Transmigrasi Kalbar Terlantar Dan Terdzalimi Setelah Digugat.
Kalbar - Transmigrasi yang dikirim dari pulau Jawa pada tahun 1955 era Presiden Sukarno dengan menggunakan kapal sebanyak 455 kepala keluarga, terapung dilaut selama 1 Minggu, Akhirnya sampai didaratan yakni Borneo Kalimantan barat, tegas Mulyoto salah satu sesepuh dikampung tersebut, Sabtu (23/01/21).
Selanjutnya di angkut dengan menggunakan kendaraan selama seharian barulah bisa sampai di daerah sui durian. Dan transmigrasi ini disebut trasmigrasi sui durian 1955 era pemerintahan Presiden Sukarno dan bandar internasional Supadio pada saat itu blom ada, ucapnya.
Selanjutnya, mulyoto juga menjelaskan, kala itu berjalan kaki diatas batang pohon kayu menuju lahan dan rumah pembagian dari dirjen transmigrasi selama seharian juga. Blum ada parit, blum ada badan jalan yang ada hanyalah hamparan luas hasil dari penebangan hutan. Akhirnya sampailah kami di tempat tujuan, dimana kami harus tinggal memuali hidup baru dan membina rumah tangga di tempat yang baru.
Terbuat dari kayu berlantaikan papan berdinding kulit kayu dan ber atabkan daun Nipah, tak terbayangkan bagaiman kalau hujan lebat, namun apalah daya nasib harus diterima. Hidup harus dengan perjuangan.
Bukan hanya rumah tempat hunian saja namun lahan yang sudah ditebang oleh pemerintah, diperuntukkan untuk kami bercocok tanam pada saat itu berwujud tanah gambutrawa yang anyau, banyak airnya dan bergelimpangan pohon2 besar berserakan diatasnya. Sehingga sangatlah sulit untuk menanam apapaun dilahan seperti itu.
Penderitaan demi penderitaan dilalui, berladang dengan segala daya dan upaya agar kami bisa bercocok tanam, namun juga blom membuahkan hasil karena lahan yang teramat kurang mendukung untuk pertanian. Akhirnya pemerintah memberikan jatah hidup berupa beras dan ikan asin sampai 10 tahun lamanya, tegasnya.
Selama 10 tahun itulah kami tidak mengenal lelah bekerja mengolah lahan untuk bisa ditanami tanaman palawija dan sejenisnya sampai menjadi patut dan pantas disebut lahan perladangan. Akhirnya dari kegigihan kami mampu membuat parit saluran air, mampu membuat badan jalan dari tanah asal dan mampu membentuk bidang - bidang lahan pertanian hingga akhirnya kami bisa berproduksi sayur mayur dan palawija sampai dengan saat ini, tandasnya.
Diketahui, kala itu belum ada lampu penerangan sama sekali, penerangan jikala malam datang hanya dengan pelita berbahan bakar minyak tanah. Baru pada tahun 1994 kami baru bisa menikmati terangnya malam dengan aliran lampu listrik.
Namun siapa menyangka, tetes keringat dan perjuangan kami selama ini mengolah lahan hingga menjadi lahan pertanian dirampas orang dan dibuatkan sertifikat, sampai akhirnya saat ini sebagian dari kami digugat di pengadilan karena dianggap mengelola lahan tanpa ijin.
Dan anehnya pengadilan mengabulkan gugatan itu bahkan pengadilan tinggi menguatkan keputusan pengadilan negri. Namun kami masih percaya penguasa akan hadir dan membantu kami, harap Mbah Budiman saat memberikan keterangan kepada awak media. (red).