi adalah permintaan jatah THR dari perusahaan-perusahaan menjelang hari raya.

Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari lemahnya penegakan hukum serta masih kuatnya budaya patronase dalam masyarakat. Premanisme sering kali memiliki jaringan kuat dengan aparat atau pejabat tertentu, sehingga sulit diberantas secara tuntas. Hal ini membuat banyak pelaku usaha lebih memilih untuk mengikuti arus ketimbang harus berhadapan langsung dengan kelompok-kelompok tersebut.

Modus Operasi Pemalakan THR oleh Kelompok Preman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun