Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berkenalan dengan Anak-anak Indonesia di Pesisir Pantai Jepang

12 Maret 2016   15:38 Diperbarui: 13 Maret 2016   06:53 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Permainan Tali Bhinneka Tunggal Ika (Foto oleh Bpk J.)"][/caption]Pagi ini di Oarai Bunka Center, melalui Rumah Belajar Indonesia (RBI) bentukan NPO yang diketuai oleh Bapak Johny dengan dukungan dari komunitas Minahasa, saya mengajar anak-anak Indonesia keturunan Jepang (rata-rata generasi ke-4) usia 7-16 tahun yang sudah lama tinggal di Jepang karena orang tua mereka yang bekerja di Jepang. Orang tua mereka mayoritas berasal dari Manado (berketurunan Jepang). Selama bertahun-tahun anak-anak ini mengenyam pendidikan formal di sekolah Jepang membuat mereka kurang mengenali Indonesia, dan tentu saja mereka berbahasa Jepang. Mengajar di sini saya lakukan sebagai salah satu kegiatan penelitian saya mengenai anak-anak Indonesia di perantauan. Tapi lebih dari itu, saya memang senang mengajar apalagi ini untuk membantu anak-anak Indonesia mengenal identitasnya.

Saat menunggu beberapa anak datang ke kelas, saya bertanya ke mereka: "Ada yang tahu berapakah bahasa yang ada di Indonesia?" Dengan percaya diri semua menjawab, "Dua! Bahasa Indonesia dan Bahasa Manado." Sekilas terdengar sangat lucu dan mengejutkan, namun inilah gambaran pengetahuan mereka tentang Indonesia, yang sering sebatas hanya Manado dan Sulawesi, asal orang tua mereka.

Seperti halnya peribahasa tak kenal maka tak sayang, tak tahu keanekaragaman Indonesia pun akan sulit membuat mereka mencintai dan bangga dengan Indonesia. Oleh karena itu, tema pengajaran hari ini adalah "Aku Bangga menjadi Anak Indonesia", dengan fokus mengenal pulau-pulau dan kekayaan flora dan fauna, juga sebagian kecil kebudayaan Indonesia. Harapan saya akan muncul (meski sepercik) rasa kebanggaan mereka terhadap Indonesia.

Durasi mengajar kurang lebih 2 x 90 menit. Karena ruangan tanpa in-focus dan alat-alat peraga tidak tersedia banyak persiapan yang saya lakukan agar anak-anak bisa bergembira dalam belajar, apalagi ini Sabtu, di mana anak-anak sedang libur sekolah. Sangat menyenangkan bila anak-anak bisa aktif berinteraksi, bukan hanya duduk dan mendengar. Pagi-pagi sebelum mengajarpun saya sudah nongkrong di convenient store untuk mencetak beberapa gambar dan poster sederhana untuk keperluan kelas. Sebelum kelas dimulai saya menempel poster pulau-pulau utama dan kekayaan flora-fauna dan kebudayaannya (yang menonjol saja karena terbatasnya waktu piersiapan dan media yang tersedia). Saya mempunyai rencana membuat ruangan belajar menjadi semacam galeri untuk menciptakan suasana Indonesia. Dengan poster-poster (meski sederhana) tertempel menurut pulaunya, mereka bisa seolah "berpelesir" dari satu pulau ke pulau lain dan membahas beberapa kekayaan alam masing-masingnya.

[caption caption="Poster sederhana tentang Kalimantan dan Orang Utan (foto oleh Bpk J)"]

[/caption]

Kelas dimulai meski hanya ada 4 orang anak. Namun beberapa datang menyusul hingga total sebanyak 12 orang hadir pada hari itu. Saya membagikan gambar peta Indonesia dengan 34 provinsi lalu melihat seberapa mereka mengenal pulau-pulau di Indonesia. Saat saya bertanya sudah pernah ke mana saja di Indonesia, serempak mereka menjawab, "Manado", sambil menunjuk ke ujung pulau Sulawesi. Yah, paling tidak mereka tahu dimana itu Manado...karena memang RBI ini sudah berjalan sejak 1 tahun belakangan, jadi mereka sudah ada peningkatan dibanding saat pertama belum terjamah kegiatan ini. 

Saat sudah banyak anak datang dan berkumpul, kelas dimulai dengan berdoa dan mulai kami "berkeliling" Indonesia. Kami "terbang" dari Kalimantan untuk "menyaksikan" indahnya pantai di Bali, lalu "mendaki" puncak Jayawijaya di Papua, snorkeling di Bunaken, Sulawesi, "menaiki tangga-tangga" Candi Borobudur di Jawa, "mengukur" panjang Komodo di Nusa Tenggara dan mengagumi besarnya Bunga Rafflesia di Sumatera. Tanggapan mereka? Ada yang terkejut dan tak menyangka tentang Komodo, Borobudur, Bunga Rafflesia dan lain-lain. Dina (nama samaran), 15 tahun mengatakan, "Saya ingin ke Nusa Tenggara, melihat Komodo". Sementara Kiki (nama samaran), 14 tahun berujar, "Saya mengira Gunung Fuji lebih tinggi dari gunung di Indonesia (Jayawijaya)."

Lalu kami belajar tentang slogan Indonesia: Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu (Bhinneka Tunggal Ika) lewat sebuah permainan tali. Sebelumnya, saya membagi post-it kecil bertuliskan nama pulau-pulau utama di Indonesia. Saya minta anak-anak memilih pulau yang sudah kami "singgahi". Karena telah "berpelesir" tadi, mereka tidak lagi hanya memilih Sulawesi, kali ini banyak yang ikut memilih Kalimantan, Bali, Sumatera, Nusa Tenggara dan sebagainya. Di situ mereka belajar keanekaragaman wilayah di Indonesia. Jika biasanya semua teman-teman kebanyakan dari Sulawesi, dengan menempelkan post-it di bajunya dengan nama pulau lain, mereka sedang memerankan keanekaragaman yang nyata ada di Indonesia.

Lalu kami berdiri melingkar. Dengan menggunakan tali yang tersedia, kami berkenalan, seolah kami berasal dari pulau yang telah kami pilih tadi. Saya memulai yang pertama, "Saya Median, dari Maluku." Lalu gulungan tali saya lemparkan ke anak di depan saya sementara bagian tali yang lain tetap saya pegang. Dan saat anak di depan saya memegang gulungannya, ia harus memperkenalkan diri seperti yang saya contohkan, menyebutkan asal mereka berdasarkan pulau yang mereka pilih. Lalu ia harus melemparkan gulungan ke teman di seberang yang lain, begitu seterusnya hingga semua orang memperkenalkan diri, dan gulungan tali kembali ke saya. Di situ kami memegang tali yang saling bersilangan terhubung satu sama lain. lalu saya coba letakkan sebuah buku di atas saling-silang tali tersebut. Buku itu dapat kami tempa dengan menjaga kekencangan tali. Saya menjelaskan, "Inilah gambaran kekuatan kita meskipun dari pulau berbeda-beda, jika menjaga tali kekerabatan dan kebersamaan maka kita kuat, bahkan buku beratpun (perumpamaan untuk masalah) bisa kita tempa." Lalu saya minta mereka yang "dari" Jawa, Sulawesi, dan berurutan selanjutnya untuk melepas talinya, maka buku itu pun jatuh karena talinya lunglai. Di situ mereka belajar bahwa jika kita tidak bersatu dan saling menopang satu sama lain maka kita akan runtuh. Di situlah pentingnya persatuan. 

Lalu setelah aktivitas tersebut, saya menerangkan sekali lagi mengenai kekayaan alam Indonesia dengan lebih detil. Anak-anak bisa bertanya dan berdiskusi di situ, ada juga yang mencatat. Tujuannya agar mereka lebih ingat dengan apa yang sudah mereka lihat di poster tadi. Lalu mereka dikelompokkan menjadi grup dengan 3 orang agar saling membantu dalam belajar. Selanjutnya kami menyanyi lagu "Aku anak Indonesia" yang aslinya dinyanyikan oleh Tasya. Teks lirik sudah saya cetakkan di kertas dan didistribusikan. Lagunya sangat penuh dengan semangat. Saya pilih lagu ini karena sesuai dengan tema hari ini dan lagunya mudah serta cukup singkat. Salah satu liriknya ada yang berbunyi: "Aku bangga menjadi anak Indonesia." Meskipun banyak anak yang baru pertama mendengar lagu tersebut, mereka dengan cepat menghafal lagunya. Sesekali saya menyanyi dan berhenti tiba-tiba, ternyata mereka dengan cepat sekali bisa melanjutkan lagunya. :) :)

Oh iya, di salah satu liriknya juga ada kata "khatulistiwa". Mereka tidak mengerti arti kata itu, lalu saya terangkan dengan sederhana apa itu khatulistiwa. Mereka menyimak dengan seksama sambil menerjemahkan khatulistiwa dalam bahasa Jepang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun