Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rahasia Mendapatkan Beasiswa, Fellowship, dan Grant

27 November 2015   14:35 Diperbarui: 23 Maret 2018   20:15 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Klise pasti kita semua berpikir tentang rahasia mendapatkan kesuksesan, dan jika itu berkaitan dengan akademik, maka mendapatkan beasiswa, fellowship dan grant adalah salah satunya. Tapi saya ingin menyuguhkan dan berbagi tentang definisi sukses dan bagaimana mendapatkannya menurut apa yang saya alami selama ini. Saya mungkin masih bau kencur untuk dibilang bisa membagi "rahasia" mendapatkan beasiswa, fellowship ataupun grant. Namun, memang saya mendapatkannya berkali-kali, dan beberapa teman sering bertanya pada saya tips dan triknya. Sayapun tidak tahu apa spesifiknya. Mungkin luck, tapi sesuatu yang didapat berkali-kali itu bukan sekedar luck, pasti ada pola, usaha dan keterampilan di sana. Mereka yang iri akan mencari pembenaran mereka sendiri dengan berbagai asumsi, dan itu biasa. Yang harus kita ingat adalah, sekecil apapun kesuksesan yang nampak di permukaan, itu sebenarnya hanya reward dari perjuangan dan pelajaran yang sesungguhnya di balik itu, laksana iceberg. 

"Mbaknya ambisius ya?" Seseorang ada yang nyeletuk. Setiap orang pasti mempunyai ambisi, baik itu kecil ataupun besar. Petani mempunyai ambisi agar panen tahun ini lebih banyak sehingga ia bekerja lebih keras agar anaknya bisa membayar uang sekolah. Ia ambisius. Apa salahnya? Ambisi itu fuel dari energi untuk maju. Namun, banyak orang melihat ambisi itu negatif karena kebanyakan orang yang berambisi, suka cari jalan pintas alias memakai strategi katak, loncat dengan menginjak orang lain dan menyingkirkannya. Jangan pernah memakai strategi ini, karena itu berarti kita tidak mempunyai kualitas diri dan dengan menginjak orang, kita mengakui hal itu.

Dalam satu kalimat, tips atau rahasianya adalah memahami bahwa "tidak ada rejeki yang datang sendiri, ketahuilah apa yang benar-benar kita inginkan, dan CIPTAKAN kesempatannya". Yang harus digarisbawahi, menciptakan kesempatan itu tidak sama dengan mencari kesempatan. Jika kita mencari kesempatan, bisa jadi itu adalah kesempatan yang diciptakan seseorang dan kita mengambilnya, atau mencari kesempatan yang sudah ada untuk kita manfaatkan alias oportunis. Namun, yang harus kita lakukan adalah MENCIPTAKAN kesempatan itu bukan MENCARINYA. Apa artinya? Jangan mengandalkan apa yang ada di sekitar kita, atau mengambil apa yang sudah dibangun orang lain. Jika kita ingin sukses, ciptakan kesempatan.

Cara menciptakan kesempatan, yang pertama adalah introspeksi diri yaitu tahu apa yang kita inginkan dan meningkatkan kualitas kita untuk sampai ke tujuan tersebut. Banyak orang sukses itu dengan mempunyai tujuan yang teguh, tujuan yang dia bikin sendiri bukan buatan orang lain ataupun orang tua. Namun clarity (kegamblangan) dari tujuan kita tidak secara instan terumuskan, seiring berjalannya waktu dan kemampuan berpikir, maka tujuan dan keinginan kita harusnya semakin jelas. Jika ingin dapat beasiswa atau kesuksesan lain, jangan gegabah hanya membayangkan enaknya saja. Ingat kesuksesan apapun itu adalah amanah, dimana kita harus belajar, bekerja keras dan bersaing dengan banyak orang yang mungkin kualitasnya lebih dari kita. Sering yang terjadi, kita gagal mendapatkan beasiswa atau grant dan lainnya karena faktor kualitas kita sendiri, kurang informasi, kurang baik dalam membuat proposal, kemampuan bahasa yang terbatas dan sebagainya. Meski saya tidak menampik banyak faktor teknis dan non-teknis lain yang mempengaruhi lolos tidaknya kita dalam seleksi beasiswa, dan kadang politis dan saya tidak akan menjelaskan hal itu di sini. Contoh: ada beasiswa yang ditujukan hanya untuk pegawai negeri sipil dll, dan jika kita bukan, maka jelas kita tidak akan berhasil. Jadi, introspeksi diri ini bisa dilakukan dengan banyak membaca, berdiskusi, tahu yang kita inginkan, tahu kelemahan kita dan berusaha membenahinya.

Yang kedua adalah berusaha mendapatkan informasi dan ubah ketidakberuntungan menjadi kesempatan. Saya saat itu pindah ke Jakarta untuk mengikuti suami yang bekerja di sana, dan hidup sangat berat untuk yang baru mulai membangun rumah tangga dari nol, tanpa keluarga, tanpa uang yg cukup. Jika kami memilih tinggal di kota kelahiran kami, Surabaya pastinya kami tidak akan kesusahan seperti demikian. Dan meskipun orang tua sebenarnya masih sangat sanggup membantu, tapi kami menolak dan ingin mandiri. Di situ 6 bulan pertama kami menjalani hidup di ibukota yang cukup berat. Saya tidak harus menceritakan bagaimana detailnya. Di suatu titik, saat saya merasa ingin kembali ke Surabaya dan tidak sanggup hidup seperti itu, saya hanya membayangkan, bagaimana para istri lain yang bernasib sama mengikuti suami mereka di tempat yang baru seperti Jakarta? Lalu suatu hari saat semua pekerjaan rumah sudah selesai, saya mulai iseng-iseng menuliskan kesedihan saya dan banyak membaca, gugling dan lainnya untuk mengetahui apakah memang berat hidup sebagai migran dengan semuanya starting from zero. Saya mulai menemukan banyak informasi, bahwa masih banyak yang jauh lebih sengsara yaitu migran di luar negeri, anak-anak dengan kendala bahasa, budaya dan barrier lainnya. Semakin membaca dan merasakan sendiri menjadi migran (meski hanya domestik) saya menjadi tahu lebih banyak dan menulis pelan-pelan, menghubungi orang-orang yang mempunyai pengalaman migrasi, lewat internet, hingga menjadi sebuah laporan kecil. Saya ingin mengangkat masalah dan tantangan bagi anak-anak dan keluarga yang bermigrasi, dan kedepannya ingin bisa membantu mereka, memberikan solusi. Dari sejak itu itulah FOKUS saya. Saat kita berpikir kita adalah yang paling menderita di dunia ini dan akan menyerah, kita lupa bahwa masih banyak yang lebih menderita di luar sana. Di situ kita akan bersyukur dan mempunyai kekuatan untuk membalikkan keadaan. Pada saat kita ada pada posisi terendah, berilah gaya, energi, maka kita bisa terlontar lebih tinggi. Buatlah ketidakberuntungan menjadi titik tolaknya.

Beberapa waktu kemudian saat gugling, saya menemukan informasi satu konferensi dengan penawaran travel grant hanya untuk 6 (enam) sosiolog junior internasional untuk mempresentasikan hasil penelitiannya di Jepang. Saya ingin melamar untuk mendapatkan masukan karena laporan saya ini hanya laporan orang awam yang ngga sekolah Sosiologi atau Migration studies. Tapi untuk melamar, saya tahu saya bukan sosiolog?!! dan laporan kecil ini apakah layak disebut "penelitian" disandingkan dengan para peneliti kelas atas yang ikut melamar. Tapi akhirnya saya berusaha membaca tiap detil informasi di webnya dan ternyata tidak disebutkan dengan jelas syarat background keilmuannya. Jadi saya rasa, saya eligible. Kemudian saya membenahi tulisan saya, dan memutuskan untuk memasukkan lamaran dengan abstrak penelitian kecil tersebut. Apapun keputusannya, saya berserah saja, asalkan saya sudah mencoba. Lebih baik mencoba dan gagal daripada ga mencoba, yang pasti gagal. Singkat kata setelah beberapa bulan kemudian saya mendapat email bahwa saya terpilih menjadi salah satu dari 6 sosiolog yang akan berangkat ke Jepang. Tapi saya bukan sosiolog beneran?! :D Beruntung? Iya pasti, tapi keberuntungan tidak akan jadi apa-apa jika tanpa usaha.

Nah intinya, saat kita menciptakan kesempatan buat diri kita, kita bisa jadi apa saja... yang penting jangan meratapi nasib dan berharap semuanya akan baik dengan sendirinya. Dengan hanya ongkang-ongkang di depan teras, jangan berharap ada informasi yang cocok, bagus dan fully-funded datang ke kita. Rejeki tidak datang dengan sendirinya. Jika kita tipe orang yang suka menunggu, maka rejeki itupun akan menunggu anda untuk diketemukan. Berusahalah mencari banyak informasi dan thanks to technology dan segala kemudahannya, kita bisa googling apa saja sesuai yang kita inginkan. Janganlah kita mengandalkan terbatas pada informasi di kampus, kantor atau mainstream network kita. Keluar dari zona mainstream dan temukan banyak berlian dengan usaha ekstra. Ciptakan kesempatan, pahami medannya dan teguh dengan apa yang kita inginkan. Kita harus ingat, jika ingin sesuatu yang besar maka usahanya pun harus juga besar. Jika iri dengan kesuksesan seseorang, iri lah juga dengan perjuangan dan jatuh bangunnya.

Yang ketiga, maintain network. Tidak ada keberuntungan yang menjadi kesempatan jika kita tidak menciptakannya menjadi sebuah kesempatan. Salah satu contohnya mungkin bisa digambarkan dengan lanjutan cerita saya: saat di Jepang, di acara tersebut, saya bertemu dengan banyak peneliti dan sosiolog beneran. Saya bahkan disebut sebagai doktor (mereka kira saya sudah doktor karena semua penerima grant levelnya doktor, mereka datang dari universitas di Amerika, Inggris dll, hanya saya yang level master, bukan sosiolog dan dari Indonesia). Dsini yang paling penting adalah memperbanyak relasi atau networking dan menjaganya. Di sana saya berkenalan dengan seorang peneliti Jepang yang singkat kata karena saya menjalin komunikasi dengan dia dan rekan penerima grant yang lain, saya ditawari untuk bekerja dalam sebuah joint research. Akhirnya kami bertiga satu tim (dua orang Jepang dan saya) mendapatkan 2 research grant berturut-turut yang membuat saya bisa traveling ke Jepang berkali-kali dan presentasi di beberapa konferensi. Selain itu, melalui network peneliti Jepang ini, penelitian kecil dan awam saya sebagai migran di Jakarta itupun mendapatkan respon positif dan saya diberi kesempatan langka untuk menjadi dosen tamu dengan topik tersebut di universitas swasta di Osaka. Begitulah salah satu contoh bagaimana keberuntungan bisa jadi kesempatan hanya jika kita menciptakannya, yaitu salah satunya dengan cara maintaining network.

Yang keempat, jika sudah mendapatkan informasi beasiswa atau grant dan sejenisnya tersebut, bersungguh-sungguhlah untuk melakukan yang anda inginkan. Jika informasi tersebut adalah kesempatan beasiswa, luangkan waktu yang longgar dari deadline untuk mengisi form dan menyiapkan proposalnya dengan baik. Jaga motivasi saat kita tiba-tiba malas atau terlalu sibuk dengan hal lain. Kita harus mengingat, jika itu yang benar-benar kita inginkan, seberapapun sulitnya kita pasti akan menemukan jalannya, jika tidak sungguh-sungguh kita inginkan, maka kita hanya akan menemukan...excuse (alasan). Step inilah sebenarnya yang orang sering gagal, karena ternyata itu bukan yang sungguh-sungguh ia inginkan (hanya ingin pamer, hanya ingin seperti orang lain, dll jadi harus kembali ke step pertama, kokohkan dimensi diri dulu, apa yang benar-benar anda inginkan?). Selain itu, mengisi form untuk beasiswa dan sejenisnya itu bukan sekedar isi form lho, perlu ketelitian dan strategi. Belum lagi bikin proposalnya, yang sering kali memaksa kita harus begadang, berdiskusi dan lain sebagainya. Ribet ya? emang, tapi possible :) Di step ini juga keluarga dan orang-orang terdekat mempunyai peran penting dalam mengingatkan tujuan kita dan memberi semangat, memberikan dorongan atau dukungan apapun itu bentuknya. Untuk saya sendiri, saya ngga akan bisa mencapai apapun tanpa dukungan, dorongan dan kasih sayang ibu dan suami saya.

Yang kelima, jika sudah berusaha dan submit berkas sebelum deadline dan berkas tersebut diterima dengan segala kerja keras anda, give yourself rewards. Kenapa, kan belum tentu lolos? Hey, kesuksesan dan pelajaran sesungguhnya adalah saat kita sudah berhasil mengatasi semua halangan dan rintangan, mengatasi kemalasan, begadang sampai akhirnya kerja keras itu berbuah berkas dan profil kita yang ready dan eligible untuk disubmit dalam rentang waktu yang disediakan. Coba ingat dan jabarkan pelajaran apa saja yang sudah bisa kita petik dari submitting berkas beasiswa ini? Banyaaak kan. Itulah mengapa meskipun beberapa kali saya gagal lolos dalam seleksi, saya tidak pernah merasa rugi, karena setiap saya submit baik itu gagal maupun berhasil lolos, saya sudah mendapatakan banyak pelajaran berharga yang mengasah insting, kemampuan analitik saya untuk lebih baik kedepannya, dan we deserve a reward ;) Reward di sini simply sperti treat yourself a good dinner atau apapun itu sesuai yang anda rasa pantas mendapatkannya. Kita tahu kok yang equal dengan usaha kita. Saya sering menghadiahi diri saya untuk usaha saya, dari yang sesimpel nongkrong bareng temen, hair spa di salon, kredit Skype untuk menelepon ke rumah sepuasnya, sekotak es krim, sampai sebuah gitar Fender akustik-elektrik, yang ehm..mahal.. tapi di balik itu anda bisa bayangkan besarnya usaha, tenaga, cucuran air mata yang sudah saya jalani hehe.. dan pastinya jasa gitar tersebut saat saya merasa membutuhkan refreshing. Intinya, rewarding yourself adalah suatu hal yang wajib anda lakukan setelah kita berusaha dengan maksimal. Get relaxed, pray dan keputusan apapun itu atas berkas kita bukan tanggungjawab kita lagi, sudah ada yang mengatur. You have gained experience, anyway, and it is worthwhile.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun